Andi menatap dengan memelas pada Reni ketika ia memanggil namanya.
"Mbak boleh aku minta tolong" pinta Andi dengan memelas.
"Ya apa" jawab Rita dengan juteknya.
"Mbak tolong temani aku sampai aku tidur, tolong genggam tanganku, aku merasa sangat nyaman tadi waktu mbak menggenggam tanganku".
Reni langsung memandang garang pada Andi, seolah ia ingin menyobek-nyobek mulut lancang Andi, tapi lagi-lagi ia juga merasa bersalah dengan keadaan Andi.
Tanpa berpikir panjang, dan ia juga sedang merasa malas berdebat, ahirnya ia menyanggupi permintaan Andi.
Rita bangkit dari duduknya kemudian mendekati ranjang lalu duduk di tepi.
Ketika ia menggenggam tangan Andi, tanpa sengaja ia melihat sekelebat wajah Andi yang seakan-akan penuh kebahagian, sampai ia terlintas wajah anak laki-lakinya ketika ia mendapatkan hadiah ulang tahun sesuai harapan.
"Terimakasih mbak, rasanya dengan menggenggam tangan mbak aku akan mampu menghadapi apapun di dunia ini" mulut manis Andi mengeluarkan kata-kata maut.
Rita tak membalasnya ia hanya tersenyum kecut.
"Mbak tolong temani aku sampai aku tertidur ya" pinta manja Andi.
"Ya"
Andi memejamkan mata, namun Rita tahu dari napasnya kalau Andi belum terlelap sepenuhnya, karena capek duduk menyamping, dengan ragu Rita merubah posisi duduknya.
Saat ini ia duduk diatas ranjang dengan meluruskan kedua kakinya yang terasa kebas.
Karena haripun telah larut, tanpa sengaja Ritapun ketiduran.
Andi yang menyadari wanita disampingnya telah terlelap menggunakan kesempatan itu untuk mengubah posisi tidur Rita.
Saat ini Rita telah tertidur dalam pelukan Andi, tak lupa ia juga menyelimuti tubuh Reni dengan selimut, hingga mereka benar-benar tidur satu ranjang, dengan posisi yang menempel.
Khaira yang sedang tertidur lelap tiba-tiba mengalami mimpi buruk, seolah dalam mimpinya Andi membawanya kesebuah lorong gelap nan sempit tanpa tepi dan meninggalkannya srorang diri ketika ia terjatuh, sementara mamanya yang melihat hal tersebut juga tak membantunya.
Seolah dalam mimpi itu Reni hanya memandang dan menatapnya penuh penyesalan kemudian justru menghilang bersama hilangnya Andi.
Dalam lorong itu ia tak mampu berbuat apapun, sampai ahirnya tempat itu mulai retak sehingga puing-puingnya berjatuhan kemudian.
"Tolong...." teriak Khaira ketika terbangun dari mimpi itu, keringatnya bercucuran dan matanyapun basah karena air mata.
"Kakak kenapa?" tanya Reihan yang ikut terbangun ketika Khaira menjerit.
"Ga papa dek, kakak cuma mimpi buruk".
"Tenang ya kak, ada Rei disini" Reihan mencoba menenangkan Khaira.
Khaira segera menghubungi ponsel Andi ataupun Rita, akan tetapi tak ada jawaban dari ke dua orang itu, membuatnya tak bisa tenang kemudian menangis histeris.
"Mama....." teriak Khaira ia merasa takut akan kembali kehilangan orang yang ia sayangi "Rei mimpi kakak terasa begitu nyata, kakak takut terjadi apa-apa pada mama dan kak Andi".
"Sudahlah kak, kakak tenang saja kakak harus yakin mama baik-baik saja" Rei menasehati anak laki-laki sepuluh tahun itu terdengar lebih dewasa dari usianya.
"Rei kakak takut, Rei kamu janji apapun yang terjadi kamu jangan tinggalin kakak ya".
"Tenang kak Rei akan menjaga kakak, Rei akan jadi laki-laki kebanggaan kakak".
Mendengar kata-kata yang keluar dari bibir Rei Khaira tak tahu harus tertawa atau menangis, ia langsung memeluk adik satu-satunya.
"Dasar kamu anak sok dewasa".
Rei tertawa lalu menarik kedua sudut bibir Khaira sampai terbebtuk senyum, ahirnya senyumpun keluar dari mulut Khaira yang gemas dengan tingkah adiknya.
Sejak papa mereka meninggal Rei yang baru masuk SD memang lebih sering bersama Khaira, mereka hanya melewati hari berdua ditemani para ART rumah itu.
Rita lebih sering berada di luar rumah, karena ia memang jadi tulang punggung keluarga tersebut saat ini, biasanya Rita hanya bertemu mereka saat sarapan karena ia harus pergi pagi pulang malam, atau malah satu minggupun mereka sama sekali tak bertemu dengan ibunya.
Keadaan yang berlangsung selama bertahun-tahun itu membuat mereka seolah hanya memiliki satu sama lain.
Pagi hari Andi bangun ia melihat Ritai masih terlelap dalam pelukannya, ia tertawa puas mendapati kenyataan itu, lalu ia mendekap wanita itu dan kembali terlelap.
Satu jam kemudian ketika pintu kamar diketuk Ruta bangun, ia begitu terkejut ketika menyadari situasi memalukan tersebut, tapi karena Andi memeluknya begitu erat ia takbisa berbuat apapun.
tok...tok...tok.
"Bu...maaf apa ibu sudah bangun".
"Sudah bu, sebentar lagi kami keluar" jawab Rita yang belum bisa melepaskan diri".
Teriakan Rita membuat Andi terbangun, ketika mata meraka saling bertemu Andi pura-pura terkejut.
"Maaf mbak, saya tidak tahu kalau mbak Rita sampai tertidur di sini".
"Sudahlah... ini bukan saatnya minta maaf, sekarang lepaskan saya". Jawab Rita jutek, sambil menahan marah dan malu.
Mereka ahirnya keluar dari kamar, setelah membersihkan diri kemudian mereka menikmati jamuan tuan rumah.
Ditengah suasana sarapan Rita meminta ijin untuk meminjam ponsel.
"Pak maaf, apa saya bisa meminjam hand phone, saya ingin menghubungi anak saya".
"Bisa bu" Narti segera mengambil hand phone kemudian menyerahkan pada Rita.