Pagi masih begitu dingin, Mala mulai bergegas untuk pergi menuju kantor. Gerbang rumah dibukakan oleh satpam. Ia pun keluar dan memberi salam. Tampak seorang lelaki yang sudah tidak asing lagi baginya. Ia menunggu tak jauh dari rumah, Mala pun menghampiri.
"Akhirnya kau keluar. Aku telah lama menunggu."
Kama coba bangkit dan ingin memberi pelukan, namun ia gagal, ia terjatuh.
"Kau mabuk lagi? Berhenti menyiksa dirimu!"
Mala membantu Kama untuk berdiri.
"Di mana rumahmu? Aku akan mengantarmu pulang."
Mala pun merangkul Kama. Kama yang sedang mabuk berat tidak bisa apa-apa selain menunjukkan jalan saja. Dengan sabar, Mala merangkul dan menuntun Kama untuk pulang.
Sesampainya di rumah Kama, ia melihat rumah yang tidak cukup luas. Namun, cukup untuk ditinggali seorang diri. Rumah tersebut memiliki empat ruangan, dua ruangan yang cukup digunakan untuk kamar dan ruang tamu, serta dua ruangan kecil untuk dapur dan kamar mandi. Rumah tersebut terlihat berantakan.
Ia menuntun Kama ke kamar dan menyuruhnya istirahat. Kama pun tergeletak tak berdaya. Bahkan sepatunya pun tak sempat dilepaskannya. Ia benar-benar dalam kondisi yang seperti tak sadarkan diri. Melihat betapa berantakannya rumah Kama, ia berinisiatif untuk menyempatkan dirinya membersihkan dan merapikan rumah Kama walau seadanya, karena ia harus segera pergi untuk bekerja.
"Aku pergi kerja dulu, Kama," ucap Mala kepada Kama yang sedang setengah sadar.
"Sudahlah Mala, lebih baik kita bermesraan di sini," jawab Kama.
"Ada tanggung jawab yang harus kuselesaikan. Sampai jumpa, Kama," ucap Mala cukup kesal melihat tingkah Kama.
Mala terus berpikir, bagaimana cara mengubah kebiasaan buruk Kama itu? Ia mencintainya. Ia tak ingin Kama terus-terusan menyiksa dirinya sendiri.
Ketika keluar dari rumah Kama, Mala merasa seperti ada yang sedang mengawasinya. Entah siapa, ia pun tidak tahu. Namun, ia tidak terlalu menanggapi itu. Ia hanya berharap semoga Jaya tidak mengetahui semua ini. Karena kalau sampai Jaya tahu, tentunya itu akan sangat buruk.