Sekujur tubuh Misaki masih gemetar, entah karena amarah atau ketakutan yang diberikan oleh lelaki itu padanya.
Ia bersandar pada pintu masuk, matanya menyapu ke dalam ruangan. Sunyi, gelap, dingin, dan terasa mencekam entah kenapa.
Ruangan yang akrab dalam sekejap mata menjadi asing baginya.
Lelaki di sebelahnya sepertinya telah tertidur nyenyak setelah puas mempermainkan dirinya seperti sampah tak ada artinya.
Bagi lelaki itu, dirinya tidak lain hanyalah salah satu mainan sementara yang bisa dibuang sesuka hati ketika sudah bosan dan jenuh. Misaki bukan seleranya, jadi perlakuannya beda dengan mainannya yang lain. Jelas sekali dari sikapnya selama ini!
Mainan kesukaan dimanja dan dirawat. Mainan yang dibenci diperlakukan sesukanya, kalau perlu dihancurkan jika hatinya sedang tak senang, mirip anak kecil yang manja dan ngebos.
Tangan Misaki menggenggam erat ponsel di dadanya, air mata mengalir pelan di kedua pipinya. Matanya perih oleh lensa kontak, tapi itu tak ada artinya dibanding harga dirinya yang diinjak-injak sesuka hati sampai detik ini.
Apa ia sanggup melawan dengan segala kesalahan dan kontraknya?
Kekuatan macam apa yang dimilikinya yang hanya rakyat biasa tanpa dukungan apapun?
BODOH! BODOH! BODOH! umpatnya pada diri sendiri.
Uang benar-benar telah membutakan akal sehatnya!
Kegilaan Toshio tadi sangat menakutkan! Sangat, sangat menakutkan!
Otaknya pasti sudah kacau berurusan dengan manusia bak Joker iblis itu?!
Misaki terpuruk ke lantai. Ponselnya jatuh begitu saja. Kedua telapak tangannya menyentuh lantai genkan yang dingin. Air matanya menetes-netes membasahi batu genkan. Sorot matanya kacau.
"Aku ingin ke pengadilan! Harus! Lelaki itu sinting! Tidak waras! Bipolar*!"
Misaki menggertakkan gigi, kemudian tersenyum pahit.
Sial! rutuknya membatin.
Harusnya ia berhati-hati saat ada orang asing menawarkan uang 500 juta yen dengan kontrak tak seperti pada umumnya.
Mana ada orang biasa menawarkan kontrak lima ratus juta yen hanya untuk jadi tunangan palsu semalam dengan persetujuan menggunakan tanda tangan semata?
Ke mana akal sehat dan logikanya saat itu? Kenapa ia bodoh sekali, sih?
Konyol sekali saat ia begitu senang dan lega seperti anak kecil diberi permen saat mendengar kontraknya tak perlu stempel resmi!
Apakah ia punya peluang menang di pengadilan jika mengajukan kasusnya sebagai pemerasan dan penindasan, disertai ancaman dab pelecehan? atau membatalkan kontrak itu karena tak sesuai hukum Jepang secara umum? Berapa persen ia bisa menang jika demikian? Toh, uangnya belum terpakai?!
Benar! Setidaknya ia harus mencoba! Mana ditahu kalau belum dicoba, kan?
"Uang! Pinjam Uang! Eikichi! Eikichi!" tangannya panik meraih ponsel, menggulir kontak mencari nama Eikichi. "Tidak! Tidak! Uang simpanannya sudah habis aku pinjam terakhir kali!" ia menggeleng cepat, "Pak editor! Pasti Pak editor bisa memberiku uang pinjaman! Royaltiku, kan, masih belum keluar!" ia menggulir nama kontak lagi.
Misaki terdiam, seperti ditampar air dingin, kegembiraan sinting yang terpancar sekilas di wajahnya, berubah suram mengerikan. Apakah amnesianya sudah membuat logika dan akal sehatnya berfungsi tak semestinya?
Misaki bersandar pada pintu. Kedua bahunya merosot, kepalanya terkulai lemas ke sisi kiri tubuhnya. Sorot matanya seolah kehilangan semangat hidup.
Misaki lupa siapa Toshio sebenarnya, hanya karena jadi tetangganya di apartemen kecil begini, lantas dirinya merasa selevel dengan lelaki itu. Isi kepalanya kosong seketika.
Walaupun kontraknya tidak menggunakan stempel resmi, tapi lelaki itu banyak akal. Playboy kejam itu adalah dewa bisnis yang disegani.
Ingatannya kembali meluncur acak pada hasil riset kecil-kecilannya: profil lelaki itu yang dibacanya di internet, dunia berkelasnya yang berkilau di acara reuni waktu itu, dan reaksi Reiko yang begitu heboh.
Lelaki itu punya kuasa dan koneksi. Siapa yang bisa menebak apa yang bisa dilakukannya saat kalap dan murka?
Melihat kegilaan lelaki itu sebelumnya hanya gara-gara telepon, bisa-bisa, hari ini ia putuskan jadi penentangnya, besok-besok dirinya hilang tak ada kabar, atau malah mati mengenaskan yang sudah direncanakan seperti di film-film yang pernah ditontonnya?!
Ugh! SIAAAAAL!!! Dasar orang kaya!
Kedua tangan Misaki mengepal kuat-kuat. Ia menggertakkan gigi penuh amarah dan ketidakberdayaan.
Sepertinya memang ia tak punya peluang menang melawan kontrak selemah itu dihadapan pria sekuat Toshio.
Dirinya mungkin bisa dihancurkan tak bersisa jika sampai macam-macam padanya. Kepalan tangan Misaki dipukul-pukulkan ke lantai genkan, kepalanya tertunduk, menjerit tertahan.
Sebuah kesalahan besar telah membuka pintu menyambut senyuman kecilnya saat itu.
Seberapa kuat ia telah terjerat di jaring sang Joker iblis itu?
Jika saja Eikichi lebih cepat muncul ketimbang playboy itu, mungkin ini tak akan terjadi.
Tapi ia butuh uang saat itu! Apa pilihannya?
"Aku benci menjadi lemah seperti ini!" ia menyeka pelan air matanya, bibirnya bergetar hebat, keningnya ditautkan.
Entah kini ia marah pada dirinya atau marah pada Toshio, semuanya bercampur jadi satu, sulit dibedakan.
Apa ia hanya bisa pasrah menghadapi playboy itu? Syukur lelaki itu tidak benar-benar ingin tidur dengannya.
Misaki jelas memang bukan selera lelaki itu di atas ranjang, ia hanya suka dan menikmati menghina harga dirinya demi kepuasan hati semata.
Benar-benar kelakuan macam anak kecil yang manja!
Jika playboy itu mau, bisa saja ia ditaklukan dengan mudahnya.
Toshio kuat, sehat, tinggi, dan badannya lumayan berotot. Kenapa mesti bertanya segala apakah Misaki mau tidur dengannya atau tidak? Apa playboy itu punya aturan seperti pembunuh berantai? Atau hanya menjadikannya seperti samsak tinju, alih-alih memukulnya secara fisik malah secara mental?
Benar! Apalagi yang ia mau dari Misaki yang bukan seleranya? Sumber alergi baginya?!
Playboy itu hanya ingin menyiksanya secara mental, menjadikannya budak yang bisa disuruh-suruh seperti orang bodoh.
DASAR SADIS!
Mainan yang menarik, bukan?
Tak sudi disentuh, tapi menyenangkan untuk diganggu seenak hatinya. Pelampiasan atas segala emosi negatifnya!
Diperlakukan kasar, dihina, dan dijadikan alat keperluannya seperti marionette rusak!
Mainan jelek buangan yang siap disingkirkan kapan saja sekehendak hati sang pemilik!
Kenapa lelaki itu mau meminta tolong padanya sejak awal? Perempuan lain, kan, bisa? Sejak awal memang sangat aneh!
Apa sebenarnya yang diinginkannya? Apakah ingin menghancurkannya? Atas dasar apa? Misaki tak pernah berbuat salah atau dendam pada lelaki itu!
Perempuan itu mencoba mengingat-ingat kembali segala tuduhan lelaki itu padanya: licik? matre? serigala berbulu domba? sok suci? sok susah didapat?
Apa dirinya adalah pemandangan mengganggu di matanya? Kenapa? Apa salahnya, sih? Dasar orang kaya! Semaunya saja bertindak!
"Kenapa aku harus memiliki masa lalu sekelam itu? Jika saja hidupku normal, maka aku tak akan ada di tempat ini dan diperlakukan lebih rendah dari seorang perempuan murahan manapun olehnya," bibirnya digigit keras-keras hingga berdarah, "dasar maniak...."
Perempuan itu berdiri, berjalan tertatih melewati kamar mandi dan dapur, kepalanya terasa berat, hatinya tak karuan.
Lelah mental dan fisik.
Bau parfum dan rokok playboy itu menempel pada bajunya, Misaki sampai muak sendiri menghirup aromanya seolah lelaki itu mengikutinya.
Baru dua minggu lebih sejak mereka mulai saling berinteraksi, sudah seenak saja padanya dan sok kenal. Apa-apaan sikap tiran dan sok kuasanya itu hanya karena punya uang banyak? Kegilaan lelaki itu membuat Misaki seperti masuk ke dalam salah satu film horor yang dibencinya, psikopat cab*l posesif!
Pacar bukan. Kekasih bukan. Istri apalagi!
Misaki mempermainkannya? Kenapa ia tidak menghubungi polisi saja kalau begitu? Laporkan sebagai kasus penipuan atau penggelapan! Tangkap dirinya lalu masuk penjara! Kenapa mesti capek-capek lelaki itu yang mencoba meraihnya sendiri? Lalu bersikap gila macam itu?
Untuk apa ia disiksa dan dicari seperti hewan buruan?