Waktu telah menunjukkan pukul 17:00, sudah saatnya Mala untuk pulang. Ia coba pergi ke parkiran, karena biasanya Kama akan menunggunya di sana. Sesampainya di parkiran, ia tidak melihat tanda-tanda kalau Kama berada di sana. "Apakah ia masih tidur?" gumamnya. Ia pun memutuskan untuk mendatangi rumah Kama sekaligus melihat keadaannya.
Sepanjang perjalanan menuju ke rumah Kama, ia masih teringat dengan jelas bagaimana Kama ketika menemaninya melewati jalan setapak yang cukup ramai itu. Ia cukup terbawa suasana, dan ia cukup sedih Kama hari ini tidak menemuinya, seperti ada yang kurang rasanya. Hingga akhirnya sampai juga di rumah Kama. Ia melihat pintu Kama telah rusak. Ia coba mendorongnya dan masuk ke dalam. Ia tidak melihat Kama. Ia hanya melihat barang-barang yang tadi telah ia rapikan kini berserakan dan beberapa bercak darah yang berserakan di kamarnya. Ia mulai panik. Ia menangis. Ia menjerit sekuat-kuatnya memanggil nama Kama. "Apakah firasatku tadi pagi benar adanya? Jika benar, berarti Ayah telah mengetahui ini semua. Aku harus menemuinya," ucapnya.
Ia pun berlari, dengan rasa khawatir yang semakin mendalam. "Apa yang sudah dilakukan Ayah? Mengapa ia terlalu posesif kepadaku? Dari dulu ia selalu begitu. Aku mulai tidak kuat dengan segala pengawasannya," ucapnya dalam hati.
Sesampainya di rumah, ia langsung mencari Ayahnya. "Ayah," teriaknya. Belum ada jawaban. Ia terus berteriak seperti orang kesetanan. Hingga akhirnya terdengar langkah seseorang yang berjalan mendekatinya, dan ia yakin itu adalah Ayahnya.
"Ada apa Mala? Mengapa kau begitu berisik?" ucap Jaya dengan sinis.
"Apa yang Ayah lakukan terhadap Kama?" tanya Mala dengan mata yang berkaca-kaca.
"Sudahlah, apa sih pentingnya bajingan itu dalam hidupmu? Kau akan menemukan pria yang bisa membahagiankanmu. Bukan berandalan seperti Kama itu."
"Yah, aku rasa Ayah sudah kelewatan. Aku tahu Ayah menyayangiku. Tetapi, tidak begini caranya, Yah. Ayah terlalu posesif kepadaku. Mau sampai kapan akan seperti ini?"
"Mala! Ibumu sudah lama pergi meninggalkanku. Tak cuma meninggalkanku, ia juga meninggalkan dirimu! Hanya kau satu-satunya manusia yang kucintai saat ini. Aku akan menjagamu. Aku tidak ingin kau merasakan apa yang aku rasakan."
Mala terdiam mendengarkan jawaban dari Jaya. Ada rasa cinta yang begitu tulus. Namun, ada juga rasa sakit yang begitu mendalam. Memang yang dilakukan Jaya itu semata-mata untuk kebaikan Mala. Tetapi, Mala juga merasa berhak untuk menentukan kebahagiaannya sendiri. Ia sangat bingung. Ia bimbang. Ia merasa bersalah telah membentak Jaya. Tetapi, perlakuan Jaya terhadap Kama juga tidak bisa dibenarkan. Ia pun berlari ke kamarnya. Ia mengunci kamarnya dan menangis sejadi-jadinya.