Chapter 48 - Kegilaan Tak Masuk Akal

ADA APA, SIH, DENGAN LELAKI INI! TIDAK MASUK AKAL! jerit Misaki dalam hati.

Mata mereka berdua kini saling terkunci. Bulir-bulir air mata Misaki tetap saja mengalir deras, walau kini matanya mulai terasa perih.

"Apa kau membuat lelaki itu senang selama beberapa hari ini?" suaranya terdengar sinis dan jijik.

Misaki tak menjawab, ia menatap nanar pada kedua mata lelaki itu.

Sekilas, wajah Wataru terlihat sedih bercampur kecewa.

Apa perasaannya saja? Atau itu ilusi dari bayangan rambut Wataru yang menutupi kedua sisi wajahnya?

"Katakan sesuatu," desaknya.

"A-apa yang harus aku katakan? Aku tidak mengerti." Misaki memalingkan wajah.

Wataru menggigit bibir bawah, gemas dengan sikap sok malu-malu Misaki (dari sudut pandangnya, aslinya tidak begitu, sih).

"Lihat aku!" ia meraih dagu Misaki.

"Toshio-san!"

"Telepon dimatikan, tak pulang selama seminggu lebih, tak ada kabar sama sekali.... KAU. BUAT. AKU. KESAL BUKAN MAIN!" tangannya mencengkeram kuat wajah Misaki, matanya menatap penuh arogansi dan hinaan padanya.

"Sa-sakit...."

Misaki tak menyangka kalau lelaki itu akan menghubunginya. Apakah Reiko yang memberi nomor teleponnya?

Alasan ponselnya dimatikan karena tak ingin dapat gangguan selama menggantikan mamanya di rumah sakit. Ini gara-gara pak editor yang menerornya terus dengan permintaan persetujuan naskah webnovelnya untuk dijadikan layar lebar. Bahkan, Eikichi juga sempat protes karena susah dihubungi.

"Sakit? Apa kau tak tahu kalau ha-" perkataan lelaki itu berhenti. Ia terdiam menunduk.

Cengkeramannya dilepas. Sebagai ganti ia menyeka air mata Misaki dengan jari telunjuk.

Lalu, tanpa disangka, lelaki itu menjilat sisa-sisa airmata Misaki yang menempel pada sisi telunjuknya.

Misaki terkesiap. Kaget bercampur malu.

SINTING! pekik Misaki membatin.

Sekujur tubuh Misaki merinding dibuatnya. Ini bukan adegan romantis! Romantis dari mana?

Monster playboy menekannya di atas kasur dengan cara begitu hina dan rendah! BAJ*NGAN!

"Toshio-san... tolong hentikan..." katanya memberanikan diri, ia kembali memalingkan wajah. Tak mau melihat tindakan aneh nan sinting lelaki itu lagi. Tubuh Misaki menggeliat tak nyaman, berusaha menjauhi sentuhan lelaki itu. Kenapa di saat ini ia malah ciut bukan main?

"Jijik?" katanya serak, setengah berbisik.

Eh?

Misaki melirik pelan padanya melalui ujung mata.

"Benar, kan, kau jijik pada tempat tidur ini?" Wataru tersenyum sinis, kembali meraih wajah Misaki.

"To-Toshio-san..."

"Kenapa? Merasa tak spesial karena sudah banyak wanita 'main' di tempat ini?"

"Si-sinyal. Tak ada sinyal di kampungku," suaranya setengah mati dipaksa keluar.

"Apa?" cengkeramannya melemah.

"Ibuku jatuh pingsan. Karena panik aku bergegas pulang kampung tanpa sempat mengganti baju dan membawa persiapan apa pun."

"Apa?" ulangnya, seketika saja lelaki itu kembali normal.

"Aku punya fotonya sebagai bukti," ia melepas tangan Wataru.

"Jangan bohong. Kau bersama lelaki itu, kan? Sok susah didapat dihadapanku, tapi bermanja-manja pada pria lain," desisnya setengah meledak.

"TOSHIO-SAN!" teriaknya marah bukan main. "IBUKU JATUH PINGSAN! AKU TAK SEDURHAKA ITU MENJADIKAN ORANG TUAKU SEBAGAI ALASAN MENUTUPI DIRIKU TIDUR DENGAN PRIA LAIN! KAU SINTING, YA?"

Wataru terdiam. Ekspresinya datar melihat tampang galak menggemaskan Misaki.

"Bersihkan ruangan ini. Dan buatkan aku teh, bawa ke balkon kalau sudah siap," katanya datar.

Wataru berdiri meninggalkan tempat tidur.

Ia membuang semua bantal ke lantai, begitu pun semua buku-buku di ruangan itu, juga dihempaskan jatuh berserakan. Isi lemari dilempar keluar semua begitu saja ke segala arah. Tak kalah dramatis, kursi-kursi dijatuhkan dengan santainya seolah bukan apa-apa diikuti debam yang cukup keras. Misaki sampai terperanjat dibuatnya.

"Jangan geer, ya. Mau dipoles seperti apa pun dirimu itu, jelek tetaplah jelek. Mustahil aku menyukaimu. Perlakuan ini tentu bukan hal romantis. Jangan coba-coba kau berani memikirkannya demikian." Ia berdiri menghadap pintu geser balkon dengan satu tangan di saku, tatapan angkuhnya dihujamkan begitu kuat pada Misaki yang duduk tak berdaya sesenggukan di atas kasur.

Kedua tangan perempuan itu mencengkeram selimut kuat-kuat, kedua matanya menatap galak Wataru.

Lelaki itu mengernyitkan kening, kembali berkata, "sadarilah dirimu, hanya budak yang bisa kumainkan sepuas hatiku. Gelang yang kau hilangkan itu tak sebanding dengan dirimu jika mati membusuk! Layani aku dengan baik sebagai budak, baru masuk akal. Bodoh sekali!"

APA-APAAN LELAKI INI?! Misaki membuang muka, tak sudi melihat lelaki itu lebih lama.

Mungkin sebaiknya dia jadi maling saja lalu jadi buronan seluruh negeri daripada harus bertemu lelaki itu terus setiap hari!

"Cepat bereskan semua ini! Baru bawakan aku teh! Kau mau dibayar tunai, kan? Tinggal angkat telepon saja semua beres," Wataru berjalan menuju meja kerja, membuka laci dan meraih satu pak rokok, kemudian keluar balkon.

"Sinting! Kupikir dia sudah berubah!" Misaki meringis pilu.

Rasanya saat ini, ia lebih rendah daripada seorang wanita pangg*lan mana pun! Apa yang diharapkannya setelah kejadian di area tangga darurat itu? Toshio yang tobat? Lebih baik? Sadar akan kesalahannya?

Apa sikap ramah dan bersahabatnya di luar tadi cuman delusinya semata? Rasanya Misaki bisa ikutan sinting kalau begini!

***

Selama hampir empat puluh menit, Misaki membereskan apartemen yang sengaja dibuat berantakan itu.

Ia berdiri tepat di belakang lelaki itu, sepintas pikiran nekat menghampirinya: menyiram lelaki itu dengan teh panas buatannya tepat di kepalanya! RASAKAN!

Misaki menggeleng cepat.

Tidak!

Dia bukan psikopat di ruangan ini, kalau pun ada, pasti lelaki itu!

Sambil menahan emosi, Misaki berjalan pelan keluar balkon.

"Ini tehnya, Toshio-san."

Lelaki itu tak merespon, ia sibuk berbicara di telepon dengan bahasa asing.

Prancis, kah? Sialan! Psikopat ini memiliki kualifikasi tidak masuk akal! keluhnya dalam hati.

"Kau mau ke mana? Duduk!" sela Wataru di tengah-tengah percakapan.

"A-aku?" tunjuk Misaki pada diri sendiri.

Wataru melirik tajam.

"Du-duduk di mana?" matanya berusaha memeriksa sisi lain balkon, tapi tak ada apa-apa di sana.

"A-aku ambil kursi du-"

Belum sempat Misaki menyelesaikan kata-kata seraya melangkah masuk ke ruangan,Wataru menarik tangannya hingga perempuan itu jatuh berlutut di lantai.

"Duduk manis dan patuhlah di situ," katanya cuek, lalu kembali melanjutkan perkataannya. "I am sorry, Mr. Louei..."

Dih!

Nasib budak lain masih lebih baik darinya! Sial sekali dia punya majikan seperti Toshio!