"Helga.."
Mendengar suara itu, Helga jadi terdiam sejenak. Orang tuanya dan orang tua Evan datang bersamaan malam itu.
"Nak, kami sudah tau, apa yang terjadi", suara lirih mama Evan menunjukkan bahwa dirinya merasa bersalah atas apa yang dilakukan Evan.
Para orang tua, kakek, dan Charlie sedang duduk bersama, sementara Helga datang dari arah dapur membawakan. minuman untuk semua orang.
"Helga, apa yang di trending itu benar nak?"
Mendengar pertanyaan dari mamanya, Helga hanya mengangguk sambil tertunduk. Mama Helga kemudian menangis. Helga yang merasa tidak nyaman dengan tangisan mamanya datang menghampiri mamanya dan menenangkannya.
"Aduh, mama jangan nangis dong"
"Bagaimana tidak nak. Mama tau, hatimu pasti sakit"
"Aduh mama ini. Kita semua sedih di sini, tapi kita harus kuat ma"
"Saya tidak menyangka. Saya sudah membesarkan anak laki-laki pengecut seperti dia. Dia membuat malu kita semua. Ini kesalahan saya"
"Tidak nak. Sebagai kakek, saya pun bersalah, karena tidak selalu memperhatikan Evan, sehingga dia melelakukan semuanya sesuka hatinya"
"Nak Helga, kamu pulang yah sayang, ikut mama", mendengar itu dari mamanya, Helga lalu menggelengkan kepalanya.
"Gak, ma. Helga gak mau"
"Benar nak. Ini adalah rumah Helga. Saya yang memberikan rumah ini sebagai hadiah pernikahannya, atas nama Helga"
"Mama tenang aja. Aku gak tinggal sendiri disini, ada kakek dan kak Charlie"
Di tengah-tengah pembicaraan mereka, datang seorang lelaki ke rumah Helga.
"Permisi, saya adalah asisten pak Evan. Saya diperintahkan untuk mengambil barang-barang pak Evan"
"Oh, iya. Tunggu sebentar, akan aku ambilkan"
"Helga tunggu", baru saja Helga beranjak dari duduknya, terhentikan dengan perintah Charlie.
"Ya?"
"Biar aku saja yang ambilkan. Barangnya banyak, pasti berat"
Charlie lalu ke kamar Helga. Saat masuk, dia sudah mendapati satu koper besar dan satu bag travel yang terletak di atas ranjang. Pikir Charlie, Helga sudah mengemasi semua barang-barang Evan dari rumah ini. Namun, saat dia mengambil bag travel di atas ranjang, dia mendapati sebuah benda jatuh ke lantai. Dia meraih benda itu, dan dilihatnya sebuah sweater hoodie warna putih dengan telinga kelinci. Charlie lalu tersenyum sendiri.
Charlie lalu turun dengan barang-barang Evan. Ia kemudian menyerahkan barang-barang itu pada asisten suruhan Evan.
"Sampaikan pada Evan, dia sudah bersikap baik dengan menyadari kalau dia tidak akan pernah diterima lagi di rumah ini"
Malam itu saat sendirian di kamar, Helga melihat sweater kelinci miliknya. Dia lalu meraihnya, dan mencoba memakainya. Helga berdiri di depan cermin besar di kamarnya, dan mencoba mengambil swafoto mengenakan sweater kelinci itu.
"Sepertinya bagus deh dijadikan insta story"
Baru saja Helga ingin meng-upload fotonya, tiba-tiba dia mendengar pintu kamarnya diketuk. Helga lalu meninggalkan ponselnya di ranjang dan langsung membuka pintu. Ternyata itu adalah Charlie.
"Helga, bukan kamu yang harusnya terkejut, tapi aku, karena melihat penampilanmu ini", mendengar itu Helga lalu menurunkan hoodie sweaternya.
"Ngapain kak Charlie kemari?"
"Para orang tua udah tidur di kamar masing-masing, kakek juga sibuk di ruang baca. Temani aku dong, minum kopi di bawah"
Helga lalu mengangguk, tanda menyetujui ajakan Charlie, membuat Charlie langsung tersenyum dengan riang di hadapannya.