Chereads / THE SEVEN WALLS: Dewa & Iblis / Chapter 18 - CHAPTER 17

Chapter 18 - CHAPTER 17

***

Kami pulang dari latihan hari ini. Dongeng yang diceritakan Nenek tadi malam masih terngiang-ngiang dipikiranku, sepertinya itu bukan hanya sekedar dongeng penghantar tidur, tapi itu sebuah kisah terbentuknya dinding-dinding yang memisahkan Dunia ini. Tapi kenapa sang Penjaga itu membuat dinding ini? Lalu apa itu Lapisan hilang? Kenapa percintaan antara Dewa dan Iblis dilarang?. Banyak pertanyaan yang timbul di pikiranku setelah mendengar cerita itu.

Atta sangat tertarik dengan cerita itu, dia semakin penasaran dengan cerita itu setelah kuceritakan. Kami mempercepat laju kendaraan karena Atta tidak sabar ingin mendengar lanjutan cerita itu dari Nenek.

"Kami pulang!!"

Tak ada jawaban. ini aneh, biasanya ketika kami datang pasti Nenek akan menyambut kami atau menyahut dari dapur.

"Nek?? Nenek?" Senjani berteriak-teriak memanggil Nenek, tapi tetap tak ada jawaban, semua sisi rumah sudah kami periksa, tapi tidak ada seorangpun disini. Tiba-tiba dari luar terdengar suara gaduh, tanah berguncang sepertinya gempa namun ini lebih dahsyat.

"Aaahhh!!" Atap rumah roboh, hampir mengenai Alea, namun Arga sigap menggendong Alea menyelamatkannya

"Cepat!!! Kita harus keluar dari Rumah!"

Tanpa perintah dari Rog, kami sudah berlari mencoba keluar rumah.

Kondisi diluar parah, kota hancur karena guncangan itu. Di langit, pelindung kota terlihat retak, serangan badai pasir diluar membuat pelindung kota retak. Guncangan tanah lebih terkendali dengan sihir Arga.

Dari kejauhan kami melihat Nenek, dia mengacungkan tongkat sihirnya. Cahaya keluar dari tongkatnya, menerangi seluruh ibukota Dewa, menyelimuti kami dengan hangat, masyarakat yang tadinya histeris tiba-tiba terdiam, mereka semua tiba-tiba tertidur. Kami tidak terkena efek sihir Nenek karena sihir Ilusi milik Barqa

"Bantu Nenek mengevakuasi para rakyat biasa" ucap Nenek melihat kami.

Tidak membutuhkan waktu yang lama kami telah memindahkan semua rakyat yang ada di kota kedalam sebuah tabung besi besar. Tabung itu kemudian tiba-tiba hilang dengan cepat.

"Earth Hearth, itu adalah tempat teraman bagi para ras yang ingin melindungi diri dari peperangan ini, tak ada yang bisa memasuki tempat itu tanpa hati yang bersih" ucap Nenek menjawab pertanyaan kami tentang kemana Tabung itu pergi.

"Iblis sudah berkembang sangat pesat, mereka memiliki kekuatan yang sangat-sangat besar"ucap Nenek. Tiba-tiba kami terdiam apa maksudnya? Seharusnya masih ada 2 bulan lagi sebelum peperangan itu dimulai.

"Ini serangan yang dilancarkan oleh salah satu Pion Iblis, kita harus bisa menahannya"ucap Nenek, kami terus bertahan dalam badai pasir itu. Jika badai pasir ini hanya serangan dari salah satu Pion Iblis, seberapa kuatkah Pion Iblis itu? Sudah hampir 5 jam kami bertahan di dalam badai pasir ini, tapi tak kunjung berhenti, bahkan reda sedikitpun tidak. Tiba-tiba badai berhenti, kami terhenyak, ada apa?

"Jangan lengah!" Nenek memerintah

Kami tetap berjaga, berusaha memperhatikan sekitar dengan seksama, tak ada satu hal pun yang luput dari pandangan kami, walau lalat terbang sekalipun. Tiba-tiba dari tanah keluar pasir yang membentuk benda tajam, entah kenapa dari tadi pasir itu mengincarku, kami semua terlalu fokus pada pasir itu, tiba-tiba dari belakangku muncul pasir lain, membentuk benda tajam lalu menusukku. darah dimana-mana, tapi aku tak merasakan sakit sama sekali, ketika aku berbalik disana ada seseorang yang selama ini selalu baik kepada kami, membantu kami sampai sejauh ini, keluarga dekatku, dan juga yang selalu menjaga senjani selama ini. Nenek!! Pasir yang seharusnya menusuk dadaku tertahan oleh tubuh Nenek yang rapuh, Nenek mengorbankan dirinya demi menyelamatkan ku, tak sadar air mata keluar. Pasir itu menghilang, Nenek terbaring lemah ditanah, Senjani menangis keras, jelas bahwa dia yang paling merasa kehilangan diantara kami.

"Jangan buang air matamu karena orang tua ini. Mungkin ini memang ajal Nenek, Nenek juga sudah tua tidak bisa membantu banyak lagi. Sekarang Nenek serahkan kepada kalian semua, kalian sudah siap untuk peperangan ini, teruslah maju. Jangan ragu memutuskan sesuatu, dan jangan menyerah jika sudah menutuskannya. Nenek percaya pada kalian! Senja, Nenek percaya kamu pasti akan segera mengetahui kenyataan dan kebenarannya, kamu pasti akan bisa mengubah Dunia yang kejam ini"ucap Nenek dengan senyum dengan keriput kulitnya yang menandaman bahwa dia sudah mulai menua. Tangannya teracungkan, membuka sebuah portal

"Ini adalah tenaga terakhir Nenek, mungkin tidak akan bisa mengantar kalian ketempat peperangan nanti akan dimulai, tapi setidaknya Nenek bisa membantu kalian untuk yang keterakhir kalinya"

Senjani menggeleng tegas, jelas dia tidak ingin meninggalkan Nenek sendirian. Alea dan Rey sudah mencoba sihir penyembuh tingkat tinggi namun tidak bisa menolong Nenek. Nenek memaksa kami untuk pergi

"Senja! Bawa adikmu pergi, tinggalkan Nenek. Tempat ini akan diserang sebentar lagi"

Aku langsung mengangguk, melakukan permintaan Nenek, aku menarik Senjani membawanya melewati portal, tak ada perlawanan lagi dari Senjani, dia sudah mulai mencoba mengikhlaskan kejadian ini. Yang lain sudah menunggu dibalik portal sejak tadi.

Kami tiba di Lapisan Elf, Rog memimpin perjalanan kami, diantara kami hanya dia yang tau dimana tempat peperangan itu terjadi. Tapi, yang Rog tahu hanya sampai di Lapisan Manusia, Bumi. Hanya itu petunjuk kami hingga detik ini, kami terus berjalan mencari True Dungeon di Lapisan ini. Tetapi, kata Frencs. True Dungeon Barat Manusia alias Timur Elf sudah ditaklukkan. Tapi siapa? Kita tidak bisa pergi ke Lapisan Manusia jika tak memiliki kuncinya. Atta dan Disal bertugas untuk mencari tahu, jadi kita akan tetap melanjutkan perjalanan.

Senjani sama sekali tidak bersemangat seperti biasanya, siapa yang bisa bahagia setelah melewati kejadian duka seperti itu, Biru dan Alea mencoba menghiburnya tapi tidak berpengaruh, Senjani masih tetap seperti itu. Sesekali tersenyum walau terpaksa.

-

Setelah hampir 2 minggu kami berjalan, kami akhirnya tiba di True Dungeon Timur Elf. Dungeon ini tampak seperti rumah besar dengan pintu besar megah

"Dulu Dungeonnya tidak seperti ini, mungkin pemilik kuncinya membuat Dungeon ini menjadi rumah"ucap Rog. Kami berjalan terus mendekati rumah besar itu, tampaknya lebih seperti Istana besar dengan kebun luas didepannya. Kami memberanikan memasuki rumah itu, tak ada siapa-siapa didalam sini. Rumah ini luas, bersih, dan terawat. Sangat nyaman didalam sini, tapi ini aneh di meja ada makanan hangat dan cokelat yang masih panas, jelas didalam sini ada orang.

Tiba-tiba ruangan gelap, gelap gulita, dan ada kurungan besi mengurung kami.

"Aagggh!! Lepasin!" Suara Biru terdengar, tiba-tiba Ruangan kembali terang, kami berada dikurungan aneh. Tapi Biru tidak berada didalam kurungan, dia dibawa oleh seorang Elf pria, aku tidak sempat melihat wajahnya karena dia segera berbalik dan pengelihatanku kabur. Yang lain sudah pingsan sejak tadi. Lalu tak lama kamudian aku juga ikut pingsan.

***

"Oi senja bangun!!"

Aku terbangun karena mendengar suara yang lain memanggilku

"Kita dimana?"tanyaku bingung, ini bukan tempat yang terakhir kaliku pingsan namun tetap berada dikurungan yang sama

"Gua gk tau. Biru mana?" Mob langsung menanyakan tentang Biru, tapi aku bingung dan takut untuk menceritakan kejadian tadi malam

"Oi jawab!"

"Aku gk tahu"

Ruangan lengang, kami bingung bagaimana cara keluar dari kurungan ini, kami tidak bisa keluar karena kurungan ini menggunakan sihir kuno sebagai kuncinya, itu kata Atta. Zira juga sudah mencoba menendang menghancurkan kurungan ini namun tidak berefek apa-apa, Tara mencoba meledakkan kurungan ini dan juga tak terjadi apa-apa. Atta sedang mencoba mempelajari sihir kuno ini, dengan ruang sihir milik Rey, Atta bisa mengambil buku sihir kuno sisa-sisa di perpustakaan kota Dewa yang hancur ketika badai dan gempa melanda. Didalam kurungan ini kami masih bisa menggunakan sihir, namun tidak bisa sama sekali menghancurkan bahkan menggores kuncinya.

"Kunci ini menggunakan Script magic kuno, jadi gua lebih gampang bukanya. Tapi mungkin butuh waktu sekitar 2 jam lebih"ucap Atta. Itu kabar yang bagus sekaligus buruk. Kabar baiknya kita bisa keluar, dan kabar buruknya itu terlalu lama karena dari tadi Mob sudah emosi ingin keluar dari kurungan ini dan mencari Biru.

Tak lama kemudian seseorang datang dari pintu besar di depan kami

"Oh, ternyata kalian kuat juga bisa bertahan dengan racun milikki rakun ku"ucap Elf pria yang tadi malam membawa Biru lalu mengelus-elus hewan yang mungkin rakun itu dipundaknya.

"Mana Biru?!!" Mob tak berbasa-basi langsung menanyakan Biru dengan emosi

"Oh, calon Isteri gua? Kenapa kamu mencarinya?"

"Maksud lu apa bilang calon isteri lu?"

"Oh jadi dia belum cerita? Dulu keluarganya itu sangat miskin tak punya rumah, lalu orang tuanya datang ke orang tua gua meminjam uang untuk membangun rumah dan berjanji akan menjadi bawahan dari orang tua gua. Tapi!! Orang tua itu bangs*t! Dia menipu orang tua gua, dia lari membawa uang orang tua gua. Hingga akhirnya gua nemuin kediaman rumah mereka, gua nyogok raja Earth Hearth untuk mengirim pasukan kerajaan menghancurkan rumah itu dan membunuh penghuninya. Kesatria kerajaan berhasil membunuh orang tua bangs*t itu, awalnya aku senang namun seiring waktu aku masih tidak tenang karena masih ada kerabatnya yang hidup, lalu guavnyuruh Kesatria membunuh semua kerabat orang tua itu, dan yang tersisa hanya Biru, gadis itu. Awalnya gua berniat bunuh dia, tapi sepertinya dia cocok untuk jadi isteri gua, menjadi bahan pelampiasan nafsu birahi gua untuk menghasilkan anak-anak yang indah, lalu bisa gua bunuh dengan tanganku sendiri. Kejam bukan? Pion Iblis memang harusnya seperti itu"

Perkataan Elf itu jelas membuat Mob marah besar, matanya mulai membiru, dua tanduk mulai tumbuh di dahinya, ini berbahaya bagi kami, karena kami semua berada dalam satu kurungan dengannya. Dia bisa saja mengamuk lalu membunuh kami tanpa ampun. Lalu apa katanya? Pion Iblis? Musuh yang sulit. Kami dalam Bahaya!