Desahan panjang oleh Evan dan Reina malam itu membuat suasana kamar Reina begitu hangat. Tubuh Evan terjatuh dan menindih tubuh Reina yang terbaring di bawahnya.
Setelah semua drama yang terjadi di antara mereka, Evan masih saja bingung antara cinta yang sedang menggebu dalam dirinya kepada Reina, dan rasa bersalah karena mengkhianati Helga, lagi.
"Sayang, aku tau, kamu akhirnya pasti memilih aku"
"Reina, ingat janji ini. Kita akan segera bersama", Evan lalu mengecup kening Reina dan membiarkan Reina tertidur di dalam pelukannya.
Sementara di tempat lain, Charlie sedang sibuk menyetir, berjalan-jalan dengan Helga mengelilingi kota, untuk membuat Helga melupakan kejadian barusan. Namun, setelah sekian lama berjalan-jalan, Helga masih saja menangis sambil memegangi dadanya.
"Kenapa.. rasanya sakit sekali? Kenapa rasanya sangat sesak disini?", kata helga sambil tersedu-sedu.
Charlie yang sudah tidak tahan lagi melihat Helga terus menangis, secara tiba-tiba membanting stir dan berhenti di tepi jalan, yang sukses mengejutkan Helga dan membuatnya berhenti menangis.
"Dengar, Helga, tolong kuatkan dirimu sendiri. Tolong, tegaslah"
"Tapi.. aku.."
"Dengar, apapun keputusanmu saat ini, aku akan mendukung, tapi tolong tegaskan dirimu. Berhentilah menangis, kita akan pulang"
Helga dan Charlie akhirnya sampai di rumah, dan ternyata kakek sudah menunggu di sana.
"Kalian berdua dari mana saja? Dimana Evan?", pertanyaan-pertanyaan kakek membuat Charlie harus angkat bicara.
"Kakek, itu..."
Helga dan Charlie menceritakan apa saja yang telah terjadi, hingga kejadian yang barusan. Kakek yang sedang duduk dihadapan Helga dan Charlie, dengan penuh marah menghentakkan tongkat yang dipegangnya sekali.
"Evan! Anak itu! Dia akan mempermalukan keluarga dan orang tuanya!"
"Helga, apa keputusanmu sekarang?"
"Aku... Meskipun aku sudah mendengar apa yang dikatakan Evan pada Reina tadi, tapi aku mau beri Evan satu kesempatan lagi. Aku mau, dia yang langsung mengatakannya sama aku"
Evan terbangun pukul 5.30 pagi. Ia tersadar dari tidurnya dalam pelukan Reina. Evan bangkit dan memungut satu per satu pakaiannya. Terakhir yang ia tau, ia meninggalkan Helga yang sedang tertidur. Berharap saat tiba di rumah nanti, Helga belum bangun. Evan kemudian mengambil seluruh barangnya dan meninggalkan Reina yang masih tertidur.
Sesampai di rumah, tepat pukul enam pagi, Evan dengan terburu-buru berusaha berlari ke atas ke kamar. Namun, saat hendak melangkah menaiki tangga, ia dikejutkan oleh suara seperti ada seseorang yang sedang menyeruput secangkir kopi dari arah meja makan.
Evan lalu berbalik ke arah itu, dan mendapati Helga yang sedang menikmati kopi paginya.
"Selamat datang, Evan. Aku sudah menunggu kamu pulang. Ayo, duduk di dekatku, kita minum kopi"
Karena rasa panik yang begitu hebat, Evan langsung saja menuruti perintah Helga, dan membuatnya duduk berhadapan dengan Helga. Tak lama ia dikejutkan dengan kemunculan Charlie dan kakek dari arah dapur.
"Oh iya, kakek dan Charlie semalam datang kesini. Aku coba hubungi kamu tapi kamu gak bisa dihubungi"
"Evan, darimana kamu semalaman? Mengapa meninggalkan istrimu?"
"Eh.. Kakek.. Itu, aku ingat ada pekerjaan di kantor jadi langsung kesana"
"Oh ya? Semalam aku menghubungi orang di kantormu, dan mereka bilang kamu tidak ada", pernyataan Charlie barusan membuat Evan semakin gugup.
"Tenanglah suamiku, jangan terlalu gugup. Cukup jelaskan pada kami"
"Apa? Menjelaskan tentang apa?"
Helga kemudian mengambil posisi sedang menopang dagu dengan tangan kanannya sambil menatap Evan di hadapannya, dan hanya mengeluarkan satu kata yang mampu membuat Evan tertekan saat itu juga.
"Reina"