Waktu telah menunjukkan pukul 20:00, sudah saatnya untuk beraksi. Ia pun pergi berjalan ke samping rumah Mala dan menaiki pagar yang tinggi itu. Dengan mengandap-endap, ia melangkah secara berhati-hati sembari memperhatikan keadaan sekitar. Setelah sampai pada lokasi yang dituju, ia mengetuk jendela yang menurutnya adalah kamar Mala. Bolak-balik ia mengetuk jendela tersebut, namun belum ada respon. Kira-kira lima menit menanti, akhirnya Mala membukakan jendelanya. Kama pun langsung melompati jendela tersebut dan masuk ke kamar Mala.
"Apa yang kau lakukan?" ucap Mala yang masih tidak menyangka kelakuan gila Kama tersebut. "Apa yang kau inginkan dariku? Aku lelah. Aku merasa tertekan."
"Aku hanya ingin mengecup keningmu, Mala."
"Kita sama sekali tidak ada hubungan Kama. Aku mohon, cukup!" jawab Mala memohon.
Tanpa mendengarkan perkataan Mala, Kama pun langsung melancarkan kecupannya ke kening Mala dan kembali melompat jendela untuk segera pergi.
"Kau kira aku akan pulang dengan tangan hampa? Kau akan jatuh cinta padaku!" ucap Kama sembari berlari dan kembali menaiki pagar.
Mala pun terduduk di kasurnya, "Mimpi apa aku semalam sampai bisa bertemu dengan orang gila itu?" Ia masih tidak menyangka semua itu bisa terjadi padanya. Bahkan semua itu terjadi dalam waktu yang singkat. Ia melihat Kama seperti tidak memiliki rasa takut. Ia berbuat semaunya. Ia selalu memiliki cara agar kemauannya bisa tercapai.
Selepas dari kejadian tadi, Kama pun pergi ke tongkrongannya dengan wajah yang riang. Ia membawa sebotol minuman keras di tangannya dan meminumnya dengan bringas. Ia merayakan keberhasilannya mengecup kening Mala. Ia pun berteriak dengan riang sejadi-jadinya.
Seperti biasa, mereka menghabiskan waktunya bergitar dan bernyanyi bersama menunggu sang fajar menyapa. Entah apa yang ada di pikiran mereka. Namun, inilah defenisi sederhana dari bahagia. Yang hanya bisa dirasakan oleh beberapa orang saja. Misalnya, mereka.
"Apakah kau menikmati harimu?" tanya Jamal.
"Tentu saja, aku sangat menikmati hari ini. Tidak hanya hari ini, mungkin sampai seterusnya."
"Mengapa kau berani berkata seperti itu? Kau tampak begitu yakin."
"Aku telah menemukan kebebasanku dan kali ini aku juga sudah menemukan belahan jiwaku. Aku manusia paling bahagia di muka bumi ini. Kau harus tahu itu."
Kama meneruskan minumnya sembari menghisap rokok di dinginnya malam. Semua terasa berwarna. Tak ada lagi hal yang perlu dicemaskannya selagi itu bersama dengan Mala. Memang, cinta sering kali membuntuhkan logika, dan kali ini ia sedang mengalaminya. Di sela-sela kegiatannya, ia selalu menyempatkan diri untuk menuliskan apa pun yang terlintas di pikirannya.
Jika kita telah saling mencinta, orang tuamu bisa apa?
Melarang kita?
Aku rasa ia akan gagal.
Ia pun terus menuangkan segala pikiran yang berkelana di kepalanya. Jarinya terus menulis. Menghabiskan sisa kertas yang masih bisa untuk diisi.
Mala, asal kau tahu.
Bahkan memiliki sejuta teman pun aku masih akan merasakan kesepian yang terus membelenggu.
Aku selalu merasa ada yang kurang dalam hidupku.
Mungkin yang kubutuhkan selama ini adalah dirimu.
Yang akan mendampingi tidurku.
Melupakan segala omong kosong dunia yang begitu menganggu.