"Aku bisa melakukannya" ia berbisik kecil. Marc yang berada di belakangnya mendengar ucapan Hans dan seketika wajahnya ketakutan.
Jangan bilang ia juga tidak percaya diri?! Gawat! Ini gawat!
Marc kebingungan ia hendak berdiri melapor, tapi jarak dari asrama dan departemen kesehatan memang terlalu jauh. Jadi ia mengalami dilema, setelah beberapa saat ia menyadari ternyata Hans sudah memulai pembedahannya.
Darah masih keluar dari bahu dan perut David, sebagian berwarna hitam. Tercium bau yang tajam akibat racun yang bercampur dengan darahnya.
Wajah Marc terlihat pucat, ia hendak muntah namun menahan diri. Matanya tidak meninggalkan bagian kanan tubuh David, Hans membasuh semua luka dengan lap dan air hangat yang telah di campur garam sebelumnya.
Ketika ia mengusapkan air garam tubuh besar David mulai bereaksi, mulai bergerak akibat rasa sakit yang ia rasakan.
Hans menarik nafas, dan mengambil cairan dari tas kecil miliknya. Cairan ini adalah campuran beberapa tanaman bius, seperti biji ganja dan beberapa tanaman lain. Ia kemudian memasukkan ke dalam mulut David, setidaknya dua tetes dan menutup hidung dan mulut David, karena bocah gendut itu bereaksi dengan rasa pahit ramuan dan hendak m memuntahkannya. Setelah itu ia tidak diam, namun menyiapkan ramuan dengan menumbuk akar Radix Pulsatilla[1]dan jamur bola dalam tumbukkan batu hingga menjadi seperti bubur halus.
Setelah dua menit berlalu, nafas David kembali normal. Hans mengambil peralatan bedahnya,"Marc pegangi tubuh David, jangan ragu gunakan jiha jikalau ia memberontak!"
Mata Marc terbelalak, terkejut. Hans sudah melakukan sayatan pertama ketika ia masih ragu, mau tidak mau ia berdiri.
Hans, ah sial! Bila kau gagal bukankah aku terhitung sebagai pembantu seorang yang membunuh temannya sendiri!
Hans tak sedikit pun menghiraukan Marc, ia mulai menyayat bagian kulit dan daging yang terkena racun setelah bagian daging yang terkontaminasi ia buang ke dalam baki kosong, ia membubuhkan ramuan akar radix dan jamur bola[2].
Jamur bola berguna untuk menghentikan pendarahan, sedang akar Pulsatilla ia gunakan untuk mengurangi abses karena racun, akar Radix Pulsatilla bersifat basa sehingga mampu menetralkan racun. Kedua tanaman ini adalah tanaman obat dengan jiha di dalamnya.
Marc termangu melihat setelah ramuan itu Hans bubuhkan, seketika darah yang sebelumnya mengalir deras terhenti seketika.
Hebat, sepertinya dia benar-benar mengerti apa yang ia lakukan!
Marc menjadi lebih serius kali ini, ia memegangi kedua tangan besar David. Apa yang terjadi sebelumnya membuat ia sedikit lebih percaya diri dengan kemampuan Hans.
Lebih dari empat jam berlalu, tubuh Hans bersimbah keringat. Ia terjatuh dan seketika tertidur di lantai ruangan. Marc tidak kalah menderita, wajahnya lebam akibat David yang tidak sadarkan diri mengamuk di saat-saat kritis dan ia harus menghentikan kedua tangannya mengganggu proses pembedahan.
Meski begitu Hans merupakan pihak yang paling kelelahan, ia harus menggendong David dari alun-alun hingga ke asrama. Terlebih setiap kali ia akan menyayat atau memotong kulit dan daging yang mati, ia terus menerus menyalurkan jihanya ke mata pisau miliknya, untuk memastikan kedalaman sayatan, menghindari organ-organ dalam yang mungkin terkena pisau tanpa ia sadari.
Pembedahan ini begitu lama karena ini adalah yang pertama baginya, terlebih ia harus membersihkan racun-racun yang tersisa. Ia melakukannya dengan hati-hati dan teliti, karena orang yang ia bedah adalah teman baiknya.
Hans terjatuh ketika kain perban telah menutupi seluruh luka David, ia beberapa kali akan jatuh ketika dalam pembedahan. Untuk memaksa dirinya, ia berkali-kali memakan secara langsung serpihan jamur tiram[3] yang sengaja ia sisakan untuk keperluan latihan.
Satu-satunya yang memaksa ia terus bertahan adalah kenyataan David adalah sahabatnya, dan ingatan bahwa ia tidak ingin kehilangan sahabatnya itu!
Marc pun pada akhirnya menyadari, ternyata David dan Hans yang ia temui tanpa sengaja itu adalah teman yang layak ia perjuangkan! Ia tersenyum sambil menepuk pipi David,"Cepat sembuh kawan!" Kemudian menyenderkan tubuhnya dan tertidur sambil bersandar, mengeluarkan suara ngorok dan tertidur dengan nyenyak.
**
Keesoka paginya
"Hei Marc, bagaimana denganmu? Apakah ada orang-orang yang berusaha menyakitimu juga?!" Tanya Hans, keduanya duduk di lantai sambil memakan roti untuk sarapan.
"Hmm, aku selalu menyendiri dan berusaha untuk tidak menarik perhatian Hans. Karena itu adalah pesan ayahku, jadi tidak banyak yang mengetahui bakatku selain dari guruku sendiri!"
"Karena ayahku bilang, cahaya yang terlalu terang menyakiti mata!" Marc berujar sambil mengunyah roti miliknya.
"Kau benar, semuanya ada baik dan buruknya. Aku menggunakan atensi untuk kebutuhan ku, namun dalam kasus David ia terlalu jujur. Terlebih si gendut ini terlalu banyak bicara, sehingga orang pasti sudah menyadari siapa dia!" Hans menggeleng.
"Sepertinya kita harus menjaganya bergantian, ia sudah mulai mau makan dan ia butuh makan banyak agar ia cepat pulih." Ujar Hans yang disambut anggukan dari Marc.
**
Hans berjalan ke area hutan, pemandangan bangunan tinggi mulai perlahan hilang ditutupi pepohonan. Hans berdiri di tempat ia meninggalkan domba kecil sebelumnya, hal yang terjadi beberapa waktu lalu membebani kepalanya.
Sampai saat ini hanya kelas pengobatan yang menarik perhatiannya, sedang kelas tentang aksara ia tidak ikuti karena akan percuma padanya.
Terlebih hal yang terjadi pada David membuatnya semakin merasa tidak aman, ia merasa masih terlalu lemah.
"Mereka harus membayar semuanya!" Amarah terbesit di matanya, ia berjalan semakin dalam. Mengikuti jalan ketika domba kecil membawanya, setelah beberapa menit ia berlari. Ia melewati tempatnya bertarung dengan Roni dulu, perjalanan dengan kecepatan penuh menghabiskan dua puluh menit.
Hans sampai di depan labirin, ia duduk di sana menunggu domba kecil menjemputnya. Karena keduanya tidak pernah berjanji, Hans tidak tahu apakah domba kecil itu akan keluar menjemputnya atau tidak.
Sambil menunggu ia tidak suka membuang waktu, ia begitu keras terutama pada dirinya sendiri. Ia mengambil Glaive dari balik jubahnya, menyatukan kedua ujungnya. Mengayunkan Tisma senjata kesayangannya, ia melakukan latihan gerakan dasar dengan senjata panjang itu. Mengayun, menusuk, menebas dan berbagai gerakan dasar lainnya.
Ia melakukannya hingga beberapa jam, ketika ia hendak menyerah dan pergi sesuatu menabraknya dari belakang.
Bruk!
Hans terjatuh dan ketika berbalik domba kecil itu menjilati wajahnya sambil mengembik, ia tersenyum dan memeluk domba itu.
"Haha akhirnya kau datang juga! Aku menunggumu berjam-jam!"
"Hai maukah kau membawaku ke tempat Singa Raksasa?" Tanya Hans polos.
Domba kecil itu terlihat ragu, namun ia mengangguk memandu Hans melewati labirin dan berjalan masuk ke dalam penjara bawah tanah.
**
Seekor singa besar tengah tertidur menghadap tembok, ia tidak bergerak tertidur seperti patung. Namun tiba-tiba, kedua telinganya bergetar, kemudian perlahan membalikkan kepalanya dan berdiri dengan malas.
"Apa jang kau inginken?" Tanya sang singa besar pada Hans yang berlutut di hadapannya. Domba kecil itu pun berlutut di hadapan sang Singa raksasa.
"Hmm.."
"Mengapa ada dendam di hatimu?! Kau tidak memilikinya saat terakhir kau datang!" Singa besar itu kemudian menunduk mendekatkan kepalanya pada Hans. Hal itu membuat Hans tersentak, bukan karena apa yang ia lakukan namun apa yang ia katakan.
"Dendam?! Aku kira ini hanya amarah tuan! Beberapa orang menyerang sahabatku, bukankah wajar bila aku marah?!" Hans menjawab sedikit berteriak meski tetap menunduk.
"Hmmp! Amarah?! Bila hanya amarah, mengapa engkau berniat membunuh mereka?!"
"Bahkan aku bisa merasaken hawa membunuhmu di udara,"
"Engkau memiliki dendam, bukan hanja karena hal ini, engkau mendendam pada mereka yang lebih kaya dan kuat dari dirimu, mereka yang menggunakan kekuatan mereka untuk menyerang yang lemah!"
"Tapi, tidak peduli seberapa benar alasan yang engkau gunakan, dendam adalah racun untuk nurani manusia!"
"Tanpa hati yang bersih, semesta tak dapat memenuhi hatimu seutuhnya." Singa itu berujar sambil membalikkan tubuhnya.
"Aku tidak mendendam!" Teriak Hans, membela diri. Meski dalam hatinya ia sendiri pun tidak menyadari benih kebencian yang sesungguhnya terlanjur tertanam di sana.
"Hmpph!" Singa itu mendengus kecil, memunggungi Hans.
"Apa jang kau inginken?" Tanya sang Singa raksasa.
"Aku.."
"Aku ingin menjadi lebih kuat!"
"Tuan..-" Hans berlutut, belum sempat menyelesaikan permohonannya, suara sang singa raksasa memotong kata-katanya.
"Aku tidak bisa mengajari engkau, pergi!" Ucap sang singa pelan, tak berbalik tak bergerak. Terlihat terbaring begitu malas untuk bergerak dan memberi perhatian pada Hans.
"Aku mohon tuan!!!" Hans menempelkan kepalanya pada lantai batu yang dingin, permukaan yang kasar membuat keningnya tergores.
"Aku tidak bisa mengajarimu!" Suara sang singa mulai bertambah keras.
"Tuan-" Hans hendak menjawab lagi namun sang singa kini beranjak dan memancarkan aura kepemimpinannya, membuat Hans bergetar kuat.
"Aku tidak bisa mengajarimu!"
"Setidaknya selama hatimu masih di penuhi dendam!"
"Sebelum kau belum mampu mengalahkan dirimu sendiri, berdamai dengan dirimu sendiri. Mengajarimu adalah sesuatu yang mustahil!"
Sang singa itu mengulurkan kaki kanannya, menarik tubuh Hans masuk tanpa menyentuhnya. Hans terkejut, tapi tidak menolak.
"Ampuni mereka! Ampuni dirimu!"
"Berhenti menyalahkan dirimu sendiri!" Ujung cakar yang tajam menyentuh kepala Hans. Ucapan sang singa raksasa begitu lembut, seperti seorang ayah yang tengah menasihati anaknya.
"Tidak!" Tanpa Hans sadari, alam bawah sadarnya mengambil alih. Ia menolak mengucap ampun, menolak merelakan segala sesuatu yang terjadi padanya.
Saat ini tubuh Hans seakan menjadi dua, satu adalah tubuh dan yang lain adalah bayangan transparan yang terlihat menangis dan memberontak terhadap sang singa raksasa.
Itu adalah jiwa Hans, manusia terbentuk dari tiga bagian.
Tubuh, jiwa, dan roh!
Jiwa adalah bagian yang membentuk emosi dan rasa manusia, bagian yang berhubungan langsung dengan otak manusia.
"Membenci dirimu sendiri tidak akan mengembaliken mereka jang sudah tiada nak!" Ucap sang singa besar penuh belas kasihan, terlihat begitu kuat dan agung. Namun hal yang tidak pernah Hans sadari, singa besar itu memiliki hati yang lembut.
Jiwa yang melayang di udara itu seolah menangis semakin kencang, menghapus air matanya dengan kedua tangannya bergantian. Meskipun Hans tidak bisa mengingat apa yang terjadi karena kutuk di kepalanya. Namun jiwanya yang selama ini diam, selalu menjerit dan menangis, dipenuhi banyak luka yang semakin hari semakin parah.
"Mereka membunuh semuanya! Semuanya mati karena aku terlalu lemah! Ini semua adalah salahku!" Jiwa Hans meracau, tanpa ia sadari singa besar itu menempelkan tangannya dan memeluk tubuh transparan Hans, domba kecil itu tak dapat melihat jiwa Hans yang melayang-layang, namun ia melihat butir-butir air mata terjatuh dari tubuh Hans yang tidak sadarkan diri.
"Relakan, biarken aku membantumu nak!" Ujar sang singa pelan, kemudian mengangkat kepalanya menatap langit-langit, menembus gua batu yang memenjarakan dirinya dan melihat langit dan menembus ribuan planet.
"Hjang Widi! Biar kehendakmu jang jadi!"
"Nak! Beriken aku hatimu, dan milikilah hati milikiku!"
"Milikilah hati singa, yang tidak gentar menghadapi barisan lawan dan kegelapan! Ratusan ribu di kiri dan kananmu tak akan gentarkan hatimu!"
"Biarlah hati ini jang aku terima, dari semesta, menjadi hatimu juga! Hendaknya engkau menjadari bahwa mulai hari ini engkau tidak lagi sendiri!"
Jiwa Hans menatap singa besar itu, yang seakan tengah tersenyum padanya. Entah mengapa namun tubuh sang singa terlihat lebih lemah dari sebelumnya, wajahnya menjadi lebih pucat. Ia menarik keluar hati transparan yang di penuhi cahaya. Menukarkan hati bercahaya itu dengan hati hitam milik Hans yang di penuhi luka bekas sayatan, beberapa bagian menghitam karena dendam dan kesedihan.
Kedua tangan transparan milik Hans menerimanya, air mata yang sebelumnya mengalir deras kini terhenti. Sebuah senyuman tersemat di wajah transparan itu, memeluk erat hati transparan yang di berikan sang singa padanya.
Tubuh transparan itu seakan tertarik oleh kekuatan luar biasa dan terserap masuk ke dalam tubuh Hans.
Singa besar itu mengangguk, dan terbaring. Ia jelas terlihat kehabisan tenaga, domba kecil itu masuk dan menggosokkan kepalanya pada kepala sang singa yang kemudian berucap,"Domba kecil, hal ini telah digarisken oleh semesta, aku bahagia melakuken semua ini!"
"Tak perlu khawatir aku tidak akan mati hanja karena ini!" Ia kemudian menutup matanya, Domba kecil itu membawa tubuh Hans berlindung di balik bulu-bulu tebal sang singa raksasa.
[1] Radix Pulsatilla, tanaman bunga ini berguna untuk menghentikan pendarahan dari dalam, berguna juga untuk mencegah abses karena racun. Para tabib menggunakannya sebagai obat disentri, ia memiliki bunga keunguan dengan rambut-rambut putih.
[2] Lasiosphaera Seu Calvatia, jamur puff-ball salah satu keluarga jamur yang berguna untuk mengurangi pendarahan luar dan dalam, juga bisa mengobati gangguan atau peradangan pada leher. (Zhu Zhongbao and Zhu Liu, Chinese Herbal Legends, Beijing, 2016)