Ketika Ryan dan Shina telah mencapai kesepakatannya dalam bernegosiasi masalah Roy, tiba-tiba terdengar bunyi bel pintu depan.
"Siapa lagi yang ngebel itu?" ucap Ryan
"Mungkin Aris.. Biar aku saja yang bukakan." Shina kemudian bangkit dan menuju ke arah pintu
Sesaat ketika dia hendak membuka pintu..
"Ryan.. Lena.. Kalian ada dirumah..?" ucap seorang wanita paruh baya dengan suara khas yang dikenalinya.
Shina yang saat itu menyadari suara Bu Tomo, mendadak mematung di depan pintu (tidak jadi membukanya). Dari arah dalam ruangan, tiba-tiba Ryan datang dan menarik Shina
"Kau harus sembunyi. Jangan biarkan Mama tahu, kalau kau ada disini."
Ryan terus menarik Shina dan menemuiku yang saat itu tengah memasak didapur.
"Sayang.. cepat sembunyikan Shina. Mama ada didepan" ucap Ryan panik
"Mama..? Kenapa tiba-tiba Mama bisa ada disini? Bukannya dia sedang melakukan perjalanan dinas bersama Papa di Amerika?" tanyaku kaget
"Sepertinya karna masalah gosip kehamilanmu itu.." jawab Ryan yang kemudian kubalas dengan tatapan tidak senang ke arahnya
"Hamil?? Lena kau hamil?" tanya Shina bingung
"Sudah, sekarang.. cepat kita sembunyikan Shina darisini dulu. Dimana baiknya ya.. ehmm.." Ryan berpikir
"Kamar Oka.." ucapnya kemudian dengan tiba-tiba
"Jangan Mas.. Oka pasti tidak nyaman. Bagaimanapun kan dia sudah dewasa sekarang. Bagaimana kalau kamar kita saja?" aku menyarankan
"Yasudah.. Sayang cepat atur posisinya, jangan sampai Mama tahu bahwa Shina ada disini. Aku akan menahan Mama sebisaku, untuk tidak masuk kedalam kamar."
Beberapa saat kemudian Ryan pun membuka pintu.
"Mama.." ucap Ryan dengan ekspresi tidak biasa, karna gugup, panik, dan merasa bersalah saat itu
"Kamu lama sekali bukakan pintu. Mana Lena? Mama mau bertemu dengannya dan calon cucu Mama.." ucap Mama sembari masuk dan menuju ke arah kamar kami
"Ma.. ma.. Mama tunggu aja disini. Lena sekarang sedang istirahat. Biar Ryan bangunkan dia untuk bertemu dengan Mama disini." Ryan menahan sambil mempersilahkan Mamanya duduk diruang tengah
"Tidak usah dibangunkan. Kasihan dia.. biar Mama saja yang pergi lihat dia dikamar. Kamu ini gimana sih Ryan.. Masa orang lagi istirahat disuruh bangun"
"Tapi Ma.." Ryan masih mencoba menahannya
Sementara Bu Tomo, dia tidak mempedulikan putranya itu dan tetap menuju ke arah kamar kami. Kemudian,
"Sayang.. Mama datang. Dia akan masuk ke kamar kita sekarang. Kau sudah bangun kan?" Ryan sengaja mengeraskan suaranya untuk memberikan kode padaku
Aku yang panik saat itu, kemudian menyuruh Shina untuk bersembunyi didalam lemari pakaian kami. Mama pun tiba-tiba masuk ke dalam kamar bertepatan saat aku hendak menutup lemari tempat Shina bersembunyi tadi. Lalu,
"Lena Sayang.. Apa yang kamu lakukan sekarang?" ucap Mama sambil mendekatiku
"Sudah-sudah tidak usah beres-beres, kamu istirahat saja. Kamu ini sedang hamil Sayang, tidak boleh kerja berat-berat.." lanjut Mama berkata
"Nggak kok Ma. Lena cuma beres-beresin pakaian aja tadi." balasku berbohong
"Mama kapan datang, kenapa gak kasih kabar dulu. Kan bisa kita jemput tadi dibandara" ucapku sambil mengajak Mama keluar dari kamar
Tanpa menjawab pertanyaanku, Mama kemudian bilang
"Tidak Sayang.. Kau tidak boleh keluar dari kamar. Mulai sekarang apapun kebutuhanmu tinggal bilang sama Mama dan Ryan. Kau tidak boleh capek atau banyak bekerja.." ucap Mama sambil menuntunku ke kasur untuk beristirahat
"Lena gak apa-apa kok Ma. Lagian kalau Lena kebanyakan istirahat dan gak banyak gerak, bisa-bisa peredaran darah Lena nanti gak lancar Ma." balasku
Saat itu, aku dan Mama banyak mengobrol didalam kamar. Banyak hal yang Mama lakukan untukku, seperti memijat tangan dan kakiku, mengelus-ngelus perutku, menyuapiku makan, memberikanku minuman teh herbal, vitamin, susu dan oleh-oleh lainnya yang dibawa khusus untuk ibu hamil. Jujur, aku jadi merasa tidak enak akan hal itu. Terlebih lagi, saat itu aku dan Mas Ryan telah membohonginya. Bagaimana nanti kalau ternyata Mama tahu bahwa aku ternyata tidak hamil, pasti beliau sangat-sangat kecewa.
Sementara saat itu didalam lemari, Shina terus mendengarkan percakapan-percakapan kecil kami. Dirinya saat itu merasa iri. Bagaimana bisa aku mendapatkan perlakuan seperti itu dari Bu Tomo, sedangkan saat itu, ketika dia sedang menjalin hubungan dengan Ryan, yang ada Bu Tomo malah memperlakukannya layaknya kuman atau bibit penyakit yang harus segera disingkirkan dan dijauhkan dari anaknya. Belum lagi, ketika dirinya saat itu sedang hamil, dia ingat betapa beratnya dia harus melewati masa-masa itu sendirian (sebelum bertemu dengan Aris). Saat itu dirinya sering sakit-sakitan, stress, dan depresi karena bingung bagaimana harus menghadapi kahamilannya diusia muda (19 tahun), tanpa adanya sang calon Ayah Ryan disisinya bahkan ibu mertua yang merawat dan menyayanginya. Jika saja saat itu kesalahpahaman tersebut tidak terjadi dan hubungannya dengan Ryan direstui, dia berpikir mungkin saja Bu Tomo juga akan memperlakukannya sama denganku, sebagai menantu kesayangannya.
Tanpa sadar aku dan Mama telah menghabiskan waktu berjam-jam didalam kamar. Aku yang merasa tak enak dengan Shina, yang saat itu bersembunyi dilemari pakaian, kemudian membisikkan sesuatu pada Mas Ryan, agar segera membuat Mama pergi dari apartemen kami. Akan tetapi, berbagai upaya yang kami lakukan terus gagal dan Mama masih saja berada diapartemen, bahkan tidak pernah beranjak dan menjauh sekalipun dariku. Beruntung saat itu, aku sudah membuka salah satu pintu lemari tempat Shina bersembunyi atau kalau tidak dia bisa merasa sesak nafas dan kehabisan udara didalam sana.
Akhirnya, setelah Ryan berhasil menghubungi Papanya, dan Papa berbicara dengan Mama, barulah beberapa saat kemudian Mama mau meninggalkan apartemen kami. Saat itu dia bilang, dia akan kembali ke kediamannya dan akan datang kemari lagi besok untuk menemaniku. Mama juga bilang pada kami bahwa Mama tidak berada disini dalam waktu lama, hanya 3 sampai lima hari atau paling lama seminggu dan setelah itu harus kembali lagi ke State untuk menemani Papa disana.
Beberapa saat setelah Mama pergi meninggalkan apartemen kami dan kami juga telah mengantarnya sampai loby hingga beliau naik mobilnya, aku dan Mas Ryan kemudian terburu-buru kembali ke unit kami untuk memastikan keadaan Shina. Saat itu, ketika kita membuka lemari Shina pingsan. Aku yang shock dan terkejut, kemudian menyuruh Mas Ryan membawanya ke rumah sakit yang tidak jauh dari apartemen. Aku merasa sangat-sangat bersalah saat itu. Seandainya saja aku menyuruhnya untuk bersembunyi dikamar Oka, mungkin kejadiannya tidak akan berakhir seperti ini. Mas Ryan terus berusaha menenangkan dan meyakinkanku bahwa itu tidak sepenuhnya merupakan salahku, tetapi tetap saja aku merasa tidak tenang.
Disisi lain, Ryan telah menghubungi Aris dan memberitahukan mengenai kondisi istrinya saat ini. Aris yang panik, dengan segera langsung meninggalkan pekerjaannya saat itu juga dan langsung menuju rumah sakit tempat Shina dan kami berada.