Pandangan Arya masih menatap pada sosok Tetia, dia masih bersikap penuh dengan kehati-hatian akan makhluk yang belum ia kenali dengan baik.
"Hei… apa kau baik-baik saja?" tanya Arya.
Langkah kakinya bergerak amat hati-hati, berpikir jika saja makhluk itu bisa menyerangnya dengan mudah.
Tetia tidak merespon, dia masih menelungkup dengan mengerang pelan. Ada apa dengan makhluk itu? Pikiran itu masih membayangi Arya yang masih di landa kebingungan.
Kala itu Arya ikut memandang ke arah sekitarnya, melihat pulau kecil yang mereka tempati tidak berpenghuni. Hanya ada banyak pohon kelapa tinggi yang berjajar, dan sisanya adalah semak belukar yang banyak dan memadati tengah pulau.
"Sial, dimana aku sekarang?" ucap Arya masih terus melihat ke arah hamparan laut yang luas.
Suara erangan semakin terdengar dari arah Tatia, membuat Arya menghentikan langkah kakinya merasa dirinya sedang berada dalam ancaman, mungkin saja kali ini Tatia benar-benar akan menyerangnya.
"Ada apa dengannya," ucap Arya yang gugup. "Hei… ada apa dengan kau, apa kau baik-baik saja?" tanyanya kembali.
Tetia hanya terus mengerang, dengan terus menyembunyikan wajahnya. Arya tidak tahu apa yang harus ia lakukan, karena dia sama sekali tidak bisa berkomunikasi dengan Tatia.
Jauh berbeda ketika Tetia masih di bawah laut sana, dan keduanya masih dalam keadaan yang sadar. Setidaknya Arya bisa berkomunikasi melalui pikiran, walaupun dia sendiri belum tahu bagaimana hal yang tidak mungkin itu bisa terjadi.
Erangan Tetia semakin kuat, disaat yang sama tubuh Tetia yang mengeluarkan cahaya biru. Cahaya yang amat terang, hingga Arya harus menutup sebagian pandanganya.
"Apa yang terjadi?" tanya Arya dengan bingung.
Samar-samar dengan pandangannya yang masih kabur, dia bisa melihat Tubuh Tetia yang mulai berubah wujud.
Tangan kayu yang panjang itu seperti mengecil dan warna cokelatnya perlahan terganti dengan permukaan kulit layaknya manusia, hanya saja banyak garis biru yang berada di bawah kulitnya.
"Apa yang harus aku lakukan?" tanya Arya yang sangat bingung.
Tidak hanya tangan yang terganti, bahkan semua anggota tubuh Tetia sudah tampak seperti manusia normal pada umumnya. Arya juga melihat sosok Tetia yang lebih mirip sebagai wanita dewasa, dengan rambut abu-abunya yang berkilau.
"Hah?" Arya terhuyung ke arah belakang.
Ada pantulan sinar biru yang begitu terang, sehingga membuat dirinya terjungkal dengan kedua tangan yang menahan tubuhnya di atas permukaan pasir pantai yang kasar.
Sinar biru yang terang itu menjadi semakin besar, bahkan memenuhi seisi pulau kecil yang hanya berisikan mereka berdua saja. Diiringi dengan suara Tetia yang semakin membesar, dan kekuatan yang amat besar mulai Arya rasakan.
"Si… siapa dia sebenarya?" ucap Arya.
Dia harus menutup matanya, ketika sinar biru seakan-akan ingin menusuk pandangan Arya. Hempasan angin yang kuat menerpa tubuh Arya, bahkan mampu menyeret beberapa meter tubuh Arya yang sedang duduk di atas pasir pantai.
Wushh….
Angin bertiup kencang untuk beberapa detik, wajah Arya semakin memerah ketika ia meras angin yang menerpa wajahnya begitu panas.
Hanya beberapa detik saja, hingga Arya sadar ada kesunyian yang sedang ia rasakan. "Apakah ini sudah selesai?" batinnya dengan bingung.
Perlahan Arya membuka kedua matanya, mengerjapkan kelopak matanya untuk berkali-kali agar dia bisa menyesuaikan pandangan yang ada di hadapannya.
"Hh? Dia… dia benar-benar berubah menjadi manusia?!" Arya terkejut ketika melihat sosok Tetia dengan tubuh polosnya, dia menelungkup dengan kondisi tidak sadarkan diri.
Segera Arya beranjak dari duduknya, menghampiri Tetia dengan wajah panik. "Apakah dia… dia… mati?" ucapnya dengan penuh keraguan.
Arya harus memegangi sisi leher Tetia, dia tidak merasakan denyut nadi pada wanita atau makhluk tersebut.
"Sial… kau tidak boleh mati saat ini, aku harus menyelematkanmu!" ucap Arya dan ia sudah memutar tubuh Tatia.
"Sial…" Arya lupa kalau Tetia adalah wanita, dan saat itu Tetia tidak mengenakan apapun.
Mengambil keputusan dengan cepat, Arya membuka bajunya yang besar lalu ia tutupi pada bagian dada depan tubuh Tetia.
Setelah dirasa cukup aman untuk pandangannya, Arya segera memberikan napas bantuan dan pompa tangan pada dada Tetia. Hal-hal dasar yang ia tahu untuk melakukan pertolongan pertama.
Terus saja Arya melakukan napas buatan, sembari ia juga memberikan tekanan pada dada Tatia. "Kau… tidak boleh mati!" ucap Arya denga sungguh-sungguh.
Namun tubuh Tetia belum merespon, wajahnya semakin pucat dan Arya semakin frustasi. Dia melakukan penekanan lagi pada dada Tetia, dan memberikan napas buatan melalui bibir Tetia.
Saat Arya sudah mendaratkan bibirnya pada bibir Tetia, dan saat ia masih memberikan napas buatan. Tiba-tiba saja dua kelopak mata itu terbuka dengan segera, memperlihatkan sepasang mata biru yang indah.
Arya pun terkejut, ia baru ingin melepaskan bibirnya. Tapi kedua tangan Tetia yang serasa sangat dingin, sudah menangkup wajahnya.
"Ada apa?" ucap Tetia yang bingung, karena anehnya dia tidak bisa menggerakan tubuhnya sama sekali.
Apakah Tetia yang melakukan hal ini padanya, tapi… bagaimana bisa dia melakukannya? Sebenarnya siapa Tetia.
Siluet keduanya terpantul pada permukaan pasir dengan jelas. Tetia sama sekali tidak memberikan kesempatan bagi Arya untuk bisa menghindar, dan terus saja kedua bibir itu saling menempel dan tidak bergerak sama sekali.
Bayangan hitam sudah memenuhi Arya, dia seperti jatuh pada lubang hitam yang tidak memiliki dasar. Tidak ada suara yang bisa ia keluarkan, ketika tubuhnya terus saja terhempas semakin dalam… dalam… dalam…
Apakah yang terjadi dengan Arya?