Dalam kehidupan bermasyarakat, terlahir dari hubungan gelap seseorang merupakan hal yang lumrah. Kebanyakan dari mereka biasanya dibuang sejak bayi dan tidak pernah bertemu dengan orangtuanya seumur hidup. Mereka mau tidak mau harus bisa menafkahi dirinya sendiri sejak usia dini dan terbiasa melihat kematian yang terjadi di sekitarnya. Kehidupan berat seperti ini harus mereka jalani sebagai takdir yang tidak bisa diubah.
Pada akhirnya, rasa iri pada orang-orang yang memiliki keluarga utuh membuat ikatan di antara mereka --yang bernasib sama-- terjalin semakin kuat sampai pada tahap dimana mereka memperlakukan satu sama lain layaknya keluarga. Tentu saja, orang-orang ini terbagi ke dalam beberapa kelompok kecil yang terkadang memusuhi satu sama lain.
Nasib seperti itulah yang dialami oleh Gabriel, Hellen, dan orang-orang yang tinggal di wilayah kumuh.
Mereka dibuang ke tempat itu begitu saja sesaat setelah dilahirkan, dianggap sebagai aib yang bahkan lebih rendah daripada seorang budak. Beberapa orang yang berhasil bertahan hingga usia remaja biasanya mengambil tanggung jawab untuk mengurus anak-anak yang masih belum sanggup untuk menafkahi dirinya sendiri. Sama halnya seperti ketiga anak perempuan yang tinggal bersama Hellen dan Gabe.
Pahitnya kehidupan yang menimpa mereka membuat orang-orang itu saling melindungi komunitas yang sudah berdiri sejak puluhan tahun terakhir.
Beberapa remaja bekerja sebagai petualang dan anak-anak akan bekerja serabutan menjadi buruh kasar di pasar. Sementara itu, para orang tua akan berusaha untuk mengurus kelompok mereka, mengolah makanan dari upah hasil bekerja yang dilakukan oleh anak-anak, dan akan mendistribusikannya seadil mungkin kepada setiap anggota kelompok. Hingga sekarang, metode itu berjalan dengan baik dan berhasil membuat mereka bertahan hidup dari kerasnya kota ini.
Tentu saja, orang-orang di luar komunitas tidak dianggap sebagai bagian dari keluarga dan akan ditandai sebagai mangsa jika berani memasuki wilayah yang sudah mereka kuasai sejak lama. Selain itu, sebagian orang juga memilih untuk menjadi seorang pencuri dan perampok sebagai jalan pintas.
Perkumpulan seperti ini sebenarnya cukup meresahkan para penduduk yang tinggal di Kota Trowell. Namun, menimbang berapa banyak buruh kasar yang mau dibayar dengan upah sangat murah tampaknya jauh lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan risiko kejahatan yang terkadang mereka lakukan. Oleh karena itu, Walikota enggan memusnahkan orang-orang ini dan memilih untuk menandai wilayah kumuh sebagai zona terlarang yang tidak boleh didatangi.
Alasan ini jugalah yang mendasari kenapa Gabriel mengkhawatirkan Alma saat dia berniat untuk jalan-jalan sendirian sehingga mengirim Hellen untuk menjemputnya. Tentunya orang-orang yang tinggal di wilayah kumuh akan menganggap Alma sebagai mangsa jika tidak ada seseorang dari wilayah tersebut yang menemaninya. Memang Alma tidak akan kesulitan untuk menyingkirkan mereka yang berani menyergapnya. Namun, menghindari konflik yang tidak perlu tentulah jauh lebih baik.
Selain Gabriel dan Hellen, orang-orang di sekitar tempatnya tinggal menganggap ketiga adik perempuan mereka sebagai bagian dari keluarga. Biasanya, saat kelompok petualang yang dipimpin oleh Gabe menjalani quest yang membuatnya tidak bisa pulang untuk sementara waktu, kepengurusan tiga gadis kecil itu akan otomatis diserahkan kepada tetangganya. Inilah salah satu alasan kenapa Gabe dan Hellen tidak terlalu merasa khawatir ketika mereka tidak bisa pulang untuk beberapa hari.
Selain karena permintaan dari pekerjaanya sebagai petualang, tingginya angka kematian bagi penduduk daerah kumuh juga membuat mereka harus siap kapan pun pada kemungkinan terbunuhnya Gabriel dan Hellen. Persis seperti apa yang terjadi sekitar seminggu yang lalu saat ketiga anggota kelompoknya terjebak di kota dan meregang nyawa ketika Hellhound mengamuk. Dengan begitu, bahkan jika dirinya mati sekalipun, Hellen dan Gabe tidak perlu khawatir mengenai kelangsungan hidup adik perempuannya.
Mengetahui kenyataan bahwa adik-adiknya akan tetap baik-baik saja sekalipun mereka tidak pulang membuat Gabriel dan Hellen menyetujui penawaran dari pendeta kuil ortodox tanpa banyak berpikir. Menurut mereka, quest semacam ini merupakan hal yang langka dan pasti akan diambil oleh orang lain jika mereka tidak segera menerimanya saat ini juga. Oleh karena itu, saat El dan Alma menyetujuinya, mereka merasa sangat senang dan mengungkapkan persetujuannya tanpa banyak berpikir lagi.
Ada sebuah rumor yang mengatakan bahwa Hutan Besar Eryas --tempat tumbuhnya tanaman yang mereka cari-- dihuni oleh sekelompok werebeast yang tidak senang jika ada orang luar memasuki wilayahnya. Namun, banyaknya orang yang kembali dengan selamat setelah datang ke sana membuat rumor semacam itu hanya dianggap sebagai sebuah kebohongan yang sengaja dibuat untuk menakuti kelompok petualang lain yang bermental lemah. Jadi, Gabriel sama sekali tidak merasa khawatir walaupun ini merupakan pengalaman pertamanya memasuki hutan tersebut.
"Aku pikir mencari tanaman curcuma akan berjalan dengan tanpa hambatan, ternyata tidak semudah yang aku bayangkan." El --yang menunduk menatap rerumputan-- mengeluh karena tidak menemukan kemajuan apa pun semenjak mereka menyusuri hutan.
"Tentu saja mencarinya akan sulit. Inilah sebabnya harganya cukup mahal, bukan?" Gabe menimpali tanpa mengalihkan pandangan.
El kelihatannya setuju dengan ucapan Gabriel. Oleh karena itu, dia sama sekali tidak mengucapkan apa pun setelah mendengar pernyataan dari anak lelaki di sampingnya.
Gabriel menarik sebuah belati kecil miliknya yang selalu dia bawa sebagai senjata cadangan dan mulai menandai salah satu pohon yang berada tak jauh darinya. Hal ini dimaksudkan agar mereka berdua tidak tersesat dan dapat kembali ke tempat dimana mereka dikirim sebelumnya.
Menentukan arah mata angin bagi orang-orang di dunia ini merupakan hal yang sepele. Ada begitu banyak orang yang berpetualang dan tidak ada satu pun dari mereka yang tersesat. Selain karena bakat alami dalam membaca arah dan peta yang biasanya mereka bawa, posisi matahari dan kemampuan dalam membaca kompas adalah pengetahuan dasar yang membantu mereka dalam menentukan arah. Oleh karena itu, sejauh apa pun mereka masuk ke dalam hutan, kemungkinan untuk tersesat sangatlah minim. Apalagi bagi para petualang seperti Gabriel.
Berkat kemampuan unik Sang Pendeta, mereka berhasil menghemat waktu hingga lima jam perjalanan. Dengan begitu, masih tersisa sangat banyak waktu hingga malam tiba. Jadi, Gabriel secara pribadi tidak terlalu mengeluh dengan susahnya quest yang mereka terima. Lagipula beberapa helai daun saja sudah lebih dari cukup untuk menghasilkan banyak uang.
Jauh di dalam hatinya, Gabriel mengucapkan banyak terima kasih pada pendeta yang entah karena alasan apa mau repot-repot menggunakan sihirnya untuk menolong mereka berempat.
Ketika lelaki itu jatuh ke dalam lamunan saat dirinya menandai salah satu pohon, El tiba-tiba berteriak mengucapkan kalimat peringatan dan langsung mendorongnya dengan sangat kuat hingga menyebabkan Gabe jatuh tersungkur tidak jauh dari posisinya semula. Lelaki itu reflek menatap El dengan pandangan tidak mengerti dan siap untuk mengeluarkan kalimat protes. Namun, pandangannya langsung melebar tidak lama kemudian.
"El! Oi, bertahanlah!"
Tepat dimana dia berdiri tadi, sosok anak lelaki tergantung di udara dengan tetesan darah yang mengalir dari bahu kirinya. Gigi-gigi taring dari sosok monster berbulu cokelat menusuk bahunya begitu dalam, membuat tubuh itu terangkat hingga tidak menyentuh tanah.
El berteriak penuh kesakitan sementara tubuhnya terus meronta berusaha melepas gigitan makhluk yang dua kali lipat lebih besar darinya.
"Argh! Lepaskan aku, sialan!" ucapnya seraya memukul kepala monster tersebut beberapa kali. Namun, di hadapan monster besar yang terlihat kuat, pukulan El tampaknya tidak berpengaruh sama sekali.
Gabriel segera mencabut pedangnya, mengangkatnya dengan kedua tangan dan langsung memasang kuda-kuda. Walaupun tubuhnya gemetar, dia berlari seraya mengeluarkan teriakan seakan menyemangati dirinya. Meski hatinya diselimuti oleh ketakutan, lelaki itu tetap menyabetkan pedangnya ke arah satu-satunya monster di hadapannya.
Serangannya berhasil menggores bahu monster itu, menyebabkan luka sayatan kecil yang langsung mengalirkan cairan kental berwarna merah. Kulit tebal dan senjata Gabriel yang sedikit tumpul tampaknya membuat serangannya tidak terlalu berpengaruh. Menyadari hal ini membuat lelaki itu menyesali ayunan pedangnya sendiri.
Akibat luka yang dideritanya, makhluk besar dengan wujud yang menyerupai serigala tersebut melemparkan tubuh El hingga menghantam salah satu pohon dan langsung menggunakan cakar pada kedua tangan besarnya untuk merobek tubuh Gabe yang berhasil melukai bahu kirinya. Cakar-cakar besarnya mengoyak tubuh lelaki itu, membuat Gabriel terhuyung kesakitan dengan darah yang membasahi pakaian robeknya.
Rasa sakit yang menjalar dari luka terbuka itu hampir membuatnya kehilangan kesadaran. Selama hidupnya yang penuh penderitaan, ini adalah luka pertama yang membuat Gabe kewalahan dengan rasa sakit yang ditimbulkan. Sensasi perih dan panas yang dirasakan olehnya membuat Gabe menjatuhkan satu-satunya senjata yang dia genggam seraya terhuyung hingga menyandar ke salah satu pohon. Dia terduduk lemah dengan napas yang tersenggal-senggal.
"Manusia!" Monster itu berbicara dengan nada yang serak dan menakutkan. "Siapa yang mengizinkan kalian untuk menginjakan kaki di tempatku?!"
Pandangan Gabe yang mulai gelap dan rasa perih di dadanya membuat dia tak bisa menggerakan tubuhnya. Sementara itu, saat dirinya mengalihkan pandangan pada lelaki yang telah menyelamatkannya dari serangan pembuka, sosok itu terlihat berusaha untuk berdiri seraya mencabut sebilah pedang yang baru saja dibelinya. Luka parah di bahunya tampak tidak dia pedulikan sama sekali.
"Werewolf, ya? Kita benar-benar tidak beruntung." Anehnya, El berbicara dengan nada yang terdengar datar tanpa rasa takut sama sekali.
Monster serigala yang tengah berdiri dengan dua kaki itu mengeluarkan senyuman mengerikan, menampakan gigi-gigi taringnya yang basah oleh darah dan air liur.
"Biasanya aku tak menghiraukan manusia seperti kalian. Namun, aku sedang dalam suasana hati yang buruk." Dia menggeram penuh amarah dan menaikan suaranya hingga menggema di dalam hutan. "Anak-anak, keluar kalian!"
Tidak lama setelah suaranya memenuhi udara, sekawanan serigala mulai muncul dari balik pepohonan. Di antara mereka, beberapa sudah berevolusi sehingga memiliki postur tubuh layaknya manusia dan dapat berjalan hanya dengan dua kaki sementara sisanya memiliki bentuk sebagaimana serigala seharusnya. Jumlah mereka terus bertambah hanya dalam waktu yang singkat.
Melihat situasi mencekam di sekitarnya membuat Gabriel jatuh dalam ketakutan akan kematian. Tubuhnya yang terluka parah membuatnya tahu bahwa takdirnya akan berakhir di tempat ini. Lelaki itu sudah menyerah dengan hidupnya. Namun, saat dia kembali memandang satu-satunya manusia selain dirinya yang ada di sana, lelaki itu merasa kebingungan.
Yehezkiel masih berdiri di sana tanpa sedikit pun menunjukan tanda-tanda ketakutan. Luka-luka yang dideritanya terkesan diabaikan sepenuhnya. Lelaki itu masih tetap mengacungkan pedangnya dengan penuh keberanian, menatap monster serigala raksasa yang berdiri tak jauh darinya.
Bagaimana bisa dia masih memiliki keberanian di situasi seperti ini? batin Gabe benar-benar tidak mengerti.
Bingung dengan sumber keberanian dari sosok yang baru satu hari dikenalnya, rasa takut yang menyelimuti hati Gabe mulai berkurang setelah dia memutuskan untuk mempercayakan hidupnya pada lelaki muda itu.
-------
Senin, 26 November 2018
Pukul 02:01 PM