"Masa sih, Ra? Kamu beneran lakuin itu?"
"Iya, Ga. Nih tanya aja sama Radit dan Leon", Laura lalu menunjuk suami dan anaknya saat itu.
"Helga, suami kamu tuh tega ya. Aku aja yang sesama lelaki udah gak habis pikir, bisa-bisanya dia sampai serendah itu"
"Tapi Helga, tunggu aja yah, sebentar lagi media sosial bakal ramai sama berita ini. Tadi aku beneran habis-habisan piar pelakor dan suami brengsek itu malu di depan umum"
"Laura, thank you banget yah udah dukung dan belain aku. Aku tuh mau banget punya keberanian seperti kamu"
"Mereka berdua emang pantas dipermalukan, Ga. Hal seperti itu udah gak bisa ditolerir lagi"
"Iya Helga, Laura betul"
Helga lalu tersenyum, lalu mengambil Leon, anak Laura dan Radit, untuk duduk di pangkuannya.
"Kalian baik banget sama aku. Semoga kalian langgeng yah, dan tetap kompak seperti ini. Leon beruntung punya orang tua seperti kalian berdua"
Petang itu, akhirnya kakek dan Charlie pulang ke rumah. Mereka lalu disambut dengan pemandangan Helga yang sibuk menyiapkan makan malam.
"Wah, baunya enak"
"Kakek, kak Charlie, sudah pulang?"
"Hey Gadis Kelinci, memangnya kita ada perayaan apa sih?"
"Kak Charlie ini, apa harus ada yang dirayakan dulu untuk makan enak?"
"Seperti kita lagi beruntung makan malam ini, kakek jadi lapar nak"
"Kalian berdua mandi saja dulu, lalu kesini makan malam. Kalian pasti lelah kan bekerja di hari Minggu?"
Kakek dan Charlie duduk di kursi meja makan, sementara Helga bersama dua asisten rumah lainnya sibuk menyiapkan makan malam.
"Wah, ada lontong sayur"
"Iya kek, aku sengaja buat untuk kakek, soalnya aku tau kakek suka dengan lontong sayur"
"Dan... Mie ayam?", Charlie bertanya pada Helga untuk meyakinkan dirinya sendiri.
"Ya. Karena aku tau, kak Charlie paling suka dengan mie ayam"
Kedua kakek dan cucu itu pun mulai menyantap makan malam mereka. Satu kali cicip, mereka berdua malah terdiam dengan rasa masakan Helga.
"Kenapa? Ada yang kurang yah?"
"Tidak, nak. Ini enak sekali"
"Masa sih kek?"
"Iya. Masakan kamu familiar. Seperti..."
"Seperti masakan mama", Charlie yang tadi juga ikut terdiam, melanjutkan kalimat kakek.
"Masakan Mama?"
"Iya nak Helga. Masakan kamu rasanya persis dengan rasa masakan mendiang mamanya Charlie"
"Helga senang kalau kakek bilang ini enak"
Dengan senyuman girangnya, Helga lalu menatap Charlie, yang hanya terdiam sambil tersenyum menatap semangkuk mie ayam di hadapannya.
"Kak Charlie!", Helga membuyarkan lamunan Charlie, membuat lelaki itu kini menatap Helga.
"Ya?"
"Nanti kalau kak Charlie sudah punya calon istri, belajar masaknya sama aku aja kak. Kakak suka kan cara masak aku?"
Kakek dan Helga kemudian tertawa lepas, sementara Charlie hanya tersenyum dan kembali menatap makan malamnya. Dalam hati dia hanya bisa berkata,
'Gadis Kelinci bodoh! Kenapa bukan kamu saja yang jadi istriku dan memasak untukku?'
Setelah makan malam, kakek lalu sibuk menonton acara berita di TV, sementara Helga dan Charlie sibuk mencuci peralatan makan malam tadi.
"Aku senang, kamu gak berlarut dalam sedih kamu"
"Yah, sebenarnya aku sedih sih kak, sedih banget malahan. Tapi aku pikir lagi, buat apa? Cukup aku yang sedih, kalian semua gak boleh ikut"
"Kamu jangan simpan sendiri dong. Kalau mau nangis, yah nangis aja, kalau butuh bahu kan ada bahu aku", Helga hanya tersenyum lebar mendengar apa yang dikatakan Charlie barusan.
Tidak lama, terdengar suara gerbang yang terbuka, dan suara mesin mobil yang sepertinya terparkir di dalam lingkungan rumah. Helga bersama Charlie dan kakek menuju ruang depan untuk melihat siapa gerangan tamu yang datang.