"Kamu sendiri yang menciptakan situasi seperti ini" jawab Selin sedikit meninggikan suaranya. Untung saja mereka berada di private room hingga tidak akan yang melihat ketegangan mereka saat ini.
Setelah mengatakan itu Selin meraih tas tangannya dan beranjak dari tempat duduknya "aku balik sendiri saja, kamu selesaikan saja makan mu dulu, tidak baik membuang makanan seperti itu" ucap Selin dan langsung melangkah keluar dari ruangan tersebut tanpa menoleh lagi ke belakang.
Dion hanya bisa memandangi punggung Selin dengan tatapan pasrah tanpa bisa berbuat apa-apa lagi, ia sadar bahwa dia sendiri yang mengakibatkan ini semua terjadi. Seandainya dari awal ia langsung jujur pada Selin tentang si penelepon mungkin keadaannya tidak akan seperti ini, mungkin Selin hanya akan marah sebentar kemudian memperingatkannya.
Satu lagi sifat Selin yang Dion ketahui saat ini, Selin memang sangat tidak menyukai kebohongan dan secara tidak sadar Dion telah melakukan apa yang calon istri tercintanya tidak sukai.
Menghela nafas pasrah Dion kemudian melanjutkan makan siangnya walaupun sudah tidak bernafsu lagi, ia juga menyetujui perkataan Selin tadi bahwa tidak baik membuang-buang makanan seperti apa yang tadi akan ia lakukan.
Dion merasa kini nilainya dimata sang calon istri kembali ke titik awal, atau mungkin sudah Minus? memikirkan hal itu malah tambah membuatnya frustasi. Bodoh... harusnya ia jujur saja tadi, Rutuk Dion pada dirinya sendiri.
Setelah makanan dipiringnya habis, Dion segera beranjak dari tempat duduknya dan meninggalkan ruangan tersebut. Gagal sudah rencana makan siang bersamanya dengan Selin.
Setelah dari tempat makan tersebut, Dion tidak kembali ke kantornya, ia hanya berputar-putar sepanjang jalan tanpa tujuan. Jika pun ia memaksakan kembali ke kantornya, ia sangat yakin tidak akan bisa melakukan apa pun dengan pikiran kacau seperti ini jadi ia lebih memilih u tuk menghilang sejenak saja, juga berusaha menghindar dari pertanyaan sang ayah jika saja sang ayah memergokinya sedang tidak fokus pada pekerjaannya tanpa sengaja.
Setelah berkeliling kota tanpa tujuan yang jelas selama beberapa jam dan berperang dengan pikirannya sendiri, saat ini Dion telah berasa didepan gedung perkantoran dimana sang calon istri tercinta bekerja, ia mengamati jam yang melingkar indah di pergelangan tangannya yang sudah menunjukkan pukul 4 dan itu artinya ini sudah memasuki jam pulang kantor Selin, dan benar saja tak lama setelah itu Dion melihat orang yang ia tunggu-tunggu sedang berjalan keluar kantor bersama sahabatnya-Cerry. Tanpa menunggu lama lagi, Dion segera keluar dari mobilnya dan berlari menghampiri sang calon istri tercinta yang masih berdiri didepan lobi kantornya sambil berbincang membahas sesuatu dengan sang sahabat sambil sesekali tersenyum.
"Sayang, udah mau pulang?" tanya Dion setelah sampai ditempat dimana Selin dan Cerry berdiri, dengan tampang ya g sedikit berantakan.
Selin menoleh kearah dimana suara yang sudah ia kenal itu berasal dan memperhatikan penampilan Dion yang tidak bisa dikategorikan dalam keadaan rapi. Kemeja kusut dan sudah digulung hingga batas siku, dasi yang sudah kendor, jas yang entah kemana, serta rambut yang bisa dibilang sangat acak-acakan.
Selin bisa menebak penyebab dari penampilan berantakan Dion saat ini, ia menjadi sedikit bersalah pada pria di depannya ini, tapi tidak mengurangi sedikit pun kekecewaan yang ia rasakan atas perbuatan Dion saat acara makan siang mereka tadi.
"Astaga... kamu habis kena tornado, kok berantakan banget?" seru Cerry saat melihat penampilan dari pria yang biasanya sangat rapi itu walaupun baru pulang kerja, tapi saat ini Cerry sangat sangsi akan hal itu.
Dion yang mendengar pertanyaan dari sahabat sang calon istri hanya bisa meringis malu, tidak mungkin kan ia jujur kalau penyebab keadaan berantakannya ini semua gara-gara kemarahan sang sahabat padanya, yang ada malah Selin tambah marah padanya atau bahkan mungkin akan membatalkan rencana pernikahan mereka, oh.. tidak.. tidak. ia tidak akan melakukan itu.
"Cer, kita duluan yah" pamit Selin menggagalkan ucapan yang akan keluar dari mulut Dion yang sudah bersiap menjawab pertanyaan dari sahabat sang calon istri tercintanya itu.
"Iya, hati-hati yah" jawab Cerry tanpa perasaan curiga sedikit pun dengan hubungan kedua orang tersebut.
Setelah mendengar balasan dari Cerry, Dion segera merangkul pinggang ramping Selin tanpa penolakan sedikit pun dari gadis tersebut. Satu lagi hal yang Dion ketahui tentang calon istrinya itu, Selin tidak mau menunjukkan masalah pribadinya didepan umum termasuk didepan sahabatnya sekalipun dan Dion sangat mensyukuri hal itu.
Dion menuntun Selin untuk melangkah menuju mobilnya yang terparkir tidak jauh dari lokasi mereka tadi sambil terus merangkul pinggang Selin, dan setelah sampai di samping mobilnya Dion segera membukakan pintu penumpang sebelah kemudi untuk Selin yang sedari tadi tetap mendiamkannya, Setelah memastikan Selin duduk nyaman ditempatnya, Dion kemudian bergegas memutari bagian depan mobil untuk sampai di samping mobil yang berlawanan dengan posisi Selin saat ini dan bergegas masuk dan duduk di belakang kemudi.
Setelah duduk dengan nyaman diposisinya, Dion segera menghidupkan mesin mobil dan segera melaju ke jalan raya dan berbaur dengan para pengendara lainnya.
"Maaf" ucap Dion setelah beberapa saat keheningan yang membuatnya semakin tersiksa. Mendengar permintaan maaf dari Dion, Selin hanya menoleh kearah pria itu tanpa mengucapkan sepatah kata pun, ia masih menunggu kelanjutan dari ucapan sang calon suaminya itu.
"Maaf sudah membuatmu kecewa" ucap Dion lagi setelah tidak mendengarkan respon apa pun dari Selin yang saat ini menatapnya tatapan terluka tanpa berniat menyembunyikannya sedikit pun, dan hal itu malah tambah membuat Dion semakin merasa bersalah dan marah pada dirinya sendiri.
"Orang yang tadi meneleponku adalah Diandra" jujur Dion, "tadinya aku berbohong padamu karna tidak ingin membuatmu marah, tapi karna kebodohanku sendiri yang tidak jujur malah membuatmu lebih kecewa" sambungnya dengan perasaan bersalah, Saat ini Dion menepikan mobilnya dipinggir jalan yang lumayan sepi dari pengendara lainnya hingga tidak akan mengganggu pengendara yang melintas.
"Seharusnya saat aku bertanya padamu tadi, kamu langsung saja menjawabnya dengan jujur tidak perlu berbohong seperti itu. Mungkin aku akan marah tapi hanya sebentar dari pada kau bohongi seperti itu dengan alasan demi menjaga perasaan ku" Ucap Selin mengeluarkan suaranya untuk pertama kalinya setelah keterdiamannya beberapa saat yang lalu.
"Maaf" ucap Dion pelan sambil meraih kedua tangan Selin yang berada di pangkuan gadis itu, meremas dengan pelan sepasang tangan ramping itu dengan tatapan memohon pada sang pemilik tangan tersebut. Hanya kata itu yang sanggup Dion ucapkan saat ini, sungguh iya merasa sangat bodoh karna tidak mau jujur dari awal.
"Ini kebohongan dan permintaan maaf kamu untuk pertama dan terakhir kalinya, tidak akan ada lagi kata itu setelah ini. Aku tidak suka mendengar kata maaf lebih dari sekali dari orang yang sama, apa pun alasannya" Ucap Selin yang akhirnya kembali melembutkan nada bicaranya.
Dion yang mendengar ucapan sang calon istri tercintanya yang sudah memberi maaf padanya segera menarik tubuh ramping itu untuk ia peluk dengan erat. Ia merasa lega karna telah menerima maaf dari Selin-nya itu.
"Terima kasih sayang, terima kasih. Aku janji kejadian ini tidak akan pernah terulang lagi. Terima kasih karna sudah memberiku kesempatan sekali lagi, aku ngga akan menyia-nyiakan kesempatan ini, promise" ucap Dion masih memeluk erat tubuh Selin.
Selin merasakan sesuatu yang basah mengenai pundaknya dan menyadari bahwa pria yang memeluk erat tubuhnya ini sedang menangis. Tuhan.. setakut itukah pria ini kehilangan dirinya? tanya Selin dalam hati.
Selin melepas pelukan Dion dengan perlahan dan menghapus air mata Dion yang membasahi pipinya, Dion tidak berusaha menyembunyikan tangisannya tersebut. "Sudah, jangan menangis. Kamu ngga malu sama aku?, dan ingat aku juga ngga suka sama pria cengeng" ucap Selin masih menghapus jejak air mata di pipi Dion. Dion kembali meremas tangan Selin yang masih berada di pipinya dan membawanya ke depan bibirnya untuk ia kecup.
"Terima kasih" ucap Dion setelah mengecup tangan ramping gadis yang sangat ia cintai ini. Dion sadar jika ia telah jatuh sangat dalam pada perasaan cintanya pada gadis cantik di depannya ini.
Dion kembali ke posisi duduknya di belakang kemudi tanpa melepaskan genggaman tangan kirinya pada tangan Selin. " Kita pulang sekarang?" tanyanya yang hanya mendapat anggukan sebagai jawaban dari sang calon istri tercintanya yang sangat irit bicara itu.