Tiwi dan Lucky pun akhirnya pergi ke tempat mereka fitting baju pengantin. Disana mereka sudah disambut hangat oleh pemilik butik nya yang sudah sangat Tiwi kenal karena beliau adalah salah satu anggota kumpulan arisan oleh Bunda nya.
"Eh, kalian udah sampai??" tanya seorang wanita paruh baya yang bernama bu iren.
"Iya tante... apa bisa langsung aja nih tan? soalnya kita masih banyak urusan." Tiwi tertawa nyengir pada ibu tersebut.
"Duuh, gak sabaran banget sih wi... eh ngomong ngomong kamu gendutan ya? tapi tetep cantik kok, ya meskipun gak selangsing dulu lagi..hehehe. lagian kalian ini pasangan yang serasi ya, soalnya wajah kalian ada mirip mirip nya gitu.. katanya kalo mirip itu memang jodoh ya.." bu Iren senyum senyum terhadap dua sejoli itu.
Sementara Lucky hanya bisa menyergitkan dahi nya dan pura pura senyum agar si ibu itu gak kesinggung padahal dalam batinnya dia lah yang kesinggung 'apaan sih ni tante tante bilangin gue mirip sama ni cewek aneh, emang nya kita satu pabrik apa?'. dia bersungut meskipun hanya didalam hati namun wajah nya menunjukkan ekspresi datar dan dingin.
Tiwi hanya nyengir gak jelas mendengar perkataan bu Iren itu dan dia sadar kalo dia itu memang agak gemukan karena kan dia lagi berbadan dua. Hal itu membuat dia sedikit minder dan mikir apakah baju baju itu bisa dia pakai atau bakalan kesempitan.
"Ya udah tan, kita langsung aja" ajak Tiwi.
"Owh iya nak Tiwi silahkan ke ruang ganti sebelah kanan, disana itu udah ada beberapa baju yang dipilihkan oleh Bu Sondang yang sesuai sama selera kamu. kamu tinggal milih aja yang mana mau kamu pakai. sedangkan mas ini, keruang ganti kiri aja ya disana juga udah disediain kok." jelas bu Iren.
Beberapa menit kemudian, Lucky sudah keluar dari ruang ganti nya dengan tuxedo warna biru tua nya. dan dia duduk di sofa yang ada didepan ruang ganti itu sambil memainkan ponsel nya sembari menanti Tiwi selesai.
Sudah cukup lama Tiwi bingung dengan gaun warna apa yang harus dipakai nya. karena dia dari tadi gak nanya sama Lucky supaya warna pakaian mereka serasi. akhirnya dia milih warna kesukaan nya yaitu warna biru. gaun itu sangat cocok dengan tubuh nya dan dilengkapi dengan beberapa pernak pernik yang tidak terlalu banyak dan menurut nya itu bagus untuknya. "Kayak nya aku pakai ini aja deh (mengangkat gaun itu) gak terlalu seksi dan norak juga. kalo urusan warna ya... Bodo Amat lah, siapa suruh dia gak nanya sama ku. palingan nanti tinggal nyuruh tuh si mas bro ganti dengan warna yang sama deng,." kemudian dibantu oleh beberapa karyawan lainnya dia dipoles dengan berbagai riasan diwajah nya yang tidak terlalu tebal hingga wajah natural nya masih nampak.
Tiwi keluar dengan perlahan dari ruang ganti nya karena dia takut merusak gaun yang dipakai nya itu. setelah sampai di depan pintu, dia terkejut melihat Lucky yang juga sedang melihat nya dari sofa. pandangan mereka beradu di udara, manik mata mereka bertemu dan tiba tiba ada yang aneh yaitu mereka sama sama merasakan detak jantung yang kencang sangking kencangnya seakan akan ada gempa di dalam sana. mereka saling pandang dengan wajah kagum melihat sosok dihadapan mereka sendiri. Tanpa sadar kedua nya saling membuka mulut nganga karena merasa melihat prince dan princes dihadapan mereka masing
'Wah, ternyata kalo diliat liat lagi si mas bro keren juga ya. duh, meleleh deng gue..' Tiwi bergumam dalam hati sambil menunjukkan wajah terpukau tapi dia langsung menunduk karena pipinya juga merona sebab Lucky terus memandangi nya dengan pandangan yg entah apa artinya tapi yang pasti dia juga terpesona sama penampilan Tiwi.
"Wah...cie yang saling tatap tatapan baju nya couple lagi padahal kan belum ada persetujuan mau pake baju warna yang mana, memang ya kalo jodoh itu udah ada kontak batinnya gitu hehehe." Perkataan bu Iren barusan menyadarkan mereka dan berdehem untuk mengembalikan ekspresi mereka seperti biasanya. "Duh Tiwi...nanti juga setelah menikah kalian bakalan saling tatapan kok tiap hari tenang aja" bu Iren menghampiri mereka sambil tersenyum melihat tingkah mereka.
"Ihh.. tante apa apan sih?" Tiwi malu dan menyenggol bahu bu Iren. "Sekarang ngapain lagi tan?"
"Duh, pake nanya lagi. ya foto lah... emang nanti di undangan nya kamu mau muka orang lain yang di tempel? udah yuk, kita ke studio." ajak bu Iren
Mereka berdua hanya mengangguk dan mengikuti bu Iren ke dalam studio karena kebetulan Butik milik nya itu menyediakan studio foto untuk foto pra wedding.
Tidak perlu memakan waktu yang banyak buat Lucky dan Tiwi berfoto. karena memang potografher nya tidak meminta mereka melakukan adegan yang sulit hanya sederhana dan simple saja jadi mereka mudah mengikuti.
Setelah semuanya sudah selesai mereka akan balik kerumah sesuai permintaan papi nya Tiwi. selama mereka ada di butik, tidak ada percakapan diantara mereka. Mereka saling diam bahkan sampai di mobil pun mereka tetap diam. Tiwi fokus menyetir karena Lucky masih belum tau lika liku jalan di kota Bandung. sedangkan Lucky fokus pada ponsel nya.
"Loh, kenapa kita berhenti disini?" tanya Lucky bingung pada Tiwi karena memang mobil ferari milik Tiwi itu berhenti di depan sebuah restoran bukan dirumah Tiwi seperti yg dikatakan papinya pagi tadi.
"Gue lapar, loe mau makan atau tetap disini?" Membuka pintu mobil dan melangkah kan kakinya keluar.
Lucky pun memilih keluar karena memang dia juga lapar setelah fitting baju tadi. Mereka duduk disalah satu meja disudut restoran itu kemudian Tiwi memesan makanan begitu juga dengan Lucky. setelah memesan makanan mereka kembali sibuk dengan dunia mereka.
"Apa aku boleh nanya?" Lucky tiba tiba membuka pembicaraan yang membuat Tiwi mengerutkan kening heran karena dia merasa bahwa mahluk dihadapan nya ini orang yang sangat cuek dan tidak peduli.
"Tumben mas bro bicara, biasanya diam mematung" dia meneliti setiap sudut wajah Lucky memastikan bahwa dia tidak kenapa napa.
"Saya serius, saya mau nanya satu hal sama kamu." Lucky memang serius kali ini
"Memang nya hal serius apa yang mau mas bro tanyain ke gue?" dia kembali mengerutkan keningnya.
"Tapi sebelumnya kita bisa ngak pake bahasa aku kamu aja, gk usah pakai bahasa kamu yang alay itu." Lucky kembali memasang wajah datar dan hal ini yang membuat Tiwi malas dan memutar bola matanya.
"Iya iya, apa yang mau mas bro tanyain?"
"Lelaki yang mengantar kamu semalam siapa?" tanya nya dengan suara yang halus dan serius. Tiwi kembali bingung dengan manusia dihadapannya ini, karena baru saja di bersifat datar dan dingin sekarang dia jadi kepo.
"Ouwhh, emm itu ya." dia hanya bilang itu kemudian melihat wajah Lucky apa kah ekspresi nya berubah lagi. "Tapi sebelum aku jawab pertanyaan mas bro, aku juga mau nanya sama mas bro dan mas bro harus jawab jujur ada hubungan apa mas bro dengan sahabat aku putri?" Tiwi memasang wajah dan mata menyelidik.
Wajah Lucky kembali menjadi dingin karena dia jengkel dengan Tiwi 'ditanya malah balik nanya?' batinnya berdecak. sementara Tiwi membulat kan matanya dan menggeleng pelan 'ternyata mas bro bukan manusia biasa, dia manusia jadi jadian. soalnya dengan cepat mukanya yg kepo berubah lagi jadi setan, ckckck'.
"Kenapa kamu malah balik nanya?" Lucky menaikkan sebelah alisnya.
"Lah, trus kenapa mas bro kepo soal Rey?" tanya nya balik.
"REY?" dia mengerut dahi dan melihat Tiwi yg hanya mengangguk
"Iya, Rey... lelaki itu Rey sahabat terbaik ku. Dia itu selalu bisa buat aku ketawa" Tiwi tersenyum dan meyakinkan Lucky.
Kemudian Lucky termenung mengingat kejadian semalam
*FLASHBACK OFF*
Lucky terbangun dari tidur nya dan dia melihat jam ternyata sudah pukul 11 malam. Dia masih memikirkan siapa wanita yang dia dan olivia temui di kafe itu. wanita yang sudah secara sengaja mempermalukan nya, ya memang Lucky sadar karena dia tidak melihat tempat saat ciuman dengan Olivia. Tapi dia merasa sangat familiar sekali dengan suara dibalik masker hitam itu. memang tidak terlalu jelas tapi Lucky merasa kalo dia mengenal sosok wanita itu.
Kemudian dia merasa haus dan berniat untuk turun ke dapur melegakan kehausannya tapi ketika dia berjalan ditangga, Lucky melihat diruang tamu ada seorang lelaki berdiri dekat pintu bersama dengan Tiwi dan juga Bunda nya, mereka kelihatan akrab sekali. Lucky pun menguping pembicaraan mereka.
"Kamu gak mampir dulu nak?" tanya Bunda padanya
"Ahk, gak usah bun, ntar jadi kemalaman pulang nya..." senyum pria itu
"Kan loe bisa nginap disini? biasanya juga kalo loe abis ngantarin gue pasti mampirnya lama dan pasti nginap, kok tumben gak mau. ini tuh udah malam loh, loe gak takut apa pulang sendirian? mana mau hujan lagi." Tiwi cemberut sambil menyenggol bahu pria itu.
Melihat itu ntah kenapa Lucky merasa berubah jadi panas hati
"Duh loe itu ya gak ngerti apa?" Pria itu menarik hidung Tiwi dan membuat nya mengaduh kesakitan "Loe itu bentar lagi udah mau nikah, gak etis lah kalau ada orang asing nginap disini. lagian gak enak juga sama calon mu" tersenyum sambil merangkul bahu Tiwi.
"Ya udah, Hati hati dijalan ya nak, jangan lupa kabari bunda kalo udah sampe" Bunda tersenyum dan mengusap kepala lelaki itu seperti anak sendiri karena memang Rey tidak asing lagi disana bahkan dia juga memanggil BUNDA pada ibunya Tiwi Kemudian ia pergi masuk kedalam kamar nya.
"Gue pulang dulu ya kecebong," mengusap puncak kepala Tiwi dan secara tiba tiba Tiwi memeluknya "Makasih banyak ya Rey, karna loe gue bisa ketawa lagi. jangan pernah lupain gue ya.." Tiwi menangis di pelukan Rey.
Rey mengusap punggung Tiwi kemudian ia melepas nya pelan dan memegang kedua bahu Tiwi sambil menatap dalam "Gue akan selalu ada dalam suka dan duka mu wi." Kemudian dia mencium kening Tiwi "Ini sebagai tanda kalau aku akan selalu ada untukmu". Tiwi kemudian tersenyum setelah itu ia melihat Rey pulang dengan mobil nya.
Ia menutup pintu dan berniat langsung ke kamar tapi dia terkejut melihat sosok manusia berdiri di tangga menuju kamarnya itu.
" Mas bro ngapain disana?" tanya nya dri bawah tangga atau tepat nya dari ruang tamu.
Wajah Lucky masih memerah dan rahang nya mengeras. dia sendiri tidak tau kenapa dia jadi marah melihat hal itu tanpa menjawab pertanyaan Tiwi dia langsung turun dan menuju dapur tanpa melihat ke arah Tiwi.
Tiwi sendiri bingung dan heran melihat nya "dasar gila! ditanya gak dijawab." gumam nya.
*FLASHBACK ON*
"Mas...mas bro.." Tiwi melambai tangan diwajah Lucky untuk menyadarkan nya dari halu nya. Lucky tersadar dan kemudian berdehem mengembalikan keadaan nya.
"Ehm...iya ada apa?"
"Ini makanan mas bro masih mau dimakan atau dibalikin lagi?" Tiwi menguyah makanan nya yang tinggal setengah lagi karena sedari tadi Lucky hanya melamun tanpa menyentuh makanan itu. Kemudian dengan cepat Lucky menyendokkan makanan itu ke mulut nya sambil sesekali melihat Tiwi yang sangat rakus memakannya dia merasa geli tapi lucu.
"Heh, kamu abis nguli ya? kok makannya kayak orang yang dua hari gak makan aja" Lucky kembali memakan hidangan didepan nya.
"Hey mas bro, mas gak ingat atau pura pura gak ingat? nih aku tuh harus ngasih makan satu orang lagi didalam dan itu juga keturunan mu!" dia berdecak kesal dan kemudian menghabiskan makanannya.
Lucky tersenyum "Ya udah kalo kamu mau pesen lagi gak apa apa kok."
Tiwi heran melihat Lucky pertama kali senyum padanya dan membuat dia deg deg an lagi 'duh nih si mas bro apa apaan sih? tumben senyum. ini seharusnya gue abadiin nih kan jarang jarang manusia berwajah datar itu bisa senyum. tunggu....apa jangan jangan dia lagi kerasukan ya?' Kemudian dia menggeleng geli terhadap apa yg dia katakan didalam hatinya itu.
Setelah selesai melakukan kewajiban makan, mereka kembali ke mobil untuk pulang. Tapi tiba tiba dia menghentikan langkah dan memutar balik menghadap Lucky yang sedari tadi hanya bisa mengekor saja dan itu juga membuat dia berhenti dan membalas tatapan Tiwi itu.
"Apa ada yang ketinggalan?"
"Ada.." Tiwi mengangguk "Mas bro belum jawab pertanyaan aku!." dia memicingkan matanya mencoba mendekat ke tubuh Lucky untuk menginterogasinya.
"Ada hubungan apa mas bro sama Putri teman sekantor aku?".