Seorang pendeta muda memasuki gerbang kota setelah melewati pemeriksaan dari para prajurit yang menjaga pintu masuk. Baginya, hal seperti ini sudah menjadi rutinitas sehari-hari. Jadi, dia sama sekali tidak merasa terganggu dengan pemeriksaan-pemeriksaan tersebut.
Pandangan gadis itu terlihat tajam, satu-satunya hal yang diwariskan oleh ayahnya yang merupakan seorang penguasa di wilayah ini. Sementara itu, rambut hitam yang sedikit ikal merupakan warisan dari ibunya.
Setelah kematian Sang Ibu yang dijatuhi hukuman mati karena mengalami kerasukan iblis, gadis itu mendedikasikan hidupnya untuk menemukan sebuah metode guna menyembuhkan penyakit tersebut. Namun, sampai sekarang, apa yang dia inginkan masih jauh dari titik yang dapat membuat dirinya puas.
Banyak sekali metode telah dia lakukan. Dimulai dari sihir penyembuhan yang dia pelajari dari ordo, sampai kepada ilmu yang mempelajari tentang alkimia walau dia sama sekali bukan seorang ahli di bidang tersebut. Namun, semuanya terkesan sia-sia saja.
Hari ini gadis itu memutuskan untuk datang ke guild petualang guna mencoba metode baru yang menurutnya mungkin akan memiliki sedikit pengaruh. Sayangnya, biaya yang dia butuhkan untuk meneliti metode ini tidaklah murah. Jadi, sebagai gantinya, dia memilih untuk bersabar dan menabung terlebih dahulu sebelum bermaksud untuk membeli barang yang dibutuhkan. Lagipula, wanita yang menjadi objek penelitiannya tampak akan bertahan hidup hingga beberapa tahun ke depan jika dia mengurusnya dengan baik.
Dia sedikit melenguh saat mengingat akan penderitaan yang sudah dialami oleh wanita menyedihkan itu hingga sekarang.
Guna memenuhi tujuannya, dirinya memutuskan untuk bertanya terlebih dahulu kepada resepsionis guild tentang harga dari bahan yang dia butuhkan.
Sesaat dirinya sedikit tercengang dengan seorang resepsionis yang melayaninya di dalam guild. Dia adalah seorang gadis cantik dengan rambut lurus berwarna cokelat indah yang diikat bergaya twin tail. Sosok itu mengingatkan dirinya pada sebuah boneka porselen mewah dan mahal yang hanya dapat ditemui di kediaman para aristokrat sementara kedua bola matanya yang sayu memberikan kesan hangat dan nyaman.
Dia tertegun sesaat walau dirinya juga merupakan seorang gadis.
"Selamat pagi. Saya adalah resepsionis Anda. Ada yang bisa saya bantu?"
Ah, boneka ini benar-benar hidup dan bisa berbicara.
Karena guncangan dari kesan pertama yang membuatnya terpesona, gadis itu sama sekali tidak merespon pertanyaan ramah yang diajukan oleh Resepsionis. Lalu, pertanyaan kedua membuat dirinya segera sadar dari lamunan.
"Apa ada yang bisa saya bantu, Fredrica?"
Resepsionis memanggilnya dengan nama. Hal ini benar-benar tidak terduga mengingat bahwa dia merasa tidak pernah menyebutkan nama sebelumnya. Jadi, dengan wajah yang masih terkejut, Fredrica mengucapkan pertanyaan.
"Dari mana kau tahu namaku?"
Gadis itu tersenyum sesaat sebelum menjawabnya.
"Saya adalah Isabelle. Baru kemarin kita bertemu dan bertukar sapa saat Anda mengantarkan kami keluar dari kuil. Apakah Anda mengingatnya?"
Pada saat itu juga, bayangan dua orang gadis dan seorang anak lelaki berkelebat di dalam pikirannya. Salah satunya adalah seorang gadis lusuh dengan rambut berwarna cokelat yang kusut. Namun, penampilannya sama sekali berbeda dengan sosok yang sekarang berdiri berhadapan dengannya. Tentu saja, sedikit gambaran memang mirip di beberapa bagian wajah sehingga Fredrica langsung memercayai perkataannya.
"Ah, benar juga. Aku ingat sekarang."
Mendengar respon darinya, gadis itu sedikit membungkuk sebagai tanda kesopanan sebelum kembali mengeluarkan balasan.
"Saya senang Anda masih mengingatnya. Lalu, izinkan saya untuk membantu urusan Anda dengan guild."
"Benar juga. Aku ingin bertanya tentang harga sebuah potion."
Potion adalah sebuah ramuan yang berfungsi sebagai obat. Benda itu biasanya dibuat oleh seorang ahli alkimia. Selain memiliki efek yang mirip dengan sihir penyembuh, potion juga dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit yang bukan disebabkan oleh luka fisik. Jadi, pada dasarnya, ini memiliki nilai yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan sihir penyembuh yang dia pelajari dari kuil.
"Mohon tunggu sebentar, saya akan mencari informasi tentang potion."
Isabelle berbalik, berjalan mendekati sebuah lemari dan mulai mengambil salah satu buku yang tertata rapi di dalam lemari kayu yang diletakkan di belakang ruang resepsionis dan merapat pada dinding guild. Dia kembali ke hadapan Fredrica dan mulai membuka buku tersebut. Lalu, tidak lama setelah dia membalikan beberapa halaman, Isabelle kembali memberikan penjelasan.
"Karena permintaan dari kuil meningkat dengan signifikan akibat bencana beberapa waktu lalu, harga sebuah potion hari ini menjadi dua keping emas. Sayangnya, kami kehabisan bahan dan sedang menunggu petualang yang bersedia untuk menerima quest pengumpulan bahan."
Penyerangan Hellhound beberapa waktu lalu memang menyisakan trauma bagi para penduduk kota. Tidak sedikit dari mereka yang mengalami luka-luka dan membutuhkan pertolongan dari para pendeta kuil. Sayangnya, sihir penyembuh memiliki terlalu panjang bacaan mantra yang harus pendeta tulis di dalam grimoire miliknya sebagai syarat penggunaan sihir suci. Selain itu, sihir penyembuh juga hanya dapat digunakan satu kali dalam dua hari. Jadi, menggunakannya secara berulang-ulang menjadi hal yang tidak efisien.
Hal inilah yang mendasari kenapa pihak ordo mengeluarkan banyak dana untuk membeli potion --yang dianggap lebih praktis jika dibandingkan dengan sihir penyembuh-- dalam jumlah besar. Lagipula dana yang diberikan oleh pihak ordo dan kerajaan untuk membangun kembali Kota Trowell tidaklah sedikit.
Bahan baku potion adalah sebuah tanaman obat yang disebut sebagai curcuma. Habitatnya yang tumbuh jauh di kedalaman hutan dan sulit untuk dibudidayakan menjadikan tumbuhan ini hanya dapat dipetik dari alam liar sehingga membuat harganya cukup tinggi. Selain karena permintaan yang meningkat, inilah salah satu sebab kenapa potion bukanlah barang yang murah sejak awal.
Atas jawaban yang diterimanya, Fredrica mohon pamit dan memilih salah satu kursi kosong untuk dia duduki. Gadis itu memikirkan langkah-langkah yang harus diambilnya guna memenuhi hasratnya akan penemuan obat untuk penyakit yang disebut kerasukan iblis.
Sementara mengumpulkan uang dari upah yang diberikan pihak ordo dan mengandalkan pekerjaan sampingannya sebagai tabib desa adalah hal yang cukup berat, Fredrica mencoba memikirkan jalan keluar lain.
Tidak sadar, gadis itu menghela napas lelah atas masalah yang dia hadapi.
Ketika dirinya jatuh dalam lamunan tersebut, satu kelompok petualang dengan alami menjadi pusat perhatian semua orang yang ada di dalam aula. Dia mengenalnya dengan baik kedua orang yang cukup mencolok dari total empat orang anggota kelompok tersebut. Mereka adalah Almaria dan Yehezkiel, teman dari Isabelle yang sekarang bekerja sebagai resepsionis.
Setelah dia menguping pembicaraan antara Resepsionis dengan kelompok tersebut, gadis itu jadi tahu quest macam apa yang akan mereka ambil. Karena cukup tertarik, Fredrica memutuskan untuk menguping lebih jauh lagi.
"Jadi, apa yang ingin kau diskusikan padaku?"
Sebuah pertanyaan yang terucap dari mulut Yehezkiel membuat Fredrica semakin fokus untuk mendengarkan percakapan di antara mereka yang kini tengah duduk di salah satu kursi yang mengelilingi meja kayu. Walaupun dia sudah bulat dengan tekadnya dalam menguping, kehadiran sosok pendeta dari kuil ortodox --yang belakangan dia ketahui-- sebenarnya membuat gadis itu sedikit gugup.
"Tentang itu, kami menemukan bahwa tanaman curcuma memiliki harga yang sangat tinggi. Ada desas-desus berbahaya tentang hutan dimana tanaman itu dapat tumbuh. Namun, dengan kekuatanku, aku yakin itu tak akan menjadi masalah."
Seseorang yang menjelaskan hal itu pada Yehezkiel adalah sosok gadis kurus yang terbalut kemeja hitam.
"Desas-desus berbahaya?" Yehezkiel bertanya.
"Tentang sekelompok monster bertelinga kucing. Sejujurnya, mengingat kembali buku yang aku baca di masa lalu, aku pikir mereka akan tampak imut dan tidak berbahaya. Aku harap dapat menemukan salah satu anak bertelinga kucing dan menjadikannya sebagai peliharaan kesayanganku." Almaria kelihatanya sedikit bersemangat.
"Em, werebeast, ya? Seberapa jauh lokasinya?"
Werebeast adalah sub ras demihuman yang dikenal sebagai jelmaan dari binatang liar dan telah mengalami evolusi akibat menyesuaikan diri terhadap lingkungan. Sebagian besar dari mereka memang memiliki kecerdasan yang rendah dan hanya membentuk kelompok kecil yang dipimpin oleh semacam kepala suku. Namun, Fredrica pernah mendengar kabar angin yang mengatakan bahwa ada sebuah kerajaan werebeast yang berdiri jauh di barat. Sayangnya, karena gadis itu sama sekali tidak tertarik dengan werebeast, dia tidak mempelajari tentang peradaban mereka lebih jauh lagi.
"Eh, anu ... kurang lebih kita akan sampai dalam lima jam."
Kali ini seorang gadis berambut hitam pendek yang angkat bicara.
"Jadi, tidak ada pilihan lain selain menginap semalam di hutan, ya?" Alma mengemukakan pemikirannya.
"Tidak, tidak. Bermalam di sana cukup berbahaya. Bukan hanya werebeast, hutan itu juga dipenuhi dengan monster-monster lain. Bagaimana menurutmu?"
Kalimat itu diucapkan oleh anggota terakhir dari kelompok tersebut. Dia adalah seorang lelaki kurus dengan kelas seorang pendekar pedang.
"Tampaknya berangkat sebelum fajar dan pulang sebelum hari gelap adalah pilihan yang bijak. Bagaimana dengan besok?"
Mendengar saran yang diberikan oleh Yehezkiel, anak lelaki di sampingnya mengungkapkan persetujuan setelah lama jatuh dalam pemikirannya dan sempat memperlihatkan raut wajah dilema.
Setelah menghela napas atas pilihannya, lelaki itu berkata, "lagipula kita harus menyiapkan bekal dan peralatan terlebih dahulu."
Tindakan kelompok tersebut memang cukup rasional. Ketika mereka berangkat sebelum fajar, pagi hari akan menjadi waktu di mana mereka sampai di lokasi. Lalu, pulang di saat sore hari seharusnya tidak menjadi masalah. Jadi, rencana sederhana yang mereka susun dalam waktu singkat adalah pilihan yang tepat.
Fredrica memuji mereka diam-diam.
"Ta-tapi," gadis berambut pendek tiba-tiba berbicara, "quest seperti ini adalah langka. Jika kita tak mengambilnya sekarang, seseorang pasti akan mengambilnya lebih dulu."
Perkataanya memang sangat tepat. Quest dengan harga tinggi pasti akan menjadi incaran petualang peringkat tinggi. Apalagi jika isi dari quest tersebut hanyalah hal remeh seperti pengumpulan bahan. Tentunya banyak orang yang akan tergiur.
Fredrica sadar bahwa mereka berempat jatuh ke dalam pilihan yang sangat sulit. Mungkin hal ini jugalah yang membuat lelaki itu menjadi dilema beberapa saat lalu.
Menyadari masalah yang menimpa mereka berempat, pendeta dari kuil ortodox --yang sejak tadi hanya menyimak-- tiba-tiba berbicara. "Jika kalian ingin pergi sekarang, aku bisa membantu. Kau akan sampai tujuan dalam sekejap. Namun, ini hanyalah perjalanan satu arah. Kalian harus pulang dengan berjalan kaki karena setelah ini aku harus pergi untuk menghadap Raja."
Gadis itu menawarkan bantuan.
Pada mulanya mereka hanya diam. Mungkin ada beberapa hal yang patut menjadi pertimbangan. Kau tahu? berangkat ke lokasi yang jauh tanpa bekal dan peralatan yang memadai bisa mendatangkan malapetaka. Jadi, kemungkinan besar mereka akan menolaknya dengan sopan.
Atau seperti itulah yang dipikirkan Fredrica saat ini. Namun, tanpa diduga, mereka menyetujuinya.
"Bagaimana menurutmu?" Yehezkiel bertanya pada yang lainnya.
"Peralatan kita sudah siap, 'kan? Jadi, tak ada yang perlu dikhawatirkan." Lelaki satunya menimpali.
"Bagaimana dengan bekal dan ketiga adikmu? Bukankah mereka tak ada yang mengurus?" Yehezkiel tampaknya mengkhawatirkan sesuatu.
"Kita akan pulang saat malam tiba. Jadi, kita tak benar-benar meninggalkan mereka."
Si gadis berambut pendek juga mengangguk setuju dengan pernyataan lelaki di sampingnya.
"Tentang bekal, serahkan perburuan hewan padaku. Kita akan memasaknya saat tengah hari." Jawaban Alma menunjukan persetujuan.
Mereka benar-benar orang yang pemberani. Fredrica memandang dengan tatapan kagum.
"Baiklah, mohon bantuannya, Tuan Pendeta." Mendengar ucapan Yehezkiel, gadis pendeta itu tersenyum ringan.
-------
Fredrica bersembunyi di balik dinding saat kelima orang itu masuk ke dalam sebuah gang kecil yang sepi. Mereka tampaknya akan melakukan sesuatu. Jadi, Fredrica berusaha untuk menyembunyikan dirinya sebisa mungkin seraya mendengarkan apa yang mereka katakan.
"Seperti yang sudah kukatakan sebelumnya, aku dipilih menjadi pendeta bukan karena kemampuanku. Melainkan karena bakat sihir unik yang hanya terdapat dalam legenda."
Sang Pendeta mengangkat telapak tangannya dan mulai mengucapkan mantra. Walaupun Fredrica adalah seorang pendeta, dia sama sekali tidak mengerti dengan sihir macam apa yang digunakan oleh gadis itu.
Di tempat pertama, gadis itu bahkan tidak memegang grimoire sama sekali. Selain itu, mantra yang diucapkannya sangat asing dan tidak memiliki arti, setidaknya seperti itulah yang terdengar oleh Fredrica. Kemungkinan besar dia memakai sihir para mage, sebuah jenis sihir yang dikenal sebagai sihir alam.
"Gate!" Setelah selesai mengucapkan mantra, gadis itu menyebutkan sihir yang dia pakai.
Beberapa saat kemudian, terjadi keretakan ruang dan waktu tepat di depannya. Bentuknya mengingatkan Fredrica pada sebuah cermin yang pecah dan berlubang. Hal ini tentu saja membuatnya terkejut bukan main. Selain dirinya, keempat orang yang berada di sana juga terkejut dengan apa yang sedang terjadi di hadapan mereka.
"Hey, apa ini?" Lelaki asing itu bertanya dengan nada panik.
"Sihir perpindahan, 'kan? Aku penasaran bagaimana cara kerjanya." Yehezkiel dan Alma tampaknya tertarik dengan sihir tersebut.
"Ini adalah mantra yang hanya bisa dipakai olehku. Sebuah mantra yang memungkinkan siapa saja untuk pergi ke daerah mana saja melalui lubang ruang dan waktu."
Setelah menjelaskan dengan singkat, Sang Pendeta mulai memasuki retakan tersebut seraya menyuruh mereka untuk mengikutinya. Seperti itulah bagaimana mereka lenyap dari pandangan Fredrica.
Dia yang mengetahui bahwa lubang tersebut akan membawanya ke hutan mulai terdorong untuk memasukinya juga. Namun, keraguan di dalam hatinya seakan melarangnya untuk melakukan itu.
Jika aku masuk ke dalam dan memetik tanaman obat itu sendiri, biaya produksinya akan sangat murah. Namun, apakah tidak berbahaya jika aku memasukinya begitu saja?
Seperti yang diharapkan, biaya potion sebenarnya mahal karena harga bahan utamanya. Jika dia mengambilnya sendiri dan membayar seorang ahli di bidang alkimia untuk membuatkannya satu potion, setidaknya harganya hanya akan sekitar satu koin perak. Sangat berbeda jauh dengan harga potion yang sebenarnya.
Karena tergiur dengan harga yang murah dan menimbang risiko yang kemungkinan besar akan terjadi, Fredrica akhirnya memantapkan diri untuk masuk ke dalam gate.
Pandangannya langsung gelap saat dia melangkah masuk ke dalam pecahan ruang dan waktu di hadapannya, membawa sosoknya ke tempat lain di dunia ini. Dia tidak tahu sama sekali bahwa mimpi buruk mengerikan sedang menunggunya di seberang gate.
-----------
Minggu, 11 November 2018
Pukul 11:56 AM
Riwayat Penyuntingan :
• Minggu, 21 April 2019