Selin langsung menangkup pipinya sendiri untuk menyembunyikan pipi memerahnya itu dari Dion, tapi perbuatannya itu justru sangat sia-sia.
"Ihh... kamu kok malah ngegombal sih?" ucap Selin dengan raut pura-pura kesal, tapi mah.. dihatinya udah seneng banget dapet gombalan receh dari calon suaminya itu.
Dion hanya tertawa menanggapi kekesalan Sang calon istri.
"Ya udah.. makannya dilanjut aja, ngga usah banyak gombal" ucap Selin memerintahkan Dion untuk segera melanjutkan acara makannya yang sempat tertunda karna aksi menggombal calon suaminya itu.
"Siap sayang.." ucap Dion, kemudian melanjutkan menyantap makanan yang dibuatkan oleh sang calon istri tercintanya itu.
Dion menyuapkan makanan buatan sang calon istrinya itu kedalam mulutnya dengan penuh semangat.
Ini adalah masakan pertama yang dibuatkan oleh Selin padanya dan ia sungguh tidak menyangka kalau seorang Selin, sang calon istri tercintanya itu ternyata pandai memasak, sama seperti mamanya yang juga tidak perlu diragukan lagi untuk urusan masak memasak yang membuat papanya itu tidak pernah mau makan diluar jika bukan untuk urusan penting atau jamuan dari para kolega bisnisnya.
"Sejak kapan kamu belajar masak?" tanya Dion setelah menghabiskan isi piringnya. Dion kemudian meraih gelas berisi air minum yang disiapkan oleh Selin disebelah piring kosongnya.
"aku belajar masak udah dari dulu, karna memang sebelumnya juga pernah ikut kelas memasak bareng mama" jawab Selin memberitahukan. Selin melirik piring makan Dion yang sudah tandas, ia cukup bangga dengan hasil masakannya yang membuat Dion bahkan meminta tambah beberapa kali.
Selin berdiri dari duduknya dan meraih piring serta gelas kosong bekas makan Dion dan membawanya menuju wastafel untuk langsung ia cuci, ia tidak mau peralatan makan Dion ia tinggal begitu saja dan menambah pekerjaan para asisten rumah tangga Mama Ina besok.
Dion hanya memperhatikan Selin dari meja makan, yang memang terhubung langsung dengan dapur dan hanya dibatasi sekat dari konter dapur tersebut.
Dion sangat tergoda untuk menghampiri Selin dan memeluknya dari belakang, karna memang saat ini Selin sedang membelakanginya dan hanya menampilkan punggung indah yang tampak tegar, tapi sebenarnya punggung itu sangatlah lemah dan rapuh.
Dion kembali menarik dan menghela nafas pelan saat mengingat seberapa besar penderitaan yang selama ini calon istrinya itu alami.
Berjuang selama bertahun-tahun untuk menyembuhkan lukanya tanpa ada satu yang berada di sampingnya.
Dion tidak akan menghitung keberadaan Cerry, sahabat sang calon istri yang selama ini sudah setia berada disampingnya untuk memberi dukungan karena sebenarnya yang betul-betul dibutuhkan oleh Selin adalah seseorang yang bisa mendampinginya sebagai pasangan agar ia tidak terlarut dalam luka masa lalunya.
Entah sudah berapa lama Dion terlarut dalam lamunannya hingga tidak menyadari bahwa Selin sudah menyelesaikan kegiatan mencuci peralatan makannya.
Selin berjalan menghampiri Dion di meja makan sambil memperhatikan calon suaminya itu, Selin menyerngit bingung setelah menyadari kalau saat ini Dion sedang melamun dan tidak menyadari keberadaannya yang saat ini sudah berdiri tepat di sampingnya.
Selin menjadi penasaran untuk mengetahui apa yang sedang dilamunkan oleh calon suaminya itu, tapi ia juga ragu untuk menanyakan hal tersebut. Ia hanya akan menyimpan pertanyaannya itu sendiri, ia yakin kalau memang lamunan Dion ada hubungannya dengan dirinya, pasti suatu saat Dion akan memberitahunya.
Selin memutuskan untuk menepuk bahu Dion untuk menyadarkan calon suaminya itu dari lamunannya setelah mengamatinya beberapa saat.
"Ada yang mengganggu pikiranmu?" Tanya Selin basa-basi.
Dion yang terpaksa ditarik kembali dari lamunannya setelah mendapatkan tepukan serta pertanyaan dari objek lamunannya itu hanya terdiam.
Ia kemudian memandang kearah Selin serta menarik salah satu tangan Selin yang digunakan oleh calon istrinya itu untuk menepuk bahunya dan masih setia berada di pundaknya itu untuk ia genggam dan menampilkan senyum menenangkannya.
"Sudah selesai?" tanya Dion tanpa menjawab pertanyaan tang tadi dilontarkan oleh Selin. Selin tidak mau mempermasalahkan tentang Dion yang seakan enggan untuk menjawab pertanyaannya dan hanya mengangguk untuk menjawab pertanyaan sang calon suami.
Dion berdiri dari duduknya dan masih menggenggam sebelah tangan Selin, ia lalu melangkah keluar dari ruangan makan sambil menarik Selin agar mengikuti langkahnya.
"Kita duduk di ruang TV saja" ucap Dion memberitahukan tempat yang akan ia tuju.
"Mmm... Dion" panggil Selin. Ia juga menghentikan langkahnya yang dengan otomatis Dion pun ikut menghentikan langkahnya.
"Ada apa" tanya Dion bingung dengan mengernyitkan keningnya, karna tiba-tiba Selin menghentikan langkah mereka.
"Aku harus pulang, ini juga sudah larut tidak enak sama orang rumah yang sudah mulai istirahat" ucap Selin. Dion yang mendengar perkataan Selin sebenarnya sangat ingin menahan Selin untuk tinggal lebih lama lagi dirumahnya agar mereka bisa menghabiskan waktu bersama, tapi apa yang dikatakan oleh calon istrinya itu pun ada benarnya juga. Sekarang sudah sangat larut, mereka juga harus istirahat untuk mengembalikan tenaga mereka untuk bisa kembali beraktivitas esok hari.
Dion menghela nafas lemah, menunjukkan keengganannya untuk berpisah dari sang calon istri tercintanya itu. "Kalau gitu aku antar kamu pulang" ucap Dion menawarkan diri untuk mengantar Selin pulang
"Tidak perlu, aku bisa memesan taksi online dari sini" Uxap Selin menolah tawaran Dion. Ia tidak ingin merepotkan calon suaminya itu hanya untuk mengantarnya pulang kerumah. Dion harus segera istirahat untum bisa menghadapi kesibukannya besok dikantor.
"Tidak... aku yang akan mengantarmu, tidak baik seorang gadis pulang sendiri dimalam hari. Apalagi diantar oleh taksi online yang tidak kita kenal. Sudah banyak kasus perampokan serta pelecehal seksual yang dilakukan oleh pengemudi taksi online pada penumpangnya." Ucap Dion membantah penolakan yang diucapkan Selin. "Aku tidak menerima pemolakan" ucap Diin lagi setelah melihat bahwa Selin akan kembali menolak tawarannya.
Tak mau memperpanjang perdebatan mereka, akhirnya Selin mengangguk lemah dan menerima tawaran dari Dion untuk mengantarnya pulang.
Diin tersenyum menang saat Selin mau mengalah padanya dan membiarka dirinya diantar pulang oleh Dion.
"Tunggu sebentar, aku ambil kunci mobil dulu" ucap Dion dan segera meninggalkan Selin untuk pergi ke kamarnya mengambil Kunci mobil serta dompetnya.
Kurang dari lima menit, Dion kembali muncul dihadapan Selin dengan nafas yang sedikit memburu.
Selin yang melihat Dion dengan kondisi seperti itu hanya bertanya-tanya dalam hatinya, 'apa tadi Dion lari tadi saat mengambil kunci mobilnya?' pikirnya.
Ia tidak berani mengeluarkan isi pikirannya karna tanpa bertanya pun ia sudah tahu jawabannya, Selin hanya menggelengka kepalanya tak habis pikir dengan kelakuan sang calon suami
"Ayo..." ucap Dion setelah mengatur nafasnya agar kembali normal, Dion segera meraih sebelah tangan Selin dan mengajaknya keluar dari rumah menuju ketempat dimana ia memarkirkan mobilnya.
Setelah sampai disamping mobilnya, Dion kemudian membukakan pintu penumpang sebelah kemudi untuk Selin dan juga memasangkan seatbelt untuknya, setelah memastikan semuanya aman ia segera menutup pintu mobil dan bergegas masuh ke bangku kemudi dengan memutari bagian depan mobil.
Dion masuk dan segera menyamankan duduknya dibelakang kemudi dan bersiap untuk berangkat.
"Kamu tidak perlu berlari dan terburu-buru seperti itu hanya untuk mengantarku pulang" ucap Selin setelah melihat Dion telah nyaman pada posisi duduknya.
"Aku hanya tidak mau membuatmu menunggu terlalu lama" ucap Dion ringan tanpa menoleh kearah Selin, ia tau maksud pertanyaan Selin tadi. Ia juga bersungguh-sungguh dengan ucapannya barusan yang memang tidak mau membuat Selin menunggunya terlalu lama hanya untuk mengambil kunci mibil serta dompetnya.
Selin hanya terdiam serta menggelengkan kepalanya setelah mendengar jawaban yang diucapkan Dion barusan.
Dion segera menjalankan mobilnya setelah tidak lagi mendengar tanggapan dari sang calon istri tercintanya itu.