Kama terbangun dari tidurnya, hari telah menunjukkan pukul 14:00. Ia berpindah ke bangku yang berada di samping kasurnya, meraih sebatang rokok dan membakarnya. Ia pun bersandar, menghembuskan asap dengan nikmat. Dibukanya laptop yang berada di meja. Mau bagaimanapun, ia harus tetap bekerja. Tak peduli bagaimana kesepian yang ia rasakan, dunia akan terus berputar.
Puisi demi puisi ia kerjakan. Revisi novel juga terus dijalankan. Ia merenung sejenak. "Apa kabar keluargaku di sana? Maafkan diriku yang memilih jalanku. Kebahagiaan yang kalian harapkan bukanlah kebahagiaan yang aku inginkan," ucapnya. "Andai kalian tahu, di sini aku terus merindu. Aku memang anakmu. Tetapi, bukan berarti aku harus menjadi dirimu. Aku adalah aku. Dirimu adalah dirimu. Andai kau mengerti itu, wahai orang tuaku."
Di balik segala pemberontakannya kepada keluarganya. Kama tetaplah manusia biasa, yang merindukan kasih sayang dari kedua orang tua. Sudah cukup lama ia memutuskan untuk pergi dan belum pernah berpikir untuk kembali.
Waktu menunjukkan pukul 16:00, ia pun mulai bersiap-siap. Tentunya ia akan menepati perkataannya tadi pagi. Ia akan menemui Mala di tempat biasa. Ya, parkiran kantor. Setelah selesai bersiap-siap, ia pun bergegas.
Sesampainya di kantor, ia pun menuju ke parkiran. Ia melihat ada salah seorang satpam, namun ia tidak mengacuhkannya. Ia memang tidak terlalu suka basa-basi. Ia menyalakan rokoknya, dan menyandar di dinding. Satpam tadi coba menghampiri Kama.
"Maaf anak muda, dari kemarin kulihat kau selalu di sini. Ada keperluan apa ya?"
"Aku sedang menunggu kekasihku. Ia bekerja di sini. Ada masalah ya Pak?"
"Tidak, aku hanya ingin bertanya."
"Apakah kau mencurigaiku?" tanya Kama dengan muka sinis.
"Maaf, aku hanya menjalankan tugasku. Jangan tersinggung."
"Cepatlah enyah, kau hanya menggangguku!" tegas Kama.
Sang satpam pun tidak menanggapi, ia pergi meninggalkan Kama. Waktu telah menunjukkan pukul 17:00, seharusnya Mala sudah keluar. Kama masih terus menunggu, ia membisu. Tak lama berselang, terlihat Mala berjalan ke parkiran. Ia menghampiri Mala dan langsung memeluknya.
"Apa yang kau lakukan? Apakah kau masih mabuk?"
Mala mendorong Kama dengan pelan tanda penolakan.
"Aku merindukanmu, Kekasih."
"Kita bukanlah sepasang kekasih. Tolong, jangan bersikap seperti itu."
"Kau bilang kita bukan sepasang kekasih? Lantas mengapa kau datang ke sini? Sudahlah, jangan membohongi diri. Apa salahnya jika kita saling mencintai?"
Mala terdiam.
"Sudah, ayo ikut aku," ucap Kama sembari menggenggam tangan Mala.
"Kita mau kemana?"
"Sudah, ikut saja."