Chapter 45 - Handuk Putih

Pada dasarnya, desain apartemen Misaki dan Wataru sama, hanya interiornya saja yang berbeda sesuai pribadi dan selera masing-masing. Pemilik apartemen juga tidak begitu cerewet dan santai sehingga sangat memudahkan para penghuninya, asal tidak melakukan kerusakan yang

merugikannya.

Bangunan apartemen itu berbentuk huruf L terpisah, terdiri dari dua lantai. Misaki dan Wataru berada pada bangunan yang lebih panjang dengan empat apartemen pada masing-masing lantai.

Pada bagian yang terpisah, tiap lantai hanya memiliki tiga apartemen. Karena per ruangan apartemen itu didesain khusus hanya untuk satu orang sehingga ukurannya kecil tapi tidak begitu sempit, lumayan nyaman untuk ditempati. Harganya agak sedikit mahal, tapi di kota besar seperti itu sudah termasuk lumayan murah bagi kantong pekerja serabutan macam Misaki.

Apartemen milik Wataru sangat bersih dan rapi, setengah minimalis dan nuansanya di dominasi biru laut dan putih keabuan.

Saat memasuki genkan (area pintu masuk), di samping kanan ada lemari serbaguna.

Ketika kaki melangkah ke lantai, dipisahkan oleh dinding pada lemari serbaguna, ada mesin cuci dan lemari kecil, lalu berikutnya dapur yang cukup panjang lengkap dengan lemari serbaguna berlaci banyak tepat di sebelahnya.

Di bagian kiri, ada kamar mandi (toilet di dalam terpisah dengan area mandi) dan di sebelahnya wastafel. Meski di bagian lorong masuk agak sempit karena diapit dapur dan kamar mandi, di ruang utamanya cukup luas.

Yang membedakan antara kamar Misaki dan Wataru adalah lantai kayu di kamar lelaki itu tak memakai tatami melainkan karpet dua kali ukuran tempat tidur di tengah ruangan, bermotif kotak-kotak biru marine berdasar putih. Tirai pintu geser dan seprai tempat tidur pun memiliki motif nyaris serupa dengan karpetnya.

Tak ada pula meja lesehan, sebagai gantinya ada dua meja di dalamnya. Dinding ruangan itu polos tanpa hiasan.

Satu meja kerja (di atasnya ada laptop putih, beberapa buku, jam weker, dan lampu duduk) di sudut kanan ruangan antara pintu geser dan tempat tidur (posisi kepala menempel pada dinding Wataru dan Misaki, tak heran suara ha hi ho cewek-cewek Sang playboy kedengaran hebat, selain karena dinding apartemen yang tipis), dan satu meja makan di sebelah kiri dalam ruangan, tepat di depan lemari pakaian. Masing-masing hanya ada satu kursi satu meja. Di balkon juga begitu, tempat biasanya lelaki itu bersantai saat malam hari sambil mabuk-mabukan dan merokok.

Apartemen Wataru benar-benar minimalis.

Ada satu tanaman tinggi di sudut kiri pintu geser, terlihat sangat dirawat dengan baik. Sungguh tak disangka olehnya.

Selain itu, ada dua lemari: satu lemari sorong apartemen, satunya lagi lemari pakaian Wataru. Sisanya adalah satu rak besi serbaguna tanpa pintu dan dinding, isinya juga minimalis.

Di rak besi serbaguna itu ada jam dinding yang diletakkan begitu apik di antara lilin-lilin aromaterapi, sebuah foto keluarga (seorang anak kecil dan seorang wanita muda), buku-buku besar dan kecil disusun rapi di rak kedua, dua buah peti perak di rak ketiga, dan terakhir adalah rak handuk.

Di depan rak itu terdapat keset bulu cokelat dan sepasang sandal kain. Di dekat rak, terdapat sebuah tempat sampah imut yang membuat Misaki nyaris terbahak. Mana cocok dengan figure lelaki itu!

Ruangan yang sangat kontras dengan miliknya yang semi tradisional dan berantakan.

Setelah cukup terpana akan interior apartemen lelaki itu, akal sehat Misaki kembali.

Bukan itu yang harus dipikirkannya sekarang!

Perasaannya tidak enak.

Ini pertama kalinya ia memasuki apartemen sang playboy!

Saat membuat kontrak, mereka membahasnya di sebuah kafe tak jauh dari apartemen. Jadi, sewaktu lelaki itu memaksa masuk untuk membahas rencana reuni di apartemennya, Misaki sedikit terkejut, terlebih pake ancaman mau mendobrak pintu segala lagi!

Misaki meraih celemek, memasangnya pada tubuhnya hingga menutupi bagian depan kaos dan jeansnya.

Kedua tangan Misaki sibuk di dapur memeriksa isi lemari dan laci, serta isi kulkas.

Tidak begitu banyak persediaan di sana, sepertinya lelaki itu lebih suka makan makanan instan dari mini market saja, terbukti dari tempat sampah dapurnya yang penuh dengan kotak plastik makanan.

Harus masak apa kalau begini?

Misaki menghela napas panjang. Yang sederhana sajalah, pikirnya.

Wajah Misaki suram sejak mulai menyiapkan omurice, sementara lelaki itu dengan santainya sedang mandi tepat di belakangnya.

Suara air di kamar mandi membuat wajah Misaki memerah, ditambah lagi sesekali terdengar lenguhan dari lelaki itu yang menikmati siraman air hangat dari shower. Ngapain mandi mengeluarkan suara-suara begitu, sih? Kesal juga Misaki jadinya. Tangannya jadi kadang tak fokus hingga pisau mengiris telunjuk kirinya.

"Bisa diam, tidak, sih?" Misaki menghisap jarinya yang terluka, matanya terlihat sebal ke arah pintu kamar mandi melalui atas bahu.

"Misaki!" teriaknya dari dalam kamar mandi.

Sadako mini market itu terperanjat kaget.

Apa ia mendengar keluhannya?

"Y-ya? Toshio-san?"

"Ambilkan aku handuk di rak besi!"

"A-apa???"

"Cepat! Aku lupa ambil handuk!"

"Iya, iya!" dengan wajah bersungut-sungut, ia pun mengambil handuk di keranjang.

"Cepat!" teriaknya tak sabaran.

"Ini baru diambil! Cerewet!"

Misaki mengetuk pintu kamar mandi, tapi lelaki itu sepertinya tidak mendengar ketukannya. Kini ia sibuk bersenandung keras.

"To-Toshio-san! Aku bawa handuknya!" muka Misaki merona.

Mimpi apa ia harus mengambilkan handuk lelaki itu?

"Bawa masuk!" perintahnya.

"APA?????"

"Bawa masuk! Tuli, ya?!" bentaknya.

"To-Toshio-san saja yang keluar ambil! Masa aku masuk, sih?" keningnya bertaut kesal.

"Bawa masuk! Dalam kamar mandi, kan, masih ada pintu lain!"

"I-iya, sih. Tapi tetep saja..." muka Misaki cemberut.

"CEPAT!" nada suara Wataru kini terdengar marah.

"Iya! Iya! Sabar sedikit, Toshio-san!"

Misaki bergegas memasuki kamar mandi, di depannya terlihat pintu geser lipat, ia tengah berdiri di area toilet. Sama persis dengan kamar mandinya, hanya saja lebih wangi dan bersih.

Duh, malu sekali rasanya! Lelaki bej*t itu itu nyaris unggul pada semua hal jika dibandingkan dengan dirinya.

"To-Toshio-san!" teriaknya seraya menelan ludah.

Lagi, lelaki itu tak mendengarnya karena sibuk bersenandung.

Gemas juga jadinya, ia pun memajukan tangannya mengetuk pintu kamar mandi.

Krek...

"Eh?" bola mata Misaki membesar.

Aduhai, pemandangan di depan mata Misaki membuatnya nyaris pingsan.

Selama beberapa detik, mereka berdua saling tatap.

Tubuh Misaki membeku, sepertinya phobianya menyerang secara mendadak. Sedang Wataru yang berdiri separuh membelakangi Misaki, terguyur oleh siraman shower, matanya tak berkedip.

Lambat laun, pipi kiri Wataru berkedut, matanya menyipit tajam.

"Sampai kapan kau berdiri menatapku terus? Mau ikut mandi juga denganku?"

Tenggorokan sadako mini market itu tercekat, susah sekali mengeluarkan suara. Melihat reaksi Misaki, Wataru meraih shower dan menyiram air keluar tepat pada wajah Misaki.

"MAAFKAN AKU TOSHIO-SAN!" siraman air tadi cukup mempan membuatnya sadar, ia panik bukan main sampai membanting pintu kamar mandi luar begitu keras.

"KAU MAU MERUSAK PINTU KAMAR MANDIKU, HAH?!"

"MA-MAAAAFFFF!!!" teriak Misaki yang bersandar pada pintu, tubuhnya basah kuyup. Sebelah tangannya mencengkeram kuat handuk basah di dadanya.

Wajahnya merah bukan main, pandangannya berputar-putar, gigi-giginya gemelutukan.

"CEPAT BAWA HANDUK BARU!"

"BA-BAIK!"

Salah tingkah, sih, tapi mesti bergerak cepat sebelum lelaki itu ngamuk lagi.