Malam hari sebelum kepulangannya di tengah jalan mereka dihadang sekelompok perampok dijalan yang sunyi.
Padahal waktu itu mereka hanya ber dua sedang komplotan prampok itu lebih dari lima orang, mereka memaksa Rita dan Andi keluar dari mobil dengan wajah tegang.
"Serahkan tas kamu" bentak salah seorang perampok.
"Tanpa pikir panjang Rita segera memberikan tas itu.
Setelah satu per satu barang yang mereka minta sudah di berikan, tiba-tiba salah seorang dari komplotan tersebut mendekati Rita dan mencoba menyentuhnya.
Rita menghindarinya, namun dengan segera dua orang memegangi Rita, mereka mencoba untuk melecehkan Rita.
"Hei... tuan muda istrimu ternyata lumayan juga, sepertinya kami tertarik untuk bermain-main dengannya" kata salah seorang prampok, sambil mencoba memegang salah satu daerah sensitif Rita yang tampak menggiurkan.
Sambil menangis Rita mencoba menghindar, ketika orang tersebut hampir melakukan pelecehan, tiba-tiba Andi berlari untuk menarik laki-laki itu.
"Hei... perampok kurang ajar, jangan sentuh wanita itu".
Andi memukul perampok tersebut tepat pada wajahnya, ketika perampok tersebut jatuh ia segera bersiap menghajar laki-laki kurang ajar itu.
Akan tetapi dengan segera dua orang lainnya segera menahan Andi.
"Wau... suami yang setia, lihat nyonya suamimu begitu mencintaimu hahahah....."
Seseorang yang mungkin adalah kepala gerombolan itu tertawa diikuti tawa anggota lain, setelah itu ia mendekati Andi kemudian memukulnya dengan keras.
Andi meringis menahan rasa sakit setelah menerima dua kali pukukan tepat di perutnya.
"Lihat nyonya demi cintanya padamu, suamimu rela dipukuli, rasakan tuan sok jagoan" sambil bicara ia kembali memukul Andi hingga ia babak belur.
"Lepaskan dia, tolong lepas" pinta Rita dengan derai air matanya.
"Aku akan melepasnya asalkan kamu mau melayaniku".
"Kurang ajar" Andi berusaha menendang laki-laki itu akan tetapi ia justru kembali mendapatkan pukulan.
Akhirnya Rita berteriak minta tolong, sampai ada seseorang mendekat, ahirnya karena ketakutan para perampok itu kabur.
Andi terkapar tak berdaya banyak luka lebam, sampai seseorang mebantunya, ia menawari mereka untuk singgah sementara untuk mengobati luka Andi.
Setelah mematikan mesin mobil dan mengonci pintu, mereka mengikuti pria setengah baya itu menuju rumahnya.
"Bu... sepertinya luka suami ibu agak parah, kalau berkenan silahkan mampir ke rumah saya".
Tanpa berpikir panjang Rita langsung menyetujui tawaran seorang laki-laki yang tempak baik dan sederhana itu.
Mereka masuk ke dalam sebuah rumah sederhana namun tertata rapi, saat mereka memapah Andi ke sofa muncul seorang wanita dari dalam yang terlihat panik.
"Ada apa pak?" tanya wanita itu.
"Tidak ada bu, barusan ibu ini dan suaminya dirampok, dan suami ibu ini dipukuli sampai babak belur, ibu tolong ambil air hangat dan buat minum ya!" pinta pria baik hati itu.
Beberapa saat kemudian wanita tadi keluar membawa apa yang suaminya inginkan, mereka segera mengompres lika-luka andi, yang masih tampak setengah sadar.
Setelah dirasa cukup pria itu mempersilahkan Rita untuk minum dan memperkenalkan diri.
"Bu silahkan dimininum".
"Ya terimakasih pak".
"Maaf saya belum memperkenalkan diri, nama saya Kardi dan ini istri saya Narti".
"Terimakasih pak Kardi dan ibu, kami sudah merepotkan, nama saya Rita".
"Bu luka suami ibu kan cukup parah, dan ini sudah malam, kalau ibu tidak keberatan silahkan beristirahat dirumah sederhana kami, kebetulan ada kamar kosong, karena anak saya sedang bekerja di luar kota".
"Terimakasih pak, maaf jadi merepotkan".
"Tidak bu, bu lebih baik ibu dan bapak istirahat saja, biar luka suami ibu cepat sembuh".
Rita menurut apa yang pak Kardi katakan, ia dibantu istrinya memapah Andi ke kamar, setelah membaringkan Andi di ranjang, sepasang suami istri itu meninggalkan mereka.
Didalam kamar yang berukuran dua kali dua meter itu Rita merasa bingung harus berbuat apa, dalam kamar itu hanya ada satu ranjang kecil dan karpet sebagai alas lantai.
Tak mungkin ia tidur di lantai, tapi lebih mustahil lagi kalau ia harus satu ranjang dengan Andi.
Suasana terbalik dirasakan oleh Andi, ia sangat puas karena ia merasa bahwa pengorbanannya yang harus merasakan sakit berbuah manis, ahirnya ia mendapat kesempatan emas untuk merebut hati Rita.
Beberapa saat kemudian Andi pura-pura bermipi dari pingsannya, dengan segera ia berpura-pura merintih.
Reni yang tertidur dipojok ruangan itu kaget mendengar rintih kesakitan Andi, dan secara reflek memegang tanganny.
"Andi..... kamu kesakitan, maaf karena saya kamu jadi begini".
"Khaira....maaf maafkan aku".
"Pasti Khaira memaafkan kamu, dia sangat mencintai kamu Andi".
"Khaira...maaf, aku mencintai wanita lain maaf".
Reni terkejut mendengar pernyataan Andi, jika saja Andi dalam keadaan sadar dan tidak terluka, pasti ia akan menampar laki-laki itu dengan sangat keras, karena sudah berani menipu anaknya, apa lagi keadaan Andi saat ini juga demi melindungi dirinya.
Rita merasa sangat marah, ia ingin segera memberi pelajaran pada Andi, segera setelah ia sembuh ia pasti akan memecatnya tanpa ampun.
Rita berada dalan dilema sampai tanpa sadar ia menggenggam dengan keras tangan Andi, yang seketika berpura-pura kesakitan.
"Au....sakit, ada apa mbak?" tanya Andi pura-pura bego.
"Ga kok, bukan apa apa, kamu lanjutkan saja istirahatmu" jawab Reni sambil membuang muka.
"Mbak silahkan mbak tidur di ranjang, biar aku tidur di lantai, mbak kan capek".
"Sudahlah ga masalah kok, kamu istirahat lagi aja biar cepat pulih" jawab Rita sambil melepaskan genggamannya pada Andi.
Ia kemudian kembali ke tempatnya semula, untuk beristirahat.
Tanpa Reni sadari keadaannya yang hanya memakai atasan you can see karena blazernya ia gunakan untuk menutup kaki jenjangnya, membuat mata liar Andi tak henti memandanginya, otak bulusnyapun.kembali bergerilya.