Kanibalisme terjadi. Dafaf sekarang hanya tinggal tulang belulang. Kakek Angko berteriak mengaum dengan keras, kami masih menggunakan penutup telinga milik Atta jadi kami tidak mendengarnya terlalu jelas. Kakek Angko mengamuk, menghancurkan semua yang ada didekatnya. Kami menghindar, berusaha menjauh
"Bawa mereka! Tidak mungkin kita meninggalkan mereka begitu saja" ucapku memerintahkan yang lain untuk membawa Pion Iblis yang tidak berdaya itu.
"Apaan coba? Biarin aja, biar kita menang"ucap Mob menggeleng.
"Buat apa coba lu bawa mereka? Beban doang. Mending kita menjauh aja" Rintaf jelas tidak setuju. Tapi, ini tidak adil. Mereka ditipu. Ini bukan seluruhnya salah mereka, mereka juga hanya korban. Terutama Dafaf. Aku tetap membawa mereka, terutama Natha. Aku memanggil Byakko dan menaikkan beberapa Pion Iblis yang sudah pingsan itu dipundaknya.
"Lu ngapain dah?" Mob heran melihatku. Tak lama Rey juga mengangkat satu Pion Iblis lainnya. "Gpp kan? Mereka tidak tahu apa-apa juga. Natha kan juga ada di Pion Iblis, walau dia sudah berubah kitakan tetep temennya dia" ucap Rey. Lalu Arga, Rog, dan Barqa juga membantu Pion Iblis lain. "Terserahlah!" Ucap Mob pasrah lalu ikut membantu. Rintaf ragu-ragu untuk menolong Ranra. "Klo bukan karena temen gua. Gua gk bakal mau nolongin lu sumpah!" Ucapnya lalu merangkul Ranra.
"Lu pikir gua juga mau ditolongin ama lu? Gk lah!" Ucap Ranra berusaha melepas rangkulannya. Tapi karena mananya sudah habis dan tubuhnya melemah, dia tidak bisa melawan.
Arga membuat sebuah Gubuk atau rumah kecil dengan batu keras, lalu kami mengistirahatkan Pion Iblis didalam sana. Rey dan Alea memberi pertolongan penyembuh kepada mereka. Lalu yang lain berjaga diluar. Kami tidak terlalu jauh dari tempat Kakek Angko mengamuk. Dia tidak sadarkan diri, seperti dikuasai oleh orang lain. Seperti Binatang Buas yang mengamuk tanpa henti.
"Kenapa kalian mau menolong kami?"tanya Naz(anggota Pion Iblis) dengan nada patah-patah
"Udah, gk usah banyak gerak. Kamu istirahat aja, anggap aja kita udah temenan" jawab Alea singkat lalu kembali melakukan penyembuhan.
Sudah 3 jam berlalu. Kondisi Pion-pion Iblis mulai membaik, namun Alea bilang mereka harus tetap beristirahat. Tiba-tiba tanah bergetar, tanpa kami sadari Kakek Angko berada dekat sekali dengan Gubuk batu kami. Tangannya teracungkan, dia akan menyerang, menghancurkan Gubuk. Zira langsung loncat menendangnya, tidak mempan. Sama sekali tidak ada apa-apanya. Rintaf juga mencoba menyerang namun tidak berefek apa-apa. Tubuhnya terlalu keras. "Gila!! Keras banget tai!" Ucap Rintaf sembari menyeka keringat di leher. Kami terus menerus mengirim serangan, mencoba mendorong mundur Kakek Angko. Namun, tidak berhasil. Sepertinya kita yang harus berpindah, ketika Mob hendak memberitahu orang yang ada di Gubuk untuk segera lari tiba-tiba cahaya terang keluar dari langit-langit malam Earth Hearth. Entah bagaimana bisa ada langit didalam perut Bumi. Cahaya itu semakin terang dan mendekat, kemudian menghilang seketika. Berhenti tepat diatas Gubuk.
Seseorang keluar dari cahaya itu. Pria paruh baya seumuran Nenek menggunakan mahkota dikepalanya. Tanpa pengawal disekitarnya, hanya membawa tongkat yang membantunya untuk berdiri.
"Angko! Itu kamu kan? Maafkan aku." Ucap Pria paruh baya itu. "Aku tahu kamu pasti sangat marah padaku, aku hanya penyihir lemah yang hanya bisa melihat orang-orang mati melindungiku. Tapi itu dulu! Sekarang aku sudah berubah, kamu yang merubahku. Aku selalu berlatih dengan sisa-sisa umurku, berusaha untuk menjadi penyihir kuat yang bisa melindungi tak hanya dilindungi. Kupikir dulu kamu pergi hanya untuk berkelana. Aku dan Saga selalu menunggumu, hingga akhirnya aku menyuruh Saga pergi. Tidak mungkin dia menyianyiakan waktunya hanya untuk menunggumu yang tidak jelas kapan datang. Aku selalu menunggumu, seperti peliharaan yang menunggu majikannya. Kau tahu? Patung Emas yang kudirikan hari itu adalah patung Ibumu, aku menggunakan tanah miliknya untuk menghargai jasanya. Dan kau bisa tinggal dikerajaan bersamaku dan Saga. Maaf, aku tidak sempat memberi tahumu akan hal itu. Aku sudah mendengarnya, Saga telah tiada". Jadi itu Kakek Goro?. Mendengar kata-kata Nenek, Senjani kembali bersedih mengigat akan hal itu.
"Go..ro..?!??" Ucap kakek Angko dengan nada tidak beraturan.
"Aku turut berduka cita atas kepergian Saga. Tapi, kau tahu Angko? Saga sudah tau bahwa kamu mencintainya sejak dulu, dia ikut denganku menunggumu datang dulu. Sebenarnya aku menyuruhnya untuk tinggal disini, menunggumu. Tapi dia tidak mau, dia ingin mencarimu lalu menanyakan perasaanmu itu dan membalasnya. Namun, kamu tak kunjung datang dan dia temukan" ucap kakek Goro, lalu air mata membanjiri wajahnya. Penyesalan tampak jelas dimatanya
"Maafkan aku Angko. Aku tidak bisa menahan egoku, aku juga mencintai Saga. Aku mengungkapkannya dan melamarnya. Dia tidak punya pilihan lain. Dia menerimanya, walau kutahu sebenarnya dia tidak mencintaiku... Akhirnya, aku bisa bertemu denganmu, dan menyampaikan ini. Aku lega, sekarang aku siap menerima semua konsekuensinya. Aku bahkan siap bertemu dengan Saga di Sana" ucap kakek Goro lalu kemudian dia mendekat. Menyerahkan diri, pasrah. Kakek Angko yang tidak terkendali ini langsung menghantam tubuh rapuh kakek Goro. Tubuh yang menua karena usia.
Semuanya terjadi begitu saja, nyawa dengan mudahnya melayang. Kakek Angko kemudian memakan daging kakek Goro, memakannya dengan nafsu. Dendamnya akhirnya terbalaskan. Namun, kematian Goro seperti tidak memuaskan baginya. Dia mengamuk semakin menjadi-jadi. Kami terus berusaha menahannya sekaligus mencoba membawanya menjauhi Gubuk. Dia terpancing, mengikuti kemana kami lari. Rintaf, Arga, Mob, Zira, Armi, Barqa, Rog, dan aku bergantian menyerang. Kami tahu serangan kami tidak akan berefek tapi setidaknya bisa menahannya walau hanya sebentar.
Entah ini mungkin karena kehendak Alam atau apa, kami sampai kesebuah tempat. Tempat yang memiliki patung Emas indah berbentuk wanita tua. Persis seperti patung di kisah kakek Angko, Goro, dan nenek Saga. Tiba-tiba pergerakan kakek Angko terhenti. Kami juga berhenti menyerang nun tetap dalam posisi. Air keluar dari mata kakek Angko yang sudah menjadi Monster buas ini. "I..ib.bu.." ucap kakek Angko terbata-bata. Matanya yang merah tajam berubah menjadi mata dengan penuh kesedihan. Disana tampak jelas kesedihan yang dia rasakan. Ada pergerakan aneh ditubuhnya. Aaaggghhh!!! Tubuh Iblis itu mulai terpisah dengan tubuh asli Kakek Angko. Amarah lah yang membuat kakek Angko menjadi seperti ini. Dan kebahagiaan yang akan membuatnya berhenti.
Tubuhnya semakin terpisah dengan Iblis itu, kulit-kulit kakak Angko sudah terlihat. Kepala Kakek dan Iblis itu terpisah, menjadikannya makhluk berkepala dua.
"Libera custodia venerrunt ad iram!!!" iblis yang mengendalikan Kakek Berbicara dengan bahasa yang tidak kami ketahui. Seketika kami merinding mendengar kata-katanya, nadanya yang kasar dan suara beratnya berteriak membuat kata-kata itu semakin seram. Kupikir kakek Angko akan selamat dan berhasil memisahkan diri dengan iblis itu. Namun, tidak. Iblis itu kembali memaksa masuk, kekuatannya semakin menjadi-jadi.
Bintang-bintang dilangit yang menghias indahnya langit malam itu tiba-tiba hilang. Angin lewat seperti membawa pesan yang mengerikan, membuat kami merinding gemetaran. Tanah bergetar dahsyat. Langit-langit di perut bumi ini mulai runtuh. Kami harus segera menyelamatkan diri dan yang lain. Aku memanggil Garuda untuk membantuku terbang melesat cepat kegubuk membantu yang lain, Atta membuat sebuah kereta kencana terbang menggunakan Scriptnya. Kami semua naik diatas garuda, dari langit-langit terlihat ada lubang besar terbentuk karena reruntuhan getaran tadi. Kami terbang melewatinya, menembus terbang ke Bumi.
Bumi yang indah itu tak bisa kami nikmati lagi. Masyarakat yang melihat kami terkaget-kaget dan segera mengambil ponsel untuk mengabadikan kejadian ini. Kami tak memperdulikannya, Garuda terbang semakin tinggi hingga tak ada yang bisa melihat kami.
Aku kembali teringat dengan apa yang dikatakan oleh monster itu, apa yang dia ucapkan?. Kakek, tidak. Iblis itu juga keluar melalui lubang yang lain, jelas warga kaget dan berlarian melihatnya. Sesekali mengabadikannya. Getaran tadi menciptakan lubang-lubang besar di permukaan Bumi. Kami terbang mendekat untuk melihatnya lebih jelas, aku memanggil Bugolun untuk membuat kami tidak terlihat.
Iblis itu teridiam sejenak, melihat kelangit-langit. Polisi dengan cepat datang menembaki Iblis ini namun tidak berefek apa-apa. Anehnya, Iblis ini tidak mengamuk seperti ketika di Earth Hearth. Dia terus melihat kelangit, kemudian duduk ditengah jalan raya membuat macet besar-besaran. Cahaya keluar dari tubuh Iblis itu, Vertikal mengarah tepat ke Bulan. Lalu bulan membelokkannya ke Matahari. Tiba-tiba malam itu berubah menjadi siang, warga segera dievakuasi oleh beberapa polisi yang ada disana. Anehnya disiang itu Bulan dan Bintang tetap terlihat. Susunan Bintang terlihat, tidak abstrak tidak juga membentuk rasi bintang. Dia seperti membuat symbol tersendiri, tiba-tiba Bintang itu jatuh. Mengarah ke Bumi, tepatnya Iblis ini. Kami semua terdiam, Mob tidak cerewet seperti biasa. Rintaf dan Ranra tidak bertengkar lagi.
Auman keras terdengar, sangat keras membuat kami semua gemetaran saat mendengarnya. Itu bukan suara dari Iblis ini. Tiba-tiba dari langit nampak sebuah Bintang bercaha terang. Tidak, itu bukan bintang. Dia semakin mendekat. Sayap putih bersih terbentang besar dihadapan kami, dengan tanduk Hitam tajam di dahinya. SANG PENJAGA!!