Chereads / Kisah Diantara Dua Hati. / Chapter 6 - Brandal Kecil

Chapter 6 - Brandal Kecil

Rita memutar nomor Khaira, terdengar nada sambung setelah cukup lama ia menunggu ahirnya diujung lain seorang gadis mengucapkan salam.

"Assalammu'alaikum".

"Wa'alaikummsalam, sayang".

"Mama..." Khaira menangis mendengar suara Rita.

"Khaira sayang jangan menangis".

"Aku mimpi buruk semalem, aku takut mama kenapa-napa".

Dengan berat hati Rita menceritakan soal perampokan dan pemukulan terhadap Andi, juga dimana mereka saat ini.

Yang tak diceritakan Rita adalah, jika mereka dikira suami istri, tentang igauan Andi atau insiden ranjang yang terjadi diantara mereka.

Mendengar semua itu Khaira merasa tenang juga bercampur khawatir.

Saat itu Khaira sedang berada di kampus bersama dua temanya Sania dan Lidya mereka adalah teman Khaira sejak SMA.

"Ra lo kenapa?" tanya Lidya ketika melihat wajah cemas Khaira.

"Dya mama sama mas Andi semalem kerampokan?".

"Apa terus gimana? kasihan sekali si ganteng" sela Sania.

"Ga papa Sani, beruntung ada yang membantu mereka".

Dengan kabar dari Rita Khaira ahirnya merasa lega.

Sementara di rumah keluarga pak Kardi setelah selesai sarapan Rita memohon pamit, kemudian memutuskan untuk segera melanjutkan perjalanan.

Dalam perjalanan Rita tak mengeluarkan sepatah katapun, ia memilih menikmati pemandangan diluar kaca yang iandah, untuk mengurangi rasa kesalnya pada Andi.

Andi yang kikuk namun mukanya ditebel-tebelin langsung membuka suara.

"Mbak maaf atas kejadian semalam, aku ga bermaksut".

"Ya lupain saja, ga usah kamu masukin hati". jawab Rita masih dengan juteknya.

"Mbak kita mau langsung pulang?".

"Ya".

Merasa dicuekin Rita akhirnya Andi terdiam karena merasa malu.

Sementara di sebuah rumah yang cukup megah sebuah keluarga bahagia tengah berkumpul anggota keluarga itu, mereka terdiri dari sorang ayah yang tampan dan berwibawa bernama Sulaiman, Ibu Khadijah yang cantik dengan mata besarnya, anak laki-laki pertama mereka Sultan yang berusia tigapuluh tahun bersama istri dan anaknya yang berusia tiga tahun, dua putri kembarnya Razia, dan Sazia duapuluh lima tahun bersama suami mereka, mereka sedang menikmati makan siang dengan menu yang memenuhi meja panjang itu.

Mereka adalah keluarga keturunan Arab yang kaya, jadi tak heran jika kehidupan mereka sangat mewah.

"Umi dimana anak nakalmu".

"Abi....namanya Fariz abah, dia bukan hanya anak umi, dia juga anak abi jangan lupa".

"Ya memang, tapi gara-gara umi memanjakannya dia jadi anak badung".

"Abi....dia masih keci".

Ditengah perdebatan itu datang seorang remaja laki-laki yang tampan berusia tiga belas tahun tubuhnya sudah demikian tinggi dan atletis, matanya bulat dan besar, bulu matanya lentik, bibirnya sedikit tebal dengan warna merah yang ditumbuhi kumis tipis tampak berjalan dengan gaya sok jagoan.

"Fariz....kesayangan Umi, baru pulang kamu nak".

"Dasar anak badung, darimana kamu?" bentak abi.

"Tenang abi...Fariz baru pulang latihan basket, Fariz ingin jadi idola cewek disekolah Fariz" jwab Fariz enteng.

"Dasar" Sulaiman ingin sekali menghajar anak bungsunya yang paling berbeda watak dan tabiatnya tidak seperti ke_tiga kakaknya yang penurut.

Khadijah segera menenangkan Sulaiman, ia mengelus dada Sulaiman sambil berkata " Abi....sabar".

Sultan yang geram melihat adik badungnya kemudian mnyeretnya agar tak membuat abinya semakin marah, ia membawa Fariz ke taman belakang rumah bernuansa arab dengan cat keemasan itu.

"Fariz....apa mau kamu, jangan buat abi marah kamu tau kan abi punya sakit jantung".

"Memang apa salah Fariz bang, Faris cuma latihan basket, Fariz ga bikin masalah".

"Abi tuh pengennya kamu serius belajar, mondok, abi mau kamu nerusin cita-cita abi jadi imam masjid".

"Fariz ga mau, Faris mau jadi pengusaha seperti abang, Fariz mau sekolah ke luar negri, Fariz ga mau ngikutin kemauan abi".

"Riz....kamu".

"Kenapa ga abang aja, Fariz ogah".

Remaja tampan itu berlari menuju ruang makan sambil berteriak "Abi jahat, abi ga ngertiin Fariz, abi ga sayang Fariz" Fariz berlari menuju kamarnya dilantai dua.

Sampai di dalam kamar ia membating pintu dan menguncinya, sambil terus bertetiak.

Sementara diruang bawah keluarganya merasa tegang, muka Abi semakin memerah karena amarahya.

Melihat abi yang dibakar api kemarahan ke dua putrinya segera menenangkan Sulaiman mereka memberikan kabar gembira, dengan mengatakan bahwa mereka sedang hamil.

Sulaiman yang murka seketika mereda mendengar kabar tersebut, ia sekarang jadi tertawa keras "Aku akan punya cucu lagi..

ha ha ha, terimakasih ya Allah, kalau aku punya cucu lagi aku tidak akan memperdulikan berandal kecil itu lagi, terserah dia mau apa..."

Khadijah anak anak dan menantunya keheranan, tapi merasa lega karena ayahnya tidak jadi marah, mereka khawatir dengan kesehatan ayahnya.

"Sudah....sekarang kita makan saja, jangan pedulikan Fariz si pembuat onar itu" ajak Sulaiman.

Ketegangan itu akhirnya hilang berganti suasana bahagia.

Satu jam berlalu, Fariz merasa lapar akhirnya dengan cemas ia turun untuk mengambil makanan ia mengendap-endap seperti pencuri, ketika sampai didapur tanpa sengaja ia menabrak salah satu asisten rumah tangga dan pyar.....suara benda jatuh dan pecah menggema di rumah itu.

Khadijah segera berlari menuju dapur dan mendapati anaknya tengah ketakutan, ia segera meraih tubuh anaknya lalu menenangka anak laki laki kesayangannya.

"Ada apa nak?".

"Maaf Umi, Fariz ga sengaja".

"Kamu sedang apa?" tanya umi lembut.

"Fariz lapar umi, tapi Fariz takut sama abi". Fariz menjelaskan perasaannya.

"Anak umi sayang" Khadijah memeluk erat tubuh Fariz "Abi tidak membencimu, abi hanya belum bisa menerima cita-cita kamu sayang ,anak umi kasian kamu nak".

"Fariz menangis ketakutan".

"Kamu lapar ya nak ya, ayo kita ke kamar, Bibi tolong siapkan makanan untuk tuan muda, bawa ke ke kamar ya".

Khadijah membawa putranya menuju kamar sambil menenangkannya.

Sementara keluarga yang lain hanya menatpnya, dan sang ayah tertawa mengejek merasa kemenangan sudah ia dapatkan.