Seorang pria tua dengan kaca bulat menempel pada matanya memandang sosok Hans,"Hmm.. Bocah kau cukup beruntung, jamur-jamur ini sudah matang dan kualitasnya cukup baik. Sayang kau memanennya tanpa peralatan yang memadai bukan?"
Hans terkejut dan mengangguk,"Aku tidak membawa peralatan yang cukup, jadi itu yang terbaik yang bisa aku lakukan tuan!"
"Tuan bisa mengurangi harganya sedikit, aku tidak masalah!" Hans menjawab dengan jujur, karena ketika ia memanennya ia dalam keadaan terburu-buru, sehingga beberapa bagian menjadi kurang sempurna.
"Baiklah bocah, aku akan membelinya dua ratus batu semesta, bagaimana?!" Pria tua itu kemudian menurunkan kaca bundar di mata kanannya setelah selesai memeriksa.
Hans menatap mata pria itu dengan seksama, keningnya, pipinya, pupil dan telinganya.
"Kenapa bocah?! Meski Pleurotus Ostreatus!Langka tapi hanya berguna untuk meningkatkan kekuatan fisik, tidak banyak Magi yang tertarik membelinya."
"Oh, Maaf bukan soal itu."
"Kau berbisnis dengan jujur tuan, baiklah aku jual dengan 190 batu semesta bagaimana?!" Ujar Hans sambil tersenyum. Ia berusaha sebisa mungkin menahan rasa bahagia dalam hatinya, seratus sembilan puluh batu semesta sama dengan seratus sembilan puluh ribu koin emas.
Aku kaya!
Hans menyeringai di dalam hati, ia begitu senang sampai tidak memperhatikan wajah Roni yang di penuhi dengan keserakahan dan niat jahat.
Hahaha sasaran empuk! 190 batu semesta luar biasa!
"Hohoho! Baru pertama kali aku menemui penjual yang mengurangi sendiri nilai barangnya! Baiklah! Lain kali bila kau memiliki tumbuhan obat lain kau bisa menjualnya kepadaku, aku akan memberimu harga yang bagus!"
"Ini pertemuan pertama kita nak! Kau membuat kesan yang cukup baik! Ho ho oh! Aku suka gaya bisnismu nak!" Pria tua itu tersenyum.
Hans menunduk memberi hormat, pria tua itu kemudian mengisi kantung kulit dengan batu semesta yang bersinar. Beberapa warna bercampur di sana,"Nak batu semesta yang ku punya berbagai warna, kau tidak masalahkan dengan itu?!"
"Kau tahu perbedaan warna menunjukkan elemen berbeda?!" Pria tua itu berhenti menghitung dan melihat Hans.
"Tentu tidak masalah tuan!" Hans menjawab sambil tetap tersenyum. Roni sudah tidak lagi berada di sana, entah ke mana ia pergi.
"Nah ambil ini! Senang berbisnis denganmu!"
"Berhati-hatilah!" Ujar Pria tua itu, ia memandang seluruh toko dan tidak menemukan Roni. Ia mendengus kecil, seperti mengerti apa yang hendak bocah itu lakukan. Meski ia memiliki penilaian yang baik tentang Hans, namun itu tidak cukup untuk membuatnya menolong bocah itu secara langsung.
Hans yang sedang di landa rasa senang luar biasa tidak mendengarkan ucapan pria tua itu dengan seksama, padahal ia menyelipkan kata hati-hati ketika memberikan kantung kulit itu pada Hans. Ia berjalan keluar sambil tersenyum, terkadang melompat-lompat riang. Merasakan bebatuan semesta berukuran kelereng di tangannya ia merasa semakin bahagia, ia kemudian memasukan kantung kulit itu ke tas miliknya.
Ia berjalan cukup jauh dan meninggalkan menara perdagangan, ketika ia hendak memesan kereta kuda untuk mengikuti kelas tanaman obat pertamanya. Ia merasakan desiran angin seakan meniup belakang kepalanya, ia kemudian terpukul ke arah depan. Meski begitu tubuhnya yang kuat tidak mengalami cidera parah selain rasa pusing dan sakit, ia berbalik, dan mendapati tas miliknya hilang.
"TASKU!!" Ia berteriak sangat keras, seluruh orang di alun-alun melihatnya. Namun mereka seakan tidak peduli, dan merasa pemandangan seperti ini adalah hal biasa.
Ia melihat sekeliling dan menemukan sosok misterius berlari membawa tas miliknya. Amarahnya memuncak, ia menghentakkan kakinya keras dan mengejar sosok misterius yang memasuki Hutan.
Hans berlari jauh lebih cepat dari sosok berjubah cokelat tua itu, lebih dari lima belas menit pengejaran itu berlangsung. Ketika Hans hendak menyusul, sosok misterius itu berbisik-bisik dan mengangkat tangan kanannya. Sosok besar muncul dan ia naik ke atasnya.
Seekor Kucing hutan berwarna hitam muncul, tubuhnya setinggi satu setengah dpa (tiga meter lebih) dengan panjang hampir empat dpa (delapan meter) berbulu hitam dan melesat makin dalam ke tengah hutan. Hans tidak mau kalah, ia semakin kesal, ia mengalirkan jiha ke kedua kakinya.
Meski begitu kucing hutan itu berlari lebih cepat dari yang ia kira, namun Hans tidak menyerah. Pengejaran berlangsung hampir dua jam, entah seberapa jauh keduanya telah menyusuri hutan. Hans bercucuran keringat, jiha-nya pun terkuras.
**
Di hutan tempat pengejaran tengah berlangsung, seekor domba berbulu putih ke masam keluar dari dalam gua bebatuan, bentuknya seperti altar, ia seperti baru melihat dunia luar dan penasaran tentang apapun yang ia lihat. Ia berlari dengan bebas, tak peduli sekitarnya. Domba kecil itu berlari ke arah Hans yang tengah melakukan pengejaran.
**
Ketika pengejaran hampir mencapai jam yang ke tiga, sosok misterius itu tiba-tiba berhenti. Ia membuka penutup kepala dan membuat kepala botaknya terlihat. Wajahnya menunjukkan ekspresi jahat dan penuh nafsu membunuh.
"Hei bodoh! Bila kau tidak mengejarku aku mungkin membiarkanmu hidup!"
"Tapi kau mengikuti jauh ke dalam hutan! Sekarang tidak ada yang bisa menolongmu!!" Ujarnya sambil tersenyum sinis.
Hans melihat sekelilingnya, menyadari ia termakan perangkap. Hans tidak membawa senjata apapun, belum lagi totem kucing hutan Roni memiliki satu tanda bintang di kepalanya, seekor Aksaran!
Hans menolak mundur, ia tidak rela menyerah begitu saja. Meski begitu ia menyadari bahwa kesempatannya untuk menang sangat kecil, ia mengepalkan tangannya dan mengalirkan jiha ke sana,"Ia tidak serius akan membunuhku bukan!"
"Kau pikir aku tidak akan membunuhmu karena kita sama-sama murid akademi hah?!" Seperti mengetahui jalan pikiran Hans ia melepas tawa sinis.
"Ku beri tahu! Kau bukan saja korban pertamaku! Dan lagi, kau akan menjadi nyawa ke enam yang aku ambil dari anak baru!" Matanya memerah, kemudian ia beserta Kucing besarnya melompat ke arah Hans.
Cakar besar menyasar lehernya, Hans menunduk dan berguling. Jubahnya menghalangi pergerakannya, ia bergegas melepasnya dan terus menghindari serangan dari kucing milik Roni.
Semakin lama ia semakin dalam posisi genting, tubuh besar kucing itu menghalangi ia untuk menyerang Roni. Ia menangkis serangan kucing itu, namun cakarnya yang lain menyambutnya ketika ia menghindar.
Bwarg!
Ia terpental hingga menghancurkan sebuah pohon berukuran paha orang dewasa,"Arhh!" Ia menjerit, meski tubuhnya jauh lebih kuat dari sebelumnya. Namun kekuatan di balik serangan itu tetap melukai tubuhnya, melukainya dari dalam.
Ia baru mencapai tingkat kulit tembaga, namun organ dalam dan tulangnya tidak jauh berbeda dengan manusia pada umumnya. Beberapa tulangnya terdislokasi akibat serangan itu, ia berdiri sambil menahan sakit. Mengembalikan sendi di pergelangan tangannya ke posisi semula.
Ia memandang Roni yang duduk di punggung totem kucing miliknya, pemuda botak itu menyilangkan tangannya.
"Bunuh dia!" Perintahnya. Kucing itu mengerang kecil dan memacu tubuh besarnya ke arah Hans. Hans maju menyambutnya, namun tiba-tiba berbalik arah ke arah kanan. Berlari ke arah pohon besar, ketika kucing itu hendak menyerangnya, ia menunduk sambil berseluncur di atas tanah. Kemudian melompat ke arah pohon di depannya, memanfaatkan pohon itu untuk melompat ke atas dan menyerang Roni yang masih terkejut dengan tindakan Hans.
Ia tak sempat menghindar, tendangan keras Hans mengenai dagunya, begitu kuat hingga membuat dagunya terdislokasi. Roni terlihat seperti orang yang memiliki wajah cacat akibat hal itu, ia berteriak dan berguling di tanah. Hans menghampirinya perlahan, tubuhnya begitu sakit akibat beberapa tulang rusuknya patah. Ia kesulitan bernafas akibat rusuknya patah dan menghalangi jantungnya untuk memompa dengan baik, beruntung patahannya tidak melubangi jantung miliknya! Ketika ia hampir sampai di sana, cakar besar muncul dari sisi kanannya dan menyapu tubuhnya. Melempar Hans ke pepohonan, ia membentur semak-semak.
Roni terlihat menggila, totem makhluk liar itu seakan menguasainya. Ini adalah salah satu kelemahan para Magi pengguna totem, pengguna yang memiliki mental yang lemah dan jahat akan lebih mudah terpengaruh oleh makhluk magis yang ia gunakan.
Roni mengangkat kedua tangannya, membentuk pola dengan kedua tangannya, aksara demi aksara terbentuk. Menyusun sebuah kata lengkap yang bersinar, kemudian menarik tubuh kucing itu ke arahnya, membuat keduanya menempel dan kemudian bersatu. Aksara-aksara itu seperti rantai yang mengikat keduanya!

[1] Aksara Jawa Hanacaraka bertuliskan 'Sawiji' berarti bersatu!
Ketika sinar dari aksara itu padam, sosok lain berdiri di sana. Roni kini memiliki tinggi tiga meter, dengan tubuh di penuhi bulu hitam. Meski wajahnya tetaplah wajah manusia, namun kini di penuhi bulu.
Tubuh besar itu masih di balut oleh jubah cokelat tua miliknya, seakan-akan jubah itu mengikuti ukuran tubuh penggunanya, penutup kepala menutup sebagian wajahnya, hingga hanya satu telinga kucing yang terlihat. Namun bisa membayangkan apa yang sebenarnya terjadi, Roni dan totem miliknya menjadi satu dam sinkronisasi jiwa.
Taring besar keluar dari mulutnya, berjalan keluar dari semak, dan mendapati sosok setengah manusia setengah kucing memandangnya haus darah! Dagu Roni kembali ke posisinya semula, di tambah dua cakar raksasa berukuran satu dpa (satu setengah meter) yang keluar dari antara jarinya.
Hans gemetar, sosok seperti ini belum pernah ia temui sebelumnya.
"Kau memaksaku menggunakan aksara milikku!"
"Akan kuminum darahmu bangsat!"
"Akan kukembalikan rasa sakit yang kau berikan padaku!"
"Tenang aku akan membunuhmu pelan-pelan!?" Ujar Roni sambil menjilat cakar perak yang keluar dari antara jarinya.
Wosh!
Seketika tubuh besar itu melesat, kecepatannya mintakat hingga dua kali dari sebelumnya! Tubuh keduanya bergabung, sehingga ia memiliki kekuatan kucing besar dalam tubuh manusia! Itu membuatnya menjadi jauh lebih cepat dari sebelumnya.
Hans tidak mampu merespons dengan baik, tubuhnya sudah kehabisan tenaga, ia mengerahkan semua jiha pada kedua lengannya dan menutup wajah dan lehernya. Satu lengan lebih rendah dan satu lagi lebih tinggi, kakinya teguh mengambil kuda-kuda.
Auranya memancar keluar!
Meski begitu, dua cakar besar menghantam perut dan lehernya, tepat di mana kedua lengannya melindungi diri.
Crunch!
Kedua tulangnya remuk seketika, kulitnya terbelah! Beruntung ia melapisinya dengan seluruh jiha yang ia punya. Perbedaan kekuatan antara keduanya begitu jauh, serangan sebelumnya mampu mengenai tubuh Roni hanya karena ia ceroboh.
Hans hanya memiliki empat tetes jiha sedang Roni memiliki satu kalimat aksara lengkap! Satu aksara hanya dapat di bentuk dengan delapan tetes jiha terlebih Roni memiliki kalimat pertama terbentuk dari tiga aksara, atau setidaknya dua puluh empat tetes jiha!
Hans terpukul mundur, darahnya menetes membasahi tanah tempatnya berdiri.
"Sungguh nahas, ini hari pertamamu dan kau sudah harus lulus lebih awal! Ahahah!"
"Kita akan memulai pelajaran pembedahan!" Roni terlihat makin menggila, ia menjilati seluruh darah di kedua cakarnya.
Pandangan Hans mulai kabur, tak mampu lagi memfokuskan pandangannya. Ia kehilangan banyak darah, salah satu cakar Roni menembus perutnya.
Ia terjatuh, lutut kanannya menahan tubuhnya.
Namun ia mendengar suara dari belakang tubuhnya, kepalanya yang sudah hampir-hampir kehilangan kesadaran itu melihat seekor domba muda dengan bulu putih keemasan menjilati wajahnya. Entah apa yang ia lakukan, dan dari mana datangnya domba ini.
"Pergi!"
"Ujar Hans kecil!" Hans tidak menyadari, ketika tubuhnya teruka parah jiha dari sekeliling menyelimutinya dan berusaha menyembuhkan lukanya dengan luar biasa. Domba ini tertarik dari jiha yang berkumpul di sekitar tubuhnya, konsentrasi jiha itu begitu tinggi hingga berubah menjadi butiran seperti embun.
"Hohoo! Apa ini! Aku tidak menyadari memasuki kawasan hutan terlarang, hahaha! Domba lemah akan menjadi nutrisi untuk totem milikku!"
"Sempurna!" Roni semakin tidak terkendali. Roh makhluk magis dalam totemnya makin menguasainya.
Ia mengayunkan cakarnya ke arah Domba yang kini menjerit melihat cakar besar mengarah kepadanya.
"Lari!" Ujar Hans kecil, kemudian menggunakan dua lengannya yang berlumuran darah untuk menangkis serangan itu. Ia mengerahkan seluruh jiha yang tersisa dalam tubuhnya.
"AERGGH!!!!!" Ia memuntahkan darah, cakar itu melubangi pipinya, sedang cakar yang lain menancap di paha kirinya.
Ia tergeletak tak berdaya, domba itu tercengang. Melihat manusia yang baru saja ia temui melindunginya, ia melepaskan suara tangis kecil. Hans pun tidak mengerti mengapa ia melindungi makhluk yang bahkan ia tidak ketahui bentuknya, karena matanya sudah hampir tertutup dan kehilangan kesadaran.
Hans kehilangan kesadaran, tergenang dalam darahnya sendiri.