Rasanya sangat lembut dan hangat, ada sesuatu yang belum pernah ia rasakan sepanjang hidupnya.
"Arya..."
Ada seseorang yang memanggil namanya, suara seorang wanita tapi terdengar berat. Arya mencoba mencari-cari, tapi kilau cahaya itu masih saja menghalangi pandangannya.
"Arya..."
***
Keadaan menjadi kacau ketika Tetia, berhasil melepaskan salah satu tangan yang memborgol tagannya. Masih dalam wujudnya yang tampak seperti monster menyeramkan, Tetia mulai mengakkan tubuhnya dengan suara erangan yang muncul.
Kepanikan mulai terjadi pada tempat dimana, orang-orang menyaksikan dari ruang pantau. Irma membelakkan matanya dengan tidak percaya, ia berjalan kearah Richard agar bisa meraik mic kecil panjang, yang bisa digunakan sebagai alat komunikasi.
"ARYA!! Keluar dari ruangan itu!" Perintah Irma berteriak lantang.
"Saboru, ada apa? Apa yang terjadi? Dan… apa dia bisa melepaskan diri," ucap Richard melangkah mundur, memunculkan wajah seramnya saat itu.
Saboru tampak sibuk, karena dia sudah berlari kearah mesin pengatur. Menekan banyak tombol yang berjajar, hingga akhirnya tombol merah besar ditekan dengan hentakan kuat.
"Kita harus mencegah, agar makhluk itu tidak melarikan diri!" Teriak Saboru.
Disaat itu juga suara alarm berbunyi nyaring, membuat Richard dan Irma saling menatap dengan penuh tanda tanya.
"Apa yang akan kau lakukan? Masih ada Arya didalam sana?" tanya Irma, ia berjalan mendekat kearah Saboru. Mencengkram kerah professor tersebut, dan memberikan tatapan keji.
"Aku hanya melakukan apa yang seharusnya aku lakukan!" Ucap Saboru, dan dia memegangi kedua tangan Irma. Agar bisa melepaskan diri dari cengkraman tangannya yang kuat, merasa lehernya akan bisa patah saat itu juga.
"Lihaat!" Tunjuk Richar kearah ruangan yang ada dibalik kaca tembus pandang.
Tetia terlihat sedang menarik rantai, yang masih membelengu pergelangan tangannya. Dia menarik dengan kuat, membuat lantai yang menjadi tancapannya terlihat terangkat.
"HOOAMM!" Suara erangan yang berat, diikuti dengan tarikan rantai yang berhasil ia lakukan.
Arya yang berada didalamnya, segera melangkah mundur. "Hei… apa yang kau lakukan?" tanya Arya yang menjadi takut. Karena dia bisa merasakan dan melihat langsung, bagaimana Tetia yang tampak seperti monster yang sedang mengamuk saat itu.
Dan akhirnya Tetia berhasil melepaskan tangannya, meskipun tali rantai itu masih menggelantung pada pergelangan tangannya.
Arya semakin melangkah mundur, ketika dia melihat dua langkah kaki Tetia yang besar mulai bergerak maju.
Suara berat terdengar ketika langkah kaki Tetia, sudah mengarah padanya, dan rantai yang mengunci kaki Tetia mulai terlepas dengan segera.
"Apa?" tanya Arya secara spontan saja, ketika dia merasa jika Tetia seperti sedang berusaha untuk berkomunikasi denganya.
Disaat itu juga, semua sisi dinding yang ada diruangan tersebut. Mulai di kelilingi oleh pintu besi yang mulai bermunculan dari bawah lantai. Sepertinya Saboru sudah mengaktifkan pengamanan ekstra, agar Tetia tidak bisa melarikan diri dari ruangan tersebut.
Tetia memandang ke sekelilingnya, dia sedang mencari jalan keluar. Sepasang bola mata hitam yang pekat itu terus saja menatap kearah sekelilingnya.
Didalam ruang pemantau, Irma suda melepaskan cengkraman tangannya. Berjalan kerah kaca tembus pandang, dengan kedua tangannya yang ia pukulkan pada sisi dinding kaca.
"Arya! Keluar dari tempat itu!" ucap Arya berteriak lantang.
Tentu saja Arya tidak mendengarnya, dan Irma yang sadar segera mengambil mic kembali. "ARYA! Keluar dari tempat itu! CEPAT!"
"Sial..! Saboru, apa kau mengaktifkan mode bius?" tanya Richard dengan cemas.
"Aku harus melakukannya, jika tidak… makhluk itu akan pergi dan kita akan kehilangan dia kembali!" Ucap Saboru dengan suara yang gugup.
Irma sudah berhenti berbocara melalui alat pengeras suara tersebut, karena tidak ada respon dari Arya sama sekali. Ia kembali berjalan kearah Saboru, dengan tatapan keji yang siap untuk membunuh.
"Apa yang kau lakukan padanya! Cepat kau keluarkan dia!" Teriak Irma yag semakin kesal.
"Aku tidak bisa melakukannya, pintu pengaman yang memiliki daya listrik yang tinggi sudah diaktifkan. Dan hanya dalam hitungan detik saja, asap dari obat bius akan segera memenuhi seisi ruangan." Jelas Akio, seraya ia menelan salivanya dengan perasaan yang takut.
"Apa? Obat bius? Kau akan memenuhi semua ruangan itu dengan obat bius. Seberapa banyak kau menggunakan obat bius?" tanya Irma dengan geram.
"Sangat banyak, aku menggunakan lima kali lipat dosis, yang biasa digunakan untuk menidurkan binatang besar yang liar," jawab Akio, masih dengan suara yang gugup saat menjelaskannya.
"APA! Kau ingin membunuh, temanku! Tidak… cepat keluarkan Arya dari ruangan itu!" perintah Irma.
"Aku tidak bisa melakukannya, sebelum makhluk itu tertidur kembali. Dan kita mengamankannya, maaf sekali jika kita tidak bisa menyelamatkan temanmu itu." Akio yang jelas menolak, membuat Irma semakin geram menatap kearahnya.
"Kau harus melakukannya, jika sampai aku kehilangan Arya! Aku akan membuatmu mati ditanganku sendiri!" Ucap Irma dengan semua ancaman yang bersungguh-sungguh.
Richard sudah mendekat diantara keduanya, dia berusaha untuk memisahkan antara Irma dan Saboru. "Hei… tenanglah! Tidak akan ada yang mati hari ini, bukankah Arya masih mengenakap pakaian pelindung. Seharusnya itu sudah cukup membantu," ucap Richard memperingatkan.
"Huh… Ya… kau benar!" Irma menggerakkan kedua bahunya, tapi raut wajah yang menegang itu masih terlihat jelas.
Sedangka Akio merapikan jas lab dan kemejanya, yang menjadi sedikit kusut begitu juga dengan tatapan rambutnya.
"Jadi… apa yang bisa kita lakukan sekarang?" tanya Irma kembali menatap pada Arya dan makhluk seram itu.
"Tidak ada yang bisa kita lakukan sekarang, selain menunggu hinga makhluk itu tidak lagi sadarkan diri," jawab Saboru menatap seram. "Kekuatannya sangat besar, bahkan tim X yang menangkapnya sudah dibuat kewalahan. Aku harap pelindung ini benar-benar berfungsi, untuk menahan makhluk besar tersebut.
Kembali pada Tetia dan juga Arya, suara alarm yang nyaring dengan cahaya merah yang redup. Membuat Arya semakin tidak mengerti, kenapa Tetia justru berjalan mendekati salah satu pintu masuk yang sudah dipasang pelindung.
Ketika tangan Tetia ingin memegangi pintu tersebut, ada sengatan listrik yang membuat Tetia menarik tangan kayunya kembali.
Tetia menoleh pada Arya, sambil ia menggelengkan kepalanya. "Apa? Aku tidak tahu, jalan keluarnya. Sungguh, jangan tanya aku," ucap Arya membatin.
Tetia kembali berjalan cepat, ia berada ditengah ruangan dan kepalanya mendongak kearah atas. Satu tangannya sudah ia arahkan, sambil menatap pada langit-langit diatasnya.
"Apa! Kau akan berusaha untuk menembus atap tersebut? Apa kau tidak tahu, kita berada dilautan yang dalam. Bagaimana kalau kau akan mati konyol!" ucap Arya yang tidak setuju dengan ide Tatia.
Disaat itu juga ada kepulan asap yang sudah bermunculan, terlihat Tetia yang segera cemas. Ia kembali memandang pada Arya, dengan satu tangannya yang terjulur kearah Arya, berusaha untuk mengajak Arya agar ikut bersama dengannya.
"Tidak! Itu ide yang sangat bodoh! Aku tidak mungkin ikut bersama denganmu!" ucap Arya menolak.
Tapi Tetia tetap menatap pada Arya, seperti berkata….
"Ayo… cepat! Kita sudah tidak ada waktu lagi!"