Diantar oleh mobil Nolan ke rumah sakit tempat Hadley dirawat, Flair merasa perutnya sangat penuh dengan makanan di restauran tadi. Nolan memaksanya banyak makan bermacam-macam makanan di sana.
Saat keluar dari mobil tiba-tiba pinggang Flair ditarik oleh Nolan, secara menjejutkan Nolan meletakkan bibirnya di bibir Flair, berada di genggaman Nolan seperti ini membuat Flair menjadi susah bergerak.
"Aku merasa aman, setidaknya Hadley tidak bisa memelukmu seperti ini malam ini karena luka bakar yang dideritanya." Ucap Nolan mengakhiri ciumannya dan perlukan nya pada Flair.
"Hentikan! Dasar mesum! " Seru Flair mendorong tubuh Nolan.
Begitu lepas dari pelukan Nolan, Flair segera berlari menuju kamar Hadley. Dari dalam kamar perawatan keluar Altha bersama seorang wanita cantik dengan rambut pirang sepanjang punggung. Wajah si pirang itu bersinar kontras dengan lipstik merahnya yang menyala dengan bibir memukau yang menggoda seperti minta dicium.
Flair hanya melewati mereka dengan tatapan dingin dan masih murka dengan apa yang sudah dilakukan Altha yang mencelakai Hadley.
Di belakang Flair, berjalan Nolan menghampiri Adik tercintanya itu,
"Masih ingat Rubi? Sahabatku saat kuliah dulu." Tanya Altha sambil memegang bahu sahabatnya itu untuk ditunjukkan kepada Nolan.
"Bagaimana aku lupa wajah ini? " Seringai Nolan tahu sekali sahabat adiknya ini begitu tertarik padanya dan Rubi pernah menggoda Nolan untuk tidur bersamanya beberapa kali tanpa sepegetahuan Altha.
"Dia kemari khusus untuk menemuimu." Ujar Altha sambil menyatukan tangan kakaknya itu dengan tangan Rubi.
"Ah tidak, Altha mengundangku untuk bernyanyi di ulang tahun stasiun tivi kalian minggu depan, dan suatu kehormatan bagiku bisa turut mengisi acara itu. " Jelas Rubi masih dengan kerlingan mata yang menggoda
"Dan mungkin bisa menemani kami di hotel untuk berbincang sejenak. " Altha mengajak sang kakak agar lebih dekat dengan Rubi.
"Setelah mengantarkan Erinka kembali ke hotel dan melihat kondisi Hadley aku akan berbincang bersama kalian." jelas Nolan, meski tidak tertarik dengan wanita semacam Rubi tapi tidak ada ruginya menemani mereka sejenak saja, pikir Nolan.
"Rubi berada di hotel yang sama dengan Erinka, aku rasa tidak terlalu sulit untuk menemani kami minum di kamar Rubi" sahut Altha menawarkan pada Nolan.
" Dengan senang hati. " Jawab Rubi.
********
Di dalam kamar perawatan, Hadley terlihat sudah tersadar dan tengah di bantu untuk menyedot gelas berisi susu oleh Erinka, ibunya.
Sekarang terlihat bukan hanya kepala Hadley yang diperban, namun bagian kedua matanya juga. Hadley tidak bisa mengenali siapa saja yang masuk ke ruang perawatan nya satu per satu, namun hanya mengenali dari suara siapa saja yang berbicara di ruangan itu.
"Baiklan aku akan kembali besok, dan menggantikan mu Flair. " ucap Erinka sambil meletakkan gelas susu itu di atas meja dekat tempat tidur Hadley.
"Aku harap lukamu segera sembuh, kamu terlihat sangat menyedihkan. " Ucap Nolan sambil menepuk punggung tangan Hadley.
"Aku tidak sabar menunggu esok Mister, dokter akan melihat apakan posisi tidurku bisa diubah atau tidak. Aku merasa tubuhku kaku tidur dengan cara seperti ini. " Ucap Hadley dengan suara yang masih lemah.
"Baiklah kami pergi dulu, Ibu akan kembali lagi esok." Cium Erinka untuk sang anak tercinta.
"Terima kasih ibu, aku sangat mencintaimu. " Ucap Hadley sambil mengecup lembut tangan sang ibu.
Setelah Erinka dan Nolan pergi, tinggallah Flair berdua dengan Hadley. Flair menggenggam tangan kanan Hadley dengan kedua tangannya. Mengecup ruas-ruas jari besar Hadley.
"Siapa? " Tanya Hadley curiga.
"Tentu saja aku. " Jawab Flair lirih.
"Aku siapa? Suster? " Tanya Hadley lagi.
"Tentu saja Flair, sayang, tidakkah kau mengenali suaraku?" Tanya Flair, alisnya mengkerut ke tengah dengan sikap Hadley ini.
"Flair, siapa aku tak paham. " Sahut Hadley mencoba mengingat.
"Kau mengingat semua orang tapi tidak mengenali aku??!!!!" Seru Flair heran.
"Coba mendekatlah agar aku bisa mengenali wajahmu!" pinta Hadley masih dengan suara lemah.
Flair tanpa ragu mendekatkan wajahnya ke wajah Hadley. Hadley mengangkat tangan tangan kanannya .
"Letakkanlah tanganku ke wajahmu. " Pinta Hadley pada Flair.
Tangan itu ia letakkan ke pipinya, dan Hadley pun mulai meraba pipi lembut dan halus itu dan meraba hidung kemudian bibir.
"Entahlah, aku sungguh tidak ingat. " Hadley menjatuhkan tangannya ke tempat tidur.
Flair pun kecewa, apa mungkin Hadley mengalami amnesia akibat luka di kepalanya itu???? pikir Flair kalut.
Hadley mendengar suara terisak di dekatnya. Dan mengangkat tangan kanannya lagi,
"Coba ku raba rambutmu. " pinta Hadley kemudian.
Flair meletakkan tangan kanan Hadley itu ke kepalanya, Hadley merabanya, menelusuri pemilik rambut ini. Kemudian meraba ke arah belakang kepala Flair dan menarik kepala Flair.
Mendekatkan wajah yang dirindukannya itu, menciumi setiap sentimeternya, dan saat menemukan bibir yang dirindunya itu, Hadley pun melumatnya dalam-dalam.
"Mengapa kamu tidak mengerti juga, ini yang membuatku tidak mungkin melupakan mu. " Bisik Hadley sesaat dan melanjutkan lumatannya pada bibir mungil kekasihnya itu.
******
Di tempat lain, tepatnya di kantor tempat Kenrick bekerja di lantai paling tinggi, ia melihat sebuah Billbord yang bisa dilihat dari jendela kaca di kantornya itu. Billbord sangat besar yang dipasang di pinggir jalan di tengah kota, Kenrick menyeringai puas dengan papan iklan billboard berisi iklan kain merk Beau produksi pabriknya itu. Foto Fayre yang digunakan dalam iklan itu adalah salah satu foto yang diambil di rumahnya tempo hari. Meski diambil dengan sedikit memaksa Fayre untuk pemotretan itu, tapi hasilnya begitu menakjubkan. Fayre terlihat seksi dan sangat anggun dengan balutan kain biru muda yang di pakainya menutupi dada atasnya dan seperti diterpa angin dan menjadi background langit di foto itu. Dalam foto itu Fayre adalah raksasa yang cantik yang seolah duduk diatas beberapa gedung tinggi di tengah kota yang menyibakkan selendang yang dipakainya yang menjadi langit kota itu, sedangkan kain panjang yang menutupi tubuhnya menjuntai hingga menjadi taman bunga di tengah kota dalam foto itu.
Sungguh wajah yang cukup seksi, dan Ken sangat salut dengan keberhasilan Fayre dalam foto kali ini.
"Semenjak foto ini dipasang, banyak sekali yang sudah memesan bergulung-gulung kain bermotif spring days kali ini, Mister." Ucap seorang menejer pemasaran dalam rapat mereka yang masih berjalan.
Sementara itu di pinggir jalan Rory berusaha mengucek matanya apa mungkin ia salah lihat, "Fayre, lihat Billboard itu sepertinya Flair, atau kamu? " Tanya Rory meyakinkan diri.
"Well, sepertinya aku. " Ucap Fayre sambil tersipu.
Fayre tidak pernah menyangka ia bisa sebagus itu wajahnya terpasang di Billboard besar. "Hmmm, " Senyum Fayre sedikit bangga dengan dirinya.
"Pantas aku mendapatkan beberapa telepon dari orang-orang baru seharian ini, rupanya karena ini." Ucap Rory sambil menepuk keningnya.
" Siapa yang memasang ini. Fayre? " Tanya Rory dengan mata curiga.
"The prince..... " ucap Fayre sambil mengernyitkan dahinya.
"Kamu akan membayar dengan harga besar untuk Billboardnya jika kamu diuntungkan. " Tulis sebuah pesan dari Ken masuk ke Ponsel Fayre.
.
.
.
.
*) Jangan lupa Follow IG : MyAzra_Tyas
untuk tahu judul Novel saya yang lain
jangan lupa tinggalin vote dan PS nya ya pembaca ku yang Budiman