Selin keluar dari dalam Toilet dengan wajah yang lumayan segar dan penampilan yang kembali rapi, ia menemukan sang sahabat sudah menunggunya di salah satu kursi yang berada didepan meja kerjanya sambil memainkan ponselnya dengan senyum yang tercetak jelas di wajah sang sahabat, ia yakin jika orang yang sedang berbalas pesan dengannya adalah Farukh—tunangan sang sahabat.
Menyadari keberadaan Selin, Cerry langsung mengalihkan pandangannya yang sedari tadi berada pada ponselnya kearah sang sahabat.
"udah siap?" tanya Cerry sambil memasukkan ponselnya kedalam tas tangannya.
"Udah, kita pulang sekarang?" Jawab Selin sambil mengajak Sang sahabat segera pulang yang diangguki oleh sang sahabat.
Mereka berdua kemudian beranjak meninggalkan ruang kerja Selin sambil bercakap membahas hal-hal yang sesekali membuat mereka tersenyum dan Selin bisa melupakan sejenak tentang mood nya yang hancur hari ini.
*****
Selin dan Cerry sampai di apartemen yang selama 5 tahun terakhir ini ditempati oleh Selin. Kedua gadis itu tengah duduk di sofa ruang tamu yang sekaligus berfungsi sebagai ruang TV.
Mereka telah berdiam ditempat duduk mereka selama kurang lebih 30 menit dan baik Selin maupun Cerry belum membahas persoalan kehancuran Mood Selin hari ini.
"Jadi..?" ucap Cerry memecah keheningan yang tercipta di sekitar mereka beberapa saat yang lalu, ia sengaja menggantungkan pertanyaannya karna ia yakin Selin pasti tahu maksud dari pertanyaan menggantungnya itu.
"Tadi aku liat Raka, LAGI" Ucap Selin tanpa memandang kearah sang sahabat dan menekankan kata 'lagi' pada kalimatnya.
"Lagi?... Maksudnya dengan kata 'lagi' itu gimana?" tanya Cerry sambil mengangkat kedua tangannya sebagai tanda kutip pada kata 'lagi'.
Selin menghembuskan nafas beratnya dan mengalihkan pandangannya kearah sang sahabat yang duduk persis disebelahnya.
"Beberapa minggu lalu, aku ketemu sama dia di toko roti langganan Mama. Dan dia bertingkah seakan tidak pernah terjadi sesuatu diantara kamu dimasa lalu" Ucap Selin frustasi. " Kenapa, saat aku udah bisa menata hatiku untuk bisa menerima Dion dalam hidupku, dia harus datang?" sambungnya dengan tatapan terluka, Selin pikir ia sudah mampu menyembuhkan luka dihatinya, tetapi kenapa hanya dengan melihat sumber luka hatinya itu kembali seakan waktu selama 5 tahunnya untuk berusaha sembuh terbuang sia-sia. Secinta dan sesakit itukah Selin pada orang itu?
"Kamu masih Cinta sama Raka?" tanya Cerry tiba-tiba.
"Ngga mungkin aku masih cinta sama orang yang sudah membuatku hancur seperti ini" jawab Selin cepat, menyanggah tuduhan yang secara tidak langsung ditudingkan oleh Sang sahabat.
"Lalu, jika kamu sudah tidak mencintainya kenapa kamu bisa sekacau ini hanya dengan kedatangannya kembali? Sel, aku kenal kamu bukan sebulan dua bulan loh, aku kenal kamu sudah bertahun-tahun, and i know you so well." ucap Cerry dengan nada tenangnya.
Disaat-saat seperti ini, Cerry akan menjelma menjadi orang bijak dengan kata-katanya yang tepat sasaran. Selin terdiam setelah mendengarkan apa yang baru saja diucapkan oleh sahabatnya itu.
'Apa benar, dia masih mencintai raka? orang yang jelas-jelas menorehkan luka yang sangat besar pada hatinya.' batin Selin.
"Coba kamu tanya sama hati kamu sendiri" ucap Cerry lagi setelah tidak mendapat balasan dari sang sahabat sambil mengarahkan telapak tangannya kearah dada Selin. "apa benar kamu sudah tidak mencintainya lagi?, atau perasaan cinta kamu itu hanya tersamarkan oleh rasa sakit yang dia berikan" sambungnya. Selin masih bungkam tidak menanggapi perkataan sang sahabat, pikirannya berkelana entah kemana.
"Kamu harus memastikan apa yang dirasakan dan diinginkan hati kamu. Ingat sekarang kamu sudah ada Dion, kamu tidak boleh bersikap egois yang nantinya akan membuat Dion terluka, atau malah kau juga akan ikut terluka dengan hal ini." ucap Cerry lagi
"Jadi aku harus bagaimana? aku sendiri tidak pernah menyangka akan sesakit ini hanya dengan melihat Raka sudah bahagia bersama keluarganya" ucap Selin yang sudah sangat frustasi, ia bingung bagaimana harus bersikap .
"Tunggu dulu.... Kamu bilang Raka udah bahagia dengan keluarganya?" Tanya Cerry memastikan apa yang baru saja ia dengar dari sang sahabat.
Selin kembali menghela nafas berat sambil menganggukkan kepalanya untuk meng-iyakan pertanya Cerry barusan. "Tadi siang, aku liat dia ditempat yang sama dengan tempat aku dan Dion makan siang bersama, dia datang dengan seorang wanita dan juga anak gadis yang berumur sekitar 3 atau 4 tahun dalam gendongannya" ucap Selin memberitahukan apa yang tadi ia lihat di tempat makan tersebut.
Hal itu membuat Cerry kaget dan untuk sesaat ia kehilangan kata-katanya. Jadi Raka idah nikah dan punya anak? pikirnya. Ia kembali memandang sang sahabat untuk melihat seberapa terlukanya ia dari tatapannya.
"Kamu kenal sama wanita yang datang bersamanya?" hanya itu yang bisa Cerry tanyakan saat ini, ia sungguh terkejut mendengar bahwa selama ini Raka—mantan sang sahabat sudah menikah dan hidup bahagia dengan keluarga kecil mereka.
Selama ini Cerry berpikir bahwa tidak akan ada cinta yang akan menggantikan posisi Selin dihati Raka, mengingat betapa besar perhatian dan cinta yang ditunjukkan olehnya dulu, tapi sekarang apa? Raka sudah menikah dan bahagia dengan keluarganya?. sungguh Cerry dibuat kehilangan kata-katanya.
Selin menggelengkan kepalanya sebagai jawaban bahwa ia tidak mengenal wanita yang tadi datang bersama sang mantan.
Cerry menarik tubuh rapuh sahabatnya itu kedalam pelukannya. Sungguh ia tidak bisa membayangkan bagaimana rasa sakit yang diderita oleh sahabatnya ini.
"Kalau Raka saja bisa hidup bahagia dengan keluarganya, kamu juga harus bisa hidup bahagia dengan keluargamu nanti bersama Dion" ucap Cerry sambil mengusap-ucap punggung sang sahabat menenangkan yang terlihat begitu rapuh.
*****
Sedangkan ditempat lain Dion masih dibuat frustasi dengan sikap Selin tadi, ia juga tidak henti-hentinya merutuki sang mantannya itu.
Kenapa disaat mereka baru saja berbaikan Diandra malah datang mengacaukan segalanya. Dia udah dua kali menjadi penyebab renggangnya hubungan antara dian dan calon istri tercintanya itu.
"Sial...." umpatnya entak untuk yang ke berapa kalinya.
Dion dilanda kesalahpahaman dengan sikap Selin yang tiba-tiba berubah saat kedatangan Diandra, padahal ada hal yang lebih berpengaruh pada perubahan sikapnya itu.
"Akkhhh...." Dion kembali menyugar rambutnya yang sudah sangat berantakan itu, tadi setelah ia pulang dari kantor ia langsung pulang ke rumahnya dan mengurung diri didalam kamarnya. Ia tidak datang menjemput Selin seperti pesan sang calon istrinya tadi dan itu semakin menguatkan dugaan Dion bahwa sebenarnya Selin sedang marah padanya.
TOK TOK TOK
Suara ketukan pada pintu kamarnya mengalihkan perhatian Dion. Dion hanya menatap kearah pintu tersebut tanpa ada niat sedikit pun u tuk beranjak membukanya.
TOK TOK TOK
suara ketukan kembali terdengar untuk kedua kalinya, dan Dion masih bergeming dari tempatnya itu.
"Sayang... ini mama, kamu ada didalam kan?" kali ini Suara dari sang mama yang terdengar dari balik pi tu kamarnya. Dengan langkah malas, Dion akhirnya beranjak dari posisi duduknya menuju pintu kamarnya u tuk membukannya.
Setelah pintu itu terbuka, Mama ina kaget melihat penampilan sang anak yang sangat berantakan dan masih mengenakan pakaian kantornya, padahal Dion sudah datang dari beberapa jam yang lalu.
Mama Ina mengernyitkan keningnya bingung. "Ada masalah apa? kenapa penampilanmu berantakan seperti ini?" tanya Mama Ina dengan kebingungannya. Wanita paruh baya itu melangkah memasuki kamar sang putra semata wayangnya dan di ikuti oleh Dion dibelakannya. Mama ina kemudian duduk di sisi ranjang Dion.
"Sini, duduk dulu dan cerita sama mama" sambungnya dan sisi ranjang disebelahnya dan Dion hanya menuruti perintah mamanya tanpa mengeluarkan suara sedikit pun.
"Ada apa? cerita sama mama" tanya mama Ina lagi karna sampai sekarang Dion belum mengeluarkan suaranya.
"Mah.. Selin Mah... ,Selin kayaknya marah lagi sama Dion" ucap Dion dengan suara merengek sambil memeluk mamanya dari samping.
"Memangnya kamu ada buat salah sama dia sampai-sampai dia marah sama kamu?" tanya Mama ini sambil membalas pelukan sanga anak semata watangnya ini yang sedang merengek padanya. Dasar manja. " tunggu dulu... kamu bilang Lagi?" tanya mama Ina lagi saat anaknya dengan tidak sengaja mengatakan kalau ini bukan pertama kalinya Selin marah pada sang putra.
Dion hanya mengangguk pasrah dalam pelukan mamanya, "Iya, ini udah kedua kalinya Selin marah sama Dion, dan Dion takut kalau Selin udah ngga mau ngasih kesempatan lagi buat Dion" jawab Dion masih dengan suara rengekannya. "Sebenarnya Dion ngga ngelakuin apa pun yang buat Selin marah, tapi.." sambungnya tetapi menggantungkan kalimatnya, Dion melepaskan pelukannya dari sang mama lalu beralih menatap mamanya. Mama Ina tidak mengatakan apa pun, ia masih menunggu kelanjutan ucapan anaknya itu.
Dion menghela nafas berat dan membuangnya dengan kasar. "Tapi, tadi pas kami makan siang Diandra datang dan menghampiri meja kami dan berniat bergabung bersama kami" ucap Dion frustasi, Mama Ina masih diam setelah mendengar perkataan sang anak. Ia tidak tahu harus memberi respon apa untuk ucapan Dion barusan.
'Diandra, dia akan menjadi batu sandungan untuk hubungan anaknya dan calon menantunya itu' batin mama Ina