Chapter 47 - Nekat vs Panik

"Anu... aku duduk di kursi itu saja, ya, boleh? atau kursi di balkon, bagaimana?" tunjuknya pada kursi kerja Wataru, sudut bibirnya berkedut gelisah.

Lelaki itu tak menjawab. Ekspresinya sulit ditebak.

Tablet diletakkan di samping omurice. Ia berjalan meraih kursi kerja dan menaruhnya di dekat

Misaki.

"Duduk." Katanya datar.

"Hmmm. Y-ya. Terima kasih."

Misaki duduk gelisah mengamati Wataru yang kini lahap menikmati makanannya. Ia tampak tenang dan tak berkomentar apapun seperti anak kecil penurut.

Jika dilihat-lihat, mungkin Toshio tak sebegitu buruknya, sih, kalau seperti ini, pikir Misaki.

"Kau tidak makan?" tanyanya santai.

"Aku sudah makan sebelum pulang. Eh?" bola mata Misaki tiba-tiba membesar, tangan lelaki itu mengarahkan sesendok penuh omurice padanya.

"Makan!" katanya datar.

"A-anu, Toshio-san..."

"Makan! Racun saja kau mau, makan ini tidak ada artinya bagimu, kan?" ledeknya, tersenyum sinis.

Misaki menelan ludah gugup. "Aku kenyang, kok. Toshio-san saja yang makan semuanya."

Kening lelaki itu naik sebelah, tangannya yang menawarkan sesuap omurice mengambang cukup lama di udara kosong.

"MAKAN!" serunya dengan nada setengah berteriak.

"Ba-baik!" spontan Misaki melahap makanan itu.

"Begitu, dong. Budak sudah seharusnya begitu," tanpa rasa bersalah dan malu-malu, Wataru melanjutkan sarapannya dengan santai.

Misaki merona hebat. Ya, ampun! Ingin rasanya ia lari bersembunyi jauh-jauh saat ini!

"A-aku lupa ambil air. Tunggu sebentar!"

Wataru mendengus geli saat Misaki berbalik menuju dapur.

Beberapa menit berlalu....

Mata Misaki menyipit mengamati sosok berambut basah berkilau di depannya. Lelaki itu sudah makan. Tapi ia malah sibuk dengan tablet di tangannya, alih-alih membahas kompensasi gelang berlian yang dihilangkannya.

"Matamu bisa melompat keluar, loh, kalau menatapku seperti itu terus!" serunya tiba-tiba.

"Toshio-san. Bagaimana dengan kompensasinya?" ia menggaruk pelipisnya yang tidak gatal, gelisah bukan main.

"Tidur denganku." Ia terdiam sesaat. "Atau minum pembersih toilet. Pilih mana?" ia menyilangkan tangan di dada, tatapannya begitu angkuh.

Misaki tertegun.

Lelaki itu serius atau main-main, sih?

Lama-lama, ia terbiasa juga dengan hinaan diajak tidur olehnya kalau begini! Dasar menyebalkan!

Memang dirinya apaan jadi lelucon terus? Sudut bibir Misaki berkedut.

"Tolong serius sedikit, Toshio-san. Setelah ini, aku juga ingin membahas mengenai uang kontrak

kita."

"Hah? Kenapa? Kau sudah tak sabar dibayar lunas?"

"Bukan begitu. Acara reuninya, kan, berjalan lancar. Dan terbilang sukses. Aku punya permohonan kecil, apa tidak bisa pembayarannya tunai saja? Soalnya kalau harus ke bank, pasti mendapat pertanyaan dari petugas bank, aku harus jawab apa?"

Wataru berpikir sejenak." Bilang saja kau jual diri."

"TOSHIO-SAN!" bentak Misaki spontan.

"Itu benar, kan? Kau jadi budak, kan, artinya jadi milikku dari ujung kaki sampai ujung kepala selama tiga puluh hari. Masa begini saja kau tak paham?" tangannya meraih dagu Misaki, tersenyum licik.

"Bisa tidak, sih, bersikap normal saja!" tuntut Misaki, melepas kasar tangan Wataru.

Lelaki itu bersikap masa bodoh, tangannya kembali sibuk menggulir grafik di tablet.

"Toshio-san?"

Misaki meruncingkan mulut, lelaki itu cukup lama mengabaikannya.

"Toshio-san?" ulangnya.

Kedua bahu Misaki lemas, raut wajahnya muram.

Lelaki ini! Baru saja seminggu lebih tak bertemu, sudah semakin seenak jidat saja perilakunya!

Perasaan apa tadi di hatinya itu saat di bawah tangga? Otak dan hatinya pasti rusak gara-gara masalah Yuka dan mamanya!

Misaki akhirnya berdiri, berniat meninggalkan tempat itu.

Menyadari ini, Wataru meraih lengan Misaki.

"Tidur denganku atau minum pembersih toilet? Pilih salah satunya, maka semua hutangmu lunas. Aku serius," katanya santai, matanya masih pada grafik di tablet.

Kekesalan menjalar di hati dan pikiran Sadako mini market itu, akal sehatnya tiba-tiba menjadi kabur.

Misaki menyentakkan tangan kuat-kuat, dan bergegas menuju kamar mandi.

"PEREMPUAN ITU!" Wataru menggertakkan gigi, panik mengejar Misaki.

"LEPAS! LEPASKAN AKU!" Jerit Misaki kesal.

"KAU SUDAH GILA, YA?" raungnya, menahan Misaki dengan cara memeluknya dari belakang.

Kedua tangan Misaki menggapai-gapai ke arah kamar mandi.

"BUKANKAH KAU MENYURUHKU MEMILIH SALAH SATU?"

"MISAKI!" teriakan Wataru begitu keras, Misaki sampai membeku.

Air mata perempuan itu mengalir pelan menuruni kedua pipinya. Setelah kejadian di rumah sakit, apa dia harus menerima perlakuan seperti ini juga? Satu hinaan ke hinaan lainnya? Sejak kapan ia hidup seperti itu? Oh, benar, sejak ia menyambut badai Toshio dalam hidupnya....

"Misaki...." kata Wataru pelan.

"Kenapa? Kau senang, kan? Mempermainkan orang seperti ini? Harta, kekuasaan, wanita... apa yang tak bisa kau raih dengan semua itu?" Misaki berbisik pelan, suaranya serak, kepalanya tertunduk lesu.

Kedua lengan Wataru yang memeluk Misaki tanpa disadarinya diperkuat. Wajah lelaki itu meringis, terlihat pedih dan terluka, rahangnya pun mengeras. Dahinya dilekatkan pada bagian belakang kepala Misaki.

"Kenapa? Kau tak suka semua itu? Bukankah semua perempuan suka dengan hal-hal itu? Apa yang membuatmu berbeda dengan mereka, hah? Kau bisa meraih apapun yang kau mau dengan bersama orang sepertiku. Semua impian dan cita-citamu. Segala kenikmatan dunia bisa kau raih. Apa susahnya hanya tidur sekali denganku?" suaranya terdengar pilu.

"TOSHIO-SAN!" seru Misaki geram. Dadanya panas mendengar hal itu. Ia tak habis pikir lelaki berstatus jenius dan dicap dewa bisnis punya pikiran pendek seperti itu!

"KENAPA? KAU BISA SENANG DAN BAHAGIA DENGAN APA YANG AKU BERIKAN! APA LELAKI ITU MEMBERIMU LEBIH BANYAK DARIKU? SERATUS JUTA DOLLAR? ATAU KARENA DIA LEBIH BAIK DARIKU DARI SEGI LAIN DI MATAMU?" Wataru membalik Misaki, mencengkeram kedua lengan perempuan itu di kedua sisi tubuhnya, tatapan lelaki itu berkilat-kilat penuh amarah.

"To-Toshio-san...?" Misaki tiba-tiba ciut, Wataru di hadapannya kini seperti orang kalap tak terkendali. Seluruh tubuh Misaki gemetar hebat, bulir-bulir air matanya kembali terjatuh.

SINTING!

LELAKI ITU SINTING!

"Kenapa kau menangis? Matamu bisa sakit gara-gara pakai lensa kontak kalau begini...." nada suaranya merendah, terdengar sedih. Sejurus kemudian matanya menyipit, ia mengamati kedua mata Misaki begitu dekat, suaranya berubah tajam penuh curiga, "apa kau sebegitu menyukai lelaki itu?".

"To-Toshio-san...." kepalanya dimundurkan sedikit, merasa tak nyaman.

Merasa tersinggung dengan reaksi itu, Wataru menarik tubuh Misaki dan menghempaskannya ke atas tempat tidur.

Misaki menjerit ketakutan.

Wataru terkekeh sinting. Ia mendorong tubuh Misaki yang berusaha meninggalkan tempat tidur.

"Kenapa? Takut padaku? Jijik dengan tempat tidurnya? Sok malu-malu? Atau gabungan semuanya?"

Bisiknya di telinga Misaki, kembali ia melakukan kabedon, kali ini di atas hamparan kasur.