Dion keluar dari dalam kamarnya dan berjalan menuju ruang makan, ia sudah selesai membersihkan diri dan sudah tampak kembali segar dengan penampilannya.
Diruang makan, Mamanya tampak menyiapkan makanan untuk mereka santap sambil berbincang dengan seseorang yang belum Dion ketahui siap orang tersebut karna tubuh orang itu terhalang tembok pemisah antara ruang makan dengan ruang santai.
"Ma, makanannya udah siap?" tanya Dion pada sang mama sambil berjalan memasuki ruang makan tersebut, barulah setelah Dion sudah sepenuhnya masuk kedalam ruang makan itu ia bisa melihat dengan jelas siapa yang berada di ruangan itu bersama mamanya, dan Dion cukup terkejut melihat orang itu yang juga menatapnya dengan senyum mengembang.
"Kamu udah selesai mandi?" tanya orang itu yang tidak lain adalah sang calon istrinya sendiri—Selin. Dion masih terdiam dengan keterkejutannya itu mendapati sang calon istri tercintanya yang ia kira sedang marah padanya sedang berada dirumahnya dan bahkan Selin tersenyum manis padanya?
"Sa...sayang... kamu ngapain disini?" Tanya Dion tergagap masih tidak percaya dengan apa yang tengah ia lihat saat ini.
Selin yang mendengar pertanyaan aneh dari sang calon suaminya itu menyerngit bingung.
" Memangnya kenapa kalau aku datang? kamu ngga suka aku ada disini?" tanya Selin bingung, ia merasa sedikit kecewa dengan respon yang diberikan oleh Dion yang seolah-oleh tidak mengharapkan kehadirannya di rumah ini.
Padahal ia datang kesana untuk meminta maaf pada Dion atas sikapnya yang tiba-tiba berubah tadi siang.
"Bu...Bukan seperti itu, tapi... aku kira kamu marah sama aku soal kejadian tadi siang" Ucap Dion cepat setelah menyadari raut kecewa yang tergambar jelas di wajah calon istrinya itu.
"Marah kenapa?" Tanya Selin bingung dengan apa yang baru saja dikatakan oleh Dion, bukankah seharusnya yang marah disini adalah Dion sendiri? kenapa justru Dion mengira malah Selin yang marah.
"yaa... marah karna kedatangan Diandra yang merusak acara makan siang kita tadi" ucap Dion dengan tampang polos yang terlihat sangat menggemaskan.
"Diandra?" tanya Selin "kenapa aku harus marah sama kedatangan Dia?" tanya Selin lagi. Sungguh, ia sungguh tidak mengerti dengan situasi ini. Jelas-jelas tadi siang mood nya tiba-tiba berubah karna melihat kedatangan Raka—sang mantan brengseknya itu dan keluarga bahagianya, tapi kenapa malah Dion berpikir dia marah hanya karna kedatangan Diandra? pikir Selin.
"Jadi... kamu ngga marah sama kedatangan Diandra tadi?" tanya Dion memastikan yang dijawab dengan anggukan pasti dari Selin, Sedangkan Mama Ina yang sedari tadi menyaksikan percakapan anak dan calon menantunya itu lebih memilih meninggalkan mereka berdua disana. Ia hanya menggeleng tidak percaya atas kesalah pahaman yang terjadi diantara pasangan muda itu.
Tadi Selin sudah mengatakan niatnya datang kemari untuk meminta maaf pada Dion atas sikapnya yang tiba-tiba berubah saat mereka makan siang tadi, sedangkan Dion mengira bahwa Selin marah padanya karna kedatangan mantan sang anak.
"Trus kalau kamu ngga marah soal kedatangan Diandra, kamu marah soal apa?" tanya Dion memastikan, jadi sejak tadi itu dia hanya salah paham dengan perubahan sikap Sang calon istrinya? Dion menggelengkan kepalanya tidak percaya, salahnya dia juga yang tidak berani menelepon Selin untuk mengkonfirmasi dugaannya itu.
Selin hanya menghela nafasnya mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh sang calon suami, ia merasa menyesal dengan masih menutup-nutupi kisah antara dia dan Raka dimasa lalu, ia hanya pernah menceritakan secara garis besar tentang pengkhianatan Raka tanpa menceritakan detail permasalahannya.
"Maaf" hanya itu yang dapat Selin ucapkan, Selin juga terlihat sangat menyesal dengan kesalah pahaman ini.
Dion segera menghampiri Selin dan menariknya kedalam pelukannya setelah mendengar nada menyesal sang calon istri tercintanya itu dan melihat mata Selin yang sudah mulai berkaca-kaca siap untuk menumpahkan tangisannya.
"Heii...Kenapa nangis?" tanya Dion, ia menuntun gadis dalam dekapannya itu untuk duduk disalah satu kursi meja makan dan mendudukkan dirinya sendiri di kursi tersebut dengan Selin yang berada di pangkuannya masih dalam dekapannya.
"Maaf..." berulang kali Selin mengulang kata maaf tersebut. Selin balas memeluk Dion dengan erat
"Mau cerita?" tanya Dion memberanikan diri untuk bertanya dan betapa terkejutnya ia saat mendapati anggukan dari Selin yang masih berada dalam dekapannya.
Dion tersenyum mendapatkan fakta bahwa Selin akhirnya mau berbagi dengannya.
Selin melepaskan diri dari pelukan Dion dan mendudukkan dirinya sendiri di kursi sebelah Dion.
Gadis itu tidak langsung mengeluarkan suaranya, ia masih mencoba menenangkan dirinya sendiri dengan cara menarik nafas pelan beberapa kali dan setelah ia rasa sudah cukup tenang, Selin kemudian memandang kearah Dion sambil meraih tangan calon suaminya itu untuk ia genggam, menurutnya dengan menggenggam tangan Dion seolah memberi dia kekuatan agar ia mampu memulai ceritanya dan membuka kisah kelam yang akan ia bagikan pada pria yang nanti akan menemaninya seumur hidupnya.
"Maaf.. karna selama ini aku belum cukup terbuka sama kamu, kamu bahkan mungkin tidak tau apa-apa mengenai ku" ucap Selin, Dion hanya diam sambil membalas tatapan Selin, ia mencoba untuk tidak menyela perkataan gadis itu. "kamu pasti bertanya-tanya dengan perubahan sikapku tadi siang kan?" tanya Selin yang dibalas anggukan oleh Dion, masih tidak mengeluarkan sepatah kata pun.
Selin kembali menarik nafas pelan untuk mengusir rasa sesak yang tiba-tiba terasa pada rongga dadanya.
"Tadi siang saat ditempat makan itu, aku melihat mantan ku bersama istri serta anak mereka juga makan disana" ucap Selin, hatinya kembali sesak saat mengingat kejadian itu dan Dion dapat melihat dengan jelas seberapa besar rasa sakit yang dialami oleh Selin hanya dengan menatap kedalam matanya.
Dion juga tidak menyangka bahwa hal itu yang menjadi penyebab kesalah pahamannya pada sang calon istri.
Apakah calon istrinya ini masih mencintai sang mantan? tanya Dion dalam hati yang seketika membuatnya menjadi takut, ia tidak berani membayangkan kemungkinan-kemungkinan yang seolah berlomba untuk masuk kedalam pikirannya.
Dion memandang Selin cukup dalam, mencoba mencari kebenaran dari pikirannya itu, tapi yang ia lihat dari mata kelam Selin hanyalah rasa sakit yang tidak bisa gadis itu sembunyikan.
"Apakah kamu masih mencintainya?" tanya Dion memberanikan diri menanyakah pertanyaan yang mengganggu hati dan pikirannya itu, sebenarnya Dion belum siap mendengar jawaban Selin, bagaimana nanti jika Selin memang masih mencintai mantannya itu, apakah Dion akan siap menerima kenyataan itu?
"Aku sudah tidak mencintanya, yang aku rasakan saat ini hanya perasaan sakit dan benci padanya" jawab Selin tegas, kenapa semua orang mengira ia masih mencintai laki-laki yang sudah memberinya pengkhianatan dan rasa sakit yang begitu dalam? tadi di apartemennya Cerry juga menanyakan halnya sama dan sekarang Dion pun menanyakan hal itu.
"Lalu, kalau kamu sudah tidak mencintainya lagi, kenapa kamu harus sesakit ini saat melihat dia sudah bahagia dengan keluarganya?" tanya Dion, dalam suaranya itu sangat jelas terdengar nada kecewa. "Kamu seharusnya bisa bersikap biasa saja saat melihatnya jika saja kamu sudah tidak memiliki perasaan cinta padanya" ucap Dion tanpa menunggu jawaban Selin atas pertanyaan yang ia tanyakan sebelumnya.
Selin terdiam cukup lama setelah mendengar apa yang diucapkan oleh Dion barusan, ia sangat yakin kalau ia sudah tidak memiliki perasaan apa pun pada mantannya itu, tapi ia juga membenarkan apa yang dikatakan oleh Dion, tidak mungkin dia merasa sesakit ini jika memang ia tidak memiliki perasaan apa pun pada sang mantan.
"Kalau kamu terus seperti ini, kamu tidak akan bisa melanjutkan hidup kamu. Dan apa yang sudah aku lakukan selama ini untuk membuatmu membalas perasaanku akan terlihat sia-sia" ucap Dion lagi "Kamu harus berdamai dengan masa lalumu agar kita bisa melangkah bersama untuk menata masa depan kita" sambungnya.