Helga duduk di depan meja riasnya. Menatap hampa dirinya sendiri. Dress hitam selutut yang dipakainya begitu senada dengan rambut hitamnya. Helga beranjak dari duduknya, dan mengenakan kacamata hitamnya.
Akhirnya Helga sampai di rumah duka hari itu. Dia melihat banyak orang yang berdatangan. Tanpa membuang banyak waktu, ia langsung menuju altar itu. Helga membuka kacamata hitamnya, dan terlihatlah kedua matanya yang sembab.
Upacara pemakaman Charlie hari itu merupakan suatu penghormatan terkahir Helga terhadap Charlie. Kini, tidak ada lagi sosok itu dalam kehidupannya di masa depan. Helga lalu mendekati kakek yang sedang bersimpuh di salah satu sisi.
"Helga, kamu sudah datang nak"
"Iya kakek"
"Sudah berpamitan dengan Charlie?"
"Sudah kek"
Helga kemudian ikut duduk bersimpuh di barisan belakang kakek. Helga melihat banyak sekali orang yang datang, dan ia sempat melihat Evan dan Reina, datang bersama orang tua Evan. Dalam pikiran Helga, mungkin orang tua Evan sudah menerima hubungan mereka.
Namun, saat sibuk memperhatikan orang-orang, ada satu orang yang menarik perhatian Helga. Seorang pria yang baru datang dengan beberapa orang di belakangnya. Pria dengan setelan hitam dan kacamata hitamnya, dengan postur tubuh yang tak asing bagi Helga. Jika saja Helga bisa melihat mata lelaki itu, mungkin Helga akan ingat tentang sesuatu.
Tak sengaja, Helga mendengar percakapan beberapa orang dari baris tepat di belakangnya. Sepertinya, mereka ada pegawai di PMG.
"Sepertinya itu dia"
"Dia siapa?"
"Siapa lagi? Dia yang akan menggantikan pak Charlie sebagai presdir"
"Benarkah? Diakah orangnya?"
"Dia cucu kedua dari tuan besar"
Helga sempat tertegun mendengar itu. Cucu kedua? Berarti, lelaki itu adalah sepupu Charlie dan Evan?
"Bukankan dia yang sebagai CEO beberapa perusahaan cabang di Singapura?"
"Iya, dia orangnya"
"Sepertinya, dia tampan yah?"
"Rumor yang beredar sih, ketampanannya setingkat dengan tuan Charlie"
"Wah, berarti ganteng banget dong"
"Memangnya ada dari keluarga mereka yang tidak tampan?"
"Wah bisa nih jadi calon istrinya"
"Ih, jangan mimpi. Siapa tau dia udah punya pasangan"
"Tidak. Yang aku tau dia tidak dekat dengan wanita manapun. Tapi tetap saja, para wanita, baik selebriti lokal maupun internasional, selalu mengejarnya. Dan yang aku dengar sih, dia memanfaatkan wanita-wanita itu untuk kesenangannya"
"Oh, tidak! Pangeranku!"
"Tenang. Di majalah bisnis Hours edisi bulan lalu, dia sudah menyatakan tak pernah tidur dengan wanita manapun"
"Huh, syukurlah"
"Tapi, siapa namanya?"
"William Hans Putra, putra dari tuan Hans. Lebih tepatnya, pangeran Will"
Mendengar itu, Helga mencoba mengingat-ingat mengenai tuan Hans. Ya, tuan Hans berada di pesta pernikahannya dengan Evan, namun ia datang sendiri. Kata Evan saat di pelaminan, istri tuan Hans sudah meninggal, tepat setelah melahirkan anaknya.
"Jadi, dia adalah anaknya om Hans?", gumam Helga dalam hati.
Akhirnya, upacara pemakaman telah selesai. Para pengunjung yang mengantarkan jasad Charlie untuk ke peristirahatan terakhir mulai meninggalkan tempat, tak terkecuali Helga.
Namun, saat berjalan meninggalkan makam Charlie, Helga mendapati lelaki yang tadi, sedang duduk di salah satu bangku sambil menatap dirinya di balik kacamata hitamnya, Helga tau itu. Tentu saja hal itu membuat Helga menjadi sangat tidak nyaman.
"Helga...", Helga berbalik saat dipanggil oleh kakek.
"Ya?"
"Kemarilah nak, aku perkenalkan kepada seseorang", Helga kemudian mengikuti kakek berjalan mendekati lelaki yang duduk di bangku tadi.
Lelaki itu, alias Will, kemudian bangkit dari duduknya.
"William, nak, ini Helga. Dia adalah anggota baru di PMG"
Will kemudian membuka kacamatanya dan menatapa Helga. Seketika Helga terkejut dengan apa yang dilihatnya. Bagi Helga, ini seperti sedikit tidak mungkin.
"Ada apa nona Helga? Melihatku, apakah mengingatkanmu sesuatu?"