Chapter 20 - Big Pay #2

Setelah merasa cukup menemani sahabatnya, Altha memutuskan untuk segera pulang dan memberi Rubi waktu untuk beristirahat. Altha membuka pintu kamar hotel Rubi dan mencium sahabatnya itu dan melangkah pergi.

Setelah memastikan Altha sudah masuk kedalam lift dan turun, Rubi membalikkan badannya dan berniat masuk ke kamarnya dan mandi.

Saat hendak menutup daun pintu kamarnya, Rubi mendapati sepasang pantofel yang dikenakan oleh sesosok pria yang sedang bersandar di dinding di balik pintu hotelnya itu.

Rubi terus melihat ke arah bagian atas dan mendapati wajah Nolan bersama cerutu yang dihisapnya sambil menatap dingin.

Merasa kenal dengan pria ini, Rubi segera menghampirinya dan mengalungkan kedua lengannya ke leher Nolan. Nolan pun menyambutnya dengan menarik pinggang seksi Rubi mendekat ke tubuhnya dan menyeringai seperti serigala yang siap menyantap sebuah daging segar yang sangat nikmat.

********

"Owh, harder!!! Please!!! Harder!!!! " Ceracau Rubi menahan rasa puasnya di bawah sana ingin segera dipenuhi. Ia benar-benar sudah kehilangan akal sehatnya, ciuman hangat Nolan ke sekujur tubuhnya benar-benar membuainya. Karena semua perlakuan Nolan terhadap tubuhnya hanya menyisakan keindahan yang tak ingin ia sudahi.

Namun Nolan masih mengulur waktu, ia masih ingin mempermainkan Rubi. Pekikan Rubi semakin menggoda naluri kejantanan Nolan.

Melihat Rubi yang sudah lupa dengan segalanya, Nolan memulai menyudahi pergumulan bersama Rubi. Setelah tiga puluh menit, tubuh Rubi terasa sangat lelah, semua sendinya terasa terlepas. Karena melihat pasangannya sudah nyaris pingsan Nolan segera menyudahi dan berhenti di sana untuk memberi ruang bernafas untuk Rubi, dan semua Nolan pastikan aman telah terlindungi dengan karet pelindung.

Setelah selesai dengan Rubi, Nolan meminumkan segelas air putih kepada Rubi yang masih terengah-engah dan menciumi semua permukaan pipi gadis itu. Memakaikan pakaian dalam Rubi dan menyelimuti tubuh gadis itu. Ia pun bergegas mandi di bawah shower melepas karet pelindung yang membalut itu dan membuangnya ke tempat sampah yang sudah tersedia di dalam kamar mandi.

*******

Mulai dari pagi Hingga siang hari Rory mendapatkan banyak sekali telepon terkait dengan Billboard Fayre yang terpasang

besar di tengah kota.

Banyak tawaran yang diajukan hanya untuk Fayre. Namun Fayre bukan malah menerima, ia tak bisa berbuat banyak. Ia tidak bisa melakukannya dengan sempurna tanpa Flair. Iya tidak bisa berakting di depan kamera tanpa Flair. Dan tidak mungkin baginya memaksa Flair yang tengah sibuk untuk kesembuhan Hadley.

Belum lagi tuntutan Idlina yang memesan tas buatan mereka yang harus selesai sebelum musim panas tiba. Karena akan digunakan dalam pameran busana lima negara di Asia mendampingi busana musim panas Idlina.

"Fayre terimalah salah satu dari mereka, ini kesempatan untuk memulai debutmu" saran Rory sambil menggenggam tangan Fayre.

"Baiklah, pastikan Flair mau menerimanya juga. Pilih yang mana saja yang cocok untuk kami. " Ucap Fayre pasrah sambil meletakkan beberapa proposal yang sudah dikirim kepada mereka dari beberapa produk yang iklannya ingin dibawakan oleh Fayre.

Apa mungkin karena Billboard itu??? Sehingga Flair marah padaku??? Ia marah karena aku melangkahinya. Tanya Fayre dalam hati.

Karena semenjak ucapan terakhir lewat pesan ponsel itu, Flair sama sekali tidak mengajaknya bicara. Bahkan saat menandatangani kontrak di SW-TV, Flair hanya mendiamkannya.

"Dia masih marah. " ucap Fayre pada Rory.

"Siapa yang marah padamu? " Tanya Rory.

"Flair, dia tidak menjawab teleponku ataupun membalas pesanku. "

" Tapi pesanku masih di balasnya." Celetuk Rory juga heran.

"Ini tidak baik Rory, Flair tidak menyebutkan apa salahku...." Sahut Fayre sedih.

"Sudahlah kita tanyakan nanti saat ia datang. Ia bilang akan menyusul kita di sini. " Sahut Rory mencoba menenangkan.

Begitu masuk ke dalam restauran Flair lebih banyak menunduk dingin menghadap ke layar ponsel tanpa menatap Fayre. Ia Bahkan hanya berbicara seperlunya saja pada Rory tentang beberapa proposal di sana. Setelah selesai menentukan proposal mana yang akan diterima, Flair pun pergi meninggalkan Rory dan Fayre tanpa berpamitan dengan Fayre.

"Kau lihat sikapnya??? Menatapku saja tidak mau. " bisik Fayre pada Rory.

"Apa yang terjadi di antara kalian sebelum Flair menjadi seperti ini??? " Tanya Rory sambil berpikir kemungkinan lain agar si kembar ini bisa dirukunkan kembali.

"Aku tidak tahu, tapi sejak tempo hari di rumah Shandy, ia sudah lebih dulu pergi membawa mobil Chad tanpa berpamitan dengan pada semua orang di sana. " jelas mencoba Fayre mengingat-ingat.

"Apa mungkin pada saat perjalanan ke rumah Shandy ia melihat Billboard itu dan kemudian marah padaku? Entahlah." Fayre menutupi wajahnya tampak menyerah.

"Bagaimana jika menghubungi Barric, mungkin Flair bisa ditenangkan oleh Barric. Kau tahu mereka sering bermain bowling bersama." Celetuk Rory mencoba membuka kemungkinan.

"Akan ku buat mereka bermain bowling dan Barric akan membantumu bicara." Lanjut Rory meyakinkan Fayre agar tidak putus asa.

********

Siang itu, setelah jam makan siang, Flair sampai ke rumah dan disambut oleh Chad yang sedang tampak sibuk di ruang kerja untuk bersiap hendak berangkat kekantornya. Flair memasuki ruang tengah rumahnya dan melihat sebuah parcel bunga besar di atas meja. Dipenuhi bunga berwarna merah ingin tahu siapa yang sudah mengirimkan bunga seindah itu. "Ken-C." tulis pada kartu pengirim di parcel tersebut.

"Kenrick Canavarro, mengapa ia mengirimkan bunga ini? " pikir Flair sambil menatap dan menciun salah satu bunga. "Fayre, apa mungkin Prince Ken tertarik pada Fayre? " gumamnya.

Bibi Denna yang baru saja lewat sambil membawa alat kebersihan terhenti langkahnya saat Flair memanggilnya. "Bibi, bunga ini untuk Fayre? " Tanya Flair sambil menunjuk rangkaian bunga berwarna merah itu.

"Iya nona, tadi saya yang menerimanya. " Jawab Bibi Denna.

"Letakkan di kamarnya, jangan di sini. Supaya saat ia masuk kamar ia mengetahui bunga itu untuknya! " Pinta Flair pada sang pelayanan.

"Baiklah akan saya pindahkan, Nona. " Sahut Bibi Denna sambil mengambil parcel bunga itu.

Melihat parcel bunga yang asing, Chad segera menghampiri bibi Denna sambil melihat kartu pengirim dan benar bunga itu ditujukan buat Fayre. Raut muka Chad seketika berubah. Sepertinya hatinya tertusuk di dalam.

"Paman, apa yang sedang kamu pikirkan? " Sapa Flair sambil tersenyum pada Chad.

"Tidak, bukan apa-apa. " Jawab Chad sambil mengelus pipi Flair lembut. " Kamu tampak lelah dan pucat, sebaiknya segeralah beristirahat!" Seru Chad memperhatikan wajah Flair yang tampak tak bersinar itu.

" Iya aku akan mandi dan tidur, aku akan minta bibi Denna menemani ku hingga tertidur nanti. " Jawab Flair sambil menyibakkan poni sampingnya.

"Aku harap, temanmu itu segera membaik keadaannya, ajak aku untuk menjenguknya besok. Aku juga ingin melihat kondisinya. " Pinta Chad sambil menggenggam bahu sang keponakan.

" Terima kasih, Chad. Aku pasti akan membawamu ke sana. " Flair kemudian naik ke kamarnya.

.

.

.

*) Jangan lupa Follow IG : MyAzra_Tyas

untuk tahu judul Novel saya yang lain