"Lalu, kalau kamu sudah tidak mencintainya lagi, kenapa kamu harus sesakit ini saat melihat dia sudah bahagia dengan keluarganya?" tanya Dion, dalam suaranya itu sangat jelas terdengar nada kecewa.
"Kamu seharusnya bisa bersikap biasa saja saat melihatnya jika saja kamu sudah tidak memiliki perasaan padanya" ucap Dion tanpa menunggu jawaban Selin atas pertanyaan yang ia tanyakan sebelumnya.
Selin terdiam cukup lama setelah mendengar apa yang diucapkan oleh Dion barusan, ia sangat yakin kalau ia sudah tidak memiliki perasaan apa pun pada mantannya itu, tapi ia juga membenarkan apa yang dikatakan oleh Dion, tidak mungkin dia merasa sesakit ini jika memang ia tidak memiliki perasaan apa pun pada sang mantan.
"Kalau kamu terus seperti ini, kamu tidak akan bisa melanjutkan hidup kamu. Dan apa yang sudah aku lakukan selama ini untuk membuatmu membalas perasaanku akan terlihat sia-sia" ucap Dion lagi "Kamu harus berdamai dengan masa lalumu agar kita bisa melangkah bersama untuk menata masa depan kita" sambungnya.
"Jadi menurutmu, aku harus berdamai dengan masa laluku dan memaafkan kesalahan yang pernah dilakukan oleh Raka padaku?" tanya Selin setelah terdiam cukup lama dan mencerna setiap kata yang diucapkan oleh Dion.
Dion mengangguk sembari meremas tangan Selin yang berada di genggamannya. "Kamu harus berdamai dengan masa lalumu, kamu harus bisa melepaskan rasa sakit hatimu itu. Karna jika kamu terus-terusan berada dalam bayang-bayang masa lalumu, hubungan yang tengah coba kita bangun ini tidak akan berarti sama sekali. Aku juga tidak mau terus-terusan melihat mu dengan rasa sakit yang sama setiap dihadapkan dengan situasi seperti ini" ucap Dion panjang lebar dengan suara menenangkan. "Kamu juga tadi bilangkan, kalau mantan kamu itu sudah bahagia dengan keluarganya sendiri?" tanya Dion.
"Ya... tadi dia terlihat sangat bahagia bersama keluarga kecilnya" Ucap Selin dengan pandangan menerawang, mencoba mengingat ekspresi bahagia yang dipancarkan dari wajah sang mantan.
Dion menganggukkan kepalanya, "Jika dia saja bisa bahagia dengan kehidupan barunya yang sekarang berarti kamu juga bisa bahagia dengan kehidupan mu yang sekarang juga dan aku akan mewujudkan kebahagiaan yang kamu impikan itu." ucap Dion dengan sungguh-sungguh.
"Terima kasih" ucap Selin sungguh-sungguh, ia merasa ia sangat beruntuk karena diberikan calon suami yang sangat baik seperti Dion, ia juga berharap semoga Dion akan tetap seperti ini sampai kapan pun.
"Oh ya, kamu....." ucapan Selin terpotong oleh suara perut Dion yang meminta tuannya untuk memberinya makan, Dion meringis malu dengan suara perutnya yang tidak tahu situasi itu.
" Kamu terakhir makan kapa?" tanya Selin setelah mendengar suara yang memprihatinkan itu. Dion terdiam tidak menjawab pertanyaan calon istrinya itu. "Jangan bilang terakhir kamu mengisi perut mu itu saat makan siang tadi?" Ucap Selin lagi dengan nada yang sedikit tidak percaya, Dion kembali meringis malu dengan tebakan Selin yang tepat sasaran.
Selin melirik jam dinding yang tergantung indah tepat disalah satu tembok pemisah ruang Makan dan ia melihat sekarang sudah menunjukkan pukul 9 malam dan itu artinya sudah lebih dari 7 jam perut Sang calon suaminya itu tidak diisi makanan apa pun.
"Bagaimana aku bisa makan kalau pikiranku kacau karna perubahan sikap mu yang tiba-tiba seperti tadi" ucap Dion melakukan pembelaan, "Bahkan sampai sebelum kamu menjelaskan semuanya pun aku belum merasakan lapar, tapi setelah mendengar semua penjelasan mu kenapa tiba-tiba saja perutku malah protes untuk segera diisi?" ucap Dion lagi
"Maaf... gara-gara aku kamu malah tidak memperhatikan kondisi kamu sendiri" ucap Selin dengan raut menyesal.
"Hei... tidak perlu meminta maaf seperti itu, ini juga salah ku yang tidak berani mencari penjelasan padamu." ucap Dion.
"Ya sudah... aku siapin makanan buat kamu dulu, tadi aku memasak bareng mama saat kamu masih dikamar" ucap Selin beranjak dari duduknya dan berjalan menuju konter dapur untuk menyiapkan makanan untuk mereka. Dion hanya memandang punggung Selin yang berjalan kearah konter dapur dengan tatapan penuh cinta dan perasaan lega, akhirnya ia bisa kembali tenang karna kesalah pahaman mereka yang telah diluruskan.
Dion berdoa semoga tidak ada lagi kesalah pahaman yang akan terjadi diantara mereka dikemudian hari, ia berharap hubungannya dengan Selin akan terus baik-baik saja setelah ini.
Selin baru sadar kalau sudah dari tadi calon mama mertuanya itu meninggalkannya bersama Dion diruang makan berdua, mungkin ia ingin memberi ruang untuk mereka supaya bisa meluruskan kesalah pahaman yang terjadi antara mereka tadi siang. Selin kembali bersyukur karna diberikan calon mertua sebaik Mama Ina.
Selin kembali ke ruang makan dengan nampan ditangannya dan meletakkan nampan tersebut diatas meja makan dan menata makanan yang ia bawa untuk Dion di hadapan calon suaminya itu.
"Kalau kita seperti ini udah kayak suami istri beneran" ucap Dion dengan senyum cerahnya, sedangkan Selin sudah memerah seperti tomat matang setelah mendengar ucapan sang calon suami.
"Kamu makan dulu" ucap Selin mengalihkan rasa malunya itu.
"Kamu ngga makan?" tanya Dion setelah menyadari bahwa hanya ada satu porsi makanan yang berada di depannya ini.
"Aku tadi udah makan bareng Cerry sebelum kemari" ucap Selin menggelengkan kepalanya, ia juga memberitahukan bahwa sebelum datang ke rumah ini ia sudah lebih dulu makan bersama Sang sahabat.
Dion hanya mengangguk paham dan mulai menyantap makanan yang berasa di depannya ini.
"Ini kamu yang masak?" ucap Dion menunjuk semur ayam di depannya itu.
"Iya, tapi kok kamu tau kalau aku yang masak?" tanya Selin bingung, setahu Selin Dion memang menyukai Semur ayam dan hampir tiap hari ia memakannya jika ia makan malam di rumah.
"Rasanya beda" ucap Dion singkat.
"Ngga enak yah? apa ada bumbu yang kurang?" tanya Selin panik setelah mendengar Dion mengatakan Semur ayam buatannya itu berbeda dengan semur ayam yang biasa ia makan.
"ngga kok, bumbunya pas. Tapi emang rasanya beda" ucap Dion lagi, Selin menyerngit bingung dengan jawaban Dion. Jika memang bumbunya pas lalu apa yang membuat rasa Semurnya berbeda?
"Lalu apanya yang beda?" tanya Selin dengan alis yang berkerut pertanda ia benar-benar bingung dengan ucapan Dion yang ia rasa berputar-putar.
"Iya beda, kalo semur yang ini dibuat denga cinta jadi rasanya juga beda sama semur yang sering dibuatkan oleh bibi" Ucap Dion tersenyum menggoda, ia puas melihat reaksi yang diberikan oleh Selin dengan pipi yang memerah sampai leher sudah seperti kepiting rebus.
"Loh, sayang kok pipi sama leher kalu merah sih? kamu demam?" Ucap Dion menggoda Selin dengan tampang polosnya, berpura-pura tidak tau.
Selin langsung menangkup pipinya sendiri untuk menyembunyikan pipi memerahnya itu dari Dion, tapi perbuatannya itu justru sangat sia-sia.
"Ihh... kamu kok malah ngegombal sih?" ucap Selin dengan raut pura-pura kesal, tapi mah.. dihatinya udah seneng banget dapet gombalan receh dari calon suaminya itu.
Dion hanya tertawa menanggapi kekesalan Sang calon istri.
"Ya udah.. makannya dilanjut aja, ngga usah banyak gombal" ucap Selin memerintahkan Dion untuk segera melanjutkan acara makannya yang sempat tertunda karna aksi menggombal calon suaminya itu.
"Siap sayang.." ucap Dion, kemudian melanjutkan menyantap makanan yang dibuatkan oleh sang calon istri tercintanya itu.