Chereads / Legend Of Yarkee - Guardians / Chapter 19 - Lubang Hitam Part2

Chapter 19 - Lubang Hitam Part2

BUG!!!

"Ach… sakit sekali," ucap Arya sambil ia berusaha untuk bangkit dari jatuhnya.

Arya menatap pada lututnya yang terluka, ada darah segar yang mengalir dan rasa perih yang mulai menyerang dirinya. "Ah… kenapa aku harus jatuh seperti ini," ucap Arya kesal.

Tapi kedua matanya menggerling dengan heran, ketika dia mendengar suaranya sendiri. Terdengar aneh, karena jelas itu bukanlah suara Arya.

Arya juga menatap pada kedua tangannya, semain dibuat terkejut ketika kedua tangannya tampak lebih mungil. Atau … lebih tepatnya tangan dari seorang anak laki-laki.

"APA!" Teriak Arya dengan lantang.

"Ke… kenapa aku menjadi seperti ini?" Batin Arya dengan bingung.

"Wah… adik kamu jatuh dan terluka ya?" suara seorang wanita baru saja terdengar oleh Arya. Dia menepuk pundak Arya, dan memperhatikan luka yang dialami oleh Arya.

Sontak hal tersebut membuat Arya menjadi kaget, ketika dia melihat wanita tua sudah berada dibelakangnya dan memberikan senyum keriput yang sedikit menyeramkan.

"Loh … kamu putra dari Pak Broto kan, kamu Arya kan." Wanita tua itu lebih mendekat, dan tampak ingin menyentuh luka pada lutut Arya.

"Broto? Itu nama ayahku, tapi… bagaimana dia bisa tahu?" batin Arya bingung, sambil ia melangkah mundur.

"Dek Arya kamu kenapa, nenek hanya ingin lihat luka kamu saja. Kamu juga tidak hati-hati tadi, naik sepeda terlalu cepat, enggak lihat kalau ada batu besar kan," ucapnya tersenyum kecil dan berhasil memegangi lutut Arya.

"Ach… ini sakit," keluh Arya yang melangkah mundur kembal dengan segera.

"Ikut denganku, nenek punya obat untuk mengobati lukamu," ucap nenek tersebut sambil ia berjalan meninggalkan Arya.

Ingin sekali rasanya Arya tidak menuruti perkataan nenek itu, tapi anehnya langkah kaki Arya bergerak bukan karena kemauannya. Arya kecil memungut tas punggungnya yang berwarna hitam, serta menuntun sepedanya dengan kemudinya yang menjadi bengkok.

"Ada apa dengamku? Hei… berhenti," batin Arya terus saja berusaha untuk memberontak pada tubuh kecilnya.

Sebuah warung kecil yang berada di sudut jalan, tampak sepi pada siang hari yang amat terik. Arya kecil duduk di bangku panjang, sambil terus melihat lukanya sendiri. Dan dia harus menahan pedih dengan wajah yang meringis.

"Siapa sih yang meletakkan batu itu, bikin aku kesal saja," keluh Arya dengan mulut kecilnya yang sudah mengerucut.

Wanita tua itu baru saja keluar, membawa sebuah sebuah obat merah, wadah air dan juga kapas untuk bisa mengobati Arya.

"Salah kamu sendiri yang tidak lihat, batu itu kan sudah lama ada disana. Gunanya untuk menutup lubang, supaya tidak ada yang masuk ke lubang saat hujan." Wanita tua itu duduk disamping Arya, dan mulai mengambil langkah kaki Arya dengan hati-hati.

Arya diam dan tidak membalas perkataan wanita tua itu, tapi kedua matanya tampak berkaca-kaca dan akhirnya mengalir dengan cepat melewati pipinya yang sudah memerah.

Isak tangis Arya tiba-tiba pecah, dan sudah tidak tertahan lagi. Bukan karena rasa sakit pada lukanya, tapi ada rasa sakit yang berada di hatinya, mengerogoti perasaan yang berkecamuk hingga membuat lubang hitam yang dalam.

"Menangislah… nenek tahu pasti sulit kehilangan ibumu, dia wanita yang amat baik. Masih ada aku, kau tidak perlu sungkan jika butuh teman untuk bercerita, nenek bisa menjadi pendengar yang baik," ucapnya dengan nada suara yang lembut dan menenangkan.

"Nenek Sari, terimakasih… maaf karena Arya membolos hari ini. Dan tolong jangan bertahu mengenai pada bapak, pasti nanti Arya dipukul," ucap Arya sambil menangis.

"Tenang saja, Nenek tidak akan beritahu ayah kamu. Kalau begitu … bagaimana kalau kamu makan dulu. Pasti kamu lapar kan, nenek tahu kok kalau yang jago masak itu mendiang ibu kamu. Pasti ayah kamu cuman siapin makanan jadi kan? Atau … jangan-jangan kamu makan mi terus?" tebak Nenek Sari dengan yakin.

Arya tidak menjawab tapi tangisannya semakin menjadi, membuat Nenek Sari sudah tidak bisa menahan diri dan memberikan pelukan erat pada Arya.

"APA?" Batin Arya kembali berkata. "Kenapa… aku kembali ke masa lalu? Ini adalah aku saat aku kecil, hei… apa ada yang bisa mendengarku?"

Pemandangan yang cukup mengharukan perlahan memudar, lubang hitam itu kembali muncul dan menyerap semua gambaran akan masa kecil Arya.

Tiba-tiba saja semua sudah berpindah tempat, ketika Arya sudah beranjak dewasa dan dia sedang berlari kencang di lorong rumah sakit yang panjang.

Arya mengenakan seragam abu-abu, ada seseorang yang menghubungi pihak sekolah. Mereka mengatakan jika kondisi Broto semakin memburuk, dan Arya harus datang untuk menemui ayahnya.

"Bapak!" Teriak Arya yang sudah berada dekat dengan tepian tempat tidur.

Ada seorang pria berbadan tegap yang berada di dalam ruangan itu, ia menepuk pundak Arya dengan kuat. "Kamu harus menjadi anak yang kuat, Arya… Broto sudah tidak bisa menahan diri, dia… tidak berhasil melewati masa krisisnya," ucap Agung yang merupakan teman baik dari Broto.

Agung seorang tentara, sama halnya dengan Broto. Saat itu mereka berdua diberikan tugas untuk berada di medan kerusuhan dengan situasi yang genting.

Namun situasi menjadi tidak terkendali, hingga akhirnya sebuah ledakan yang tidak disengaja membuat mobil yang ditumpangi Broto terbalik, dan membuat keadaannya menjadi sangat parah.

"Tidak… bapak… bangun pak…" Panggil Arya lantang dengan tangisan yang terus menjadi.

Tapi kedua mata Broto tetap terpejam erat, dan tidak ada respon yang diberikan oleh Arya.

"Bapak bangun… bapak janji sama Arya akan selalu menjaga Arya. Tapi… kenyataannya apa?" tanya Arya yang kesal, dia memegangi tangan Broto dalam genggaman yang kuat.

Ruangan itu sudah penuh dengan suara tangisan Arya, dia masih mengangap jika ayahnya masih bisa diselamatkan. Walaupun hati kecilnya Arya tahu, jika ayahnya tidak akan pernah kembali.

"Hk… hk…" Arya menyeka air matanya. Dia memejamkan matanya untuk sesaat, dan waktu seperti berjalan mundur.

Arya bisa melihat bagaimana Broto masih membuka kedua matanya, meskipun itu hanya sebuah bayangan tapi cukup jelas bagi Arya yang terus mengamati keadaan ayahnya.

Dia terpaksa menggunakan kekuatannya, agar bisa melihat bagaimana kondisi ayahnya saat terkahir kali sebelum ajal menjemput.

Dokter dan para perawat mengelilingi tempat tidur Broto, mencoba membuat Broto agar terus bertahan hidup. Tapi Arya tahu, bagaiman akhir cerita yang menyedihkan bagi ayahnya sendiri.

Arya berjalan mendekat ke arah ayahnya, dan Broto seperti mengucapkan suatu kalimat yang tidak memiliki suara sedikitpun.

"Bapak…" ucap Arya mencoba mengelus wajah ayahnya, tapi cara itu tidak berhasil karena Arya hanyalah sebuah bayangan yang kembali ke masa lalu.

"Bapak… maafkan aku pak, maafkan aku," ucap Arya dengan sedih.

Dan Broto menggerakkan bibirnya yang terasa sulit, lalu berkata … "Aku menyayangimu putraku Arya, maafkan bapak yang tidak bisa menjagamu hingga dewasa."