Chereads / Keluarga Denzel / Chapter 44 - Seranjang Bersama

Chapter 44 - Seranjang Bersama

Wenda sepenuhnya sadar tiba-tiba mendengar perkataan Axton. "K-kau mau kita sekamar begitu?" tanya Wenda gugup. Dia menarik dirinya menjauh dari Axton dan memandangnya.

"Tentu, apa ada masalah? Lagi pula kita sudah sah." Wenda menggigit bibirnya. Dia belum siap untuk melakukan hal yang ... memikirkan kejadian yang akan terjadi membuat wajahnya memerah sempurna.

"Tenang saja, aku hanya akan tidur bersamamu. Aku tak akan mengapa-apakanmu kok." kata Axton seakan tahu kegundahan Wenda.

"Mm, b-baiklah. Hanya tidur saja ya!" jawab Wenda menyetujui walau hatinya deg degan sekarang menunggu malam tiba. Axton tersenyum dan mengacak rambut Wenda.

Kali ini dia tak akan membiarkan Wenda kabur lagi. Belajar dari pengalaman kemarin, Axton tak mau istrinya itu pergi darinya apalagi pergi ke rumah Leo. Dia tak suka! sangat tak suka!

"Zarina kemana? Kok aku tak melihat dia?" tanya Wenda berusaha menenangkan detak jantungnya. Pertanyaan tersebut hanya sekadar basa-basi.

"Dia sudah pulang ke rumah orangtuanya." jawab Axton tenang.

Jlebb! Ya ampun. Wenda awalnya berharap ada seseorang yang akan mendukungnya tapi mendengar kabar bahwa Zarina telah pulang makin membuatnya gelisah.

"Thomas!" panggil Axton.

"Ya Tuan." jawab Thomas setelah mendekati Axton.

"Bawa baju dan keperluan Wenda ke kamarku. Dia akan pindah di kamarku." Thomas memandang Wenda dan menampakkan senyum, menggoda Wenda.

Wenda malu dan kembali memeluk erat Axton. Wajahnya yang memerah seperti kepiting rebus diletakkan ke dada Axton berharap menyembunyikan wajahnya itu.

Axton tertawa geli dan merangkul Wenda membalas pelukannya. Thomas-si kepala pelayan, bergegas meninggalkan mereka berdua untuk melakukan pekerjaan yang diberikan oleh Axton padanya.

๐Ÿ’˜๐Ÿ’˜๐Ÿ’˜๐Ÿ’˜

Malam tiba, Wenda berjalan pelan menuju kamar Axton di mana Axton telah menunggunya. Jantung Wenda makin berpacu dengan hebat namun Wenda berusaha mengatur napasnya. Jika tidak mungkin dia akan pingsan.

Wenda mengumpulkan keberaniannya dan membuka pintu kamar Axton. Entah karena apa, Wenda merasa cahaya terang benderang menyilaukan matanya begitu dia membuka. Ini kamar Axton atau surga hah? Atau pikiran Wenda yang ... Ah sudahlah lebih baik dia masuk.

Wenda menahan napasnya melihat Axton sedang membaca dokumen. Kacamata yang bertengger tanpa bingkai membuat penampilannya makin sempurna.

"Wenda, jangan berdiri terus disitu masuklah." Wenda melangkah masuk dengan ragu mendekati Axton.

"Kenapa kau bekerja di sini? Bukankah akan lebih baik jika kau bekerja di ruang kerjamu?" tanya Wenda.

"Hanya sedikit kok, dan sebenarnya aku memang sengaja bekerja di sini untuk melihatmu." Wenda yakin wajahnya memerah sekarang. Kenapa Axton sering membuat dia tersipu malu dengan kata-katanya?

Walau bukan godaan melainkan hanya kata-kata sederhana tapi sukses sekali membuat wajah Wenda memanas. "A-aku pergi tidur dulu. Aku lelah sekali." ujar Wenda cepat.

Dia dengan berjalan cepat menuju ranjang dan membaringkan tubuhnya dengan posisi menyamping membelakangi Axton. Wenda menutup matanya berusaha untuk tidur.

Tak lama Wenda kembali membuka matanya dan menghela napas panjang. Percuma saja, dia tak akan bisa tidur di kamar ini apalagi ada Axton dibelakangnya.

Wenda yakin saat ini Axton terus memperhatikannya. Wenda berpikir sesaat agar dia tak terus-terusan deg degan. Dia baru ingat kalau tak ada jarak, Wenda segera menaruh bantal guling yang awalnya ada di depannya menjadi di belakang sehingga ada jarak diantara keduanya saat mereka berada di ranjang yang sama. "Kenapa kau menaruh guling dibelakangmu? Kau tak takut jatuh?"

Wenda tak menjawab pertanyaan suaminya dan membenarkan posisi nyaman untuk tidur. Tapi sekeras apapun usaha Wenda, dia tak bisa tidur. Sudah sepuluh menit, Wenda masih belum bisa tidur.

Lampu dimatikan tiba-tiba, jantung Wenda makin berdetak kencang saat merasakan ranjang yang dia tempati bertambah beban. "Wenda, kau belum tidur?" tanya Axton dengan nada pelan nyaris berbisik.

Bantal guling yang awalnya Wenda tempatkan dibelakang berubah saat Axton memindahkan bantal itu di depannya. Dia kembali menahan napasnya begitu merasakan lengan Axton mendekapnya dari belakang. "Aku tahu kau belum tidur. Balikkan tubuhmu ada sesuatu yang ingin kubicarakan denganmu."

Wenda ragu apa dia harus menuruti perintah Axton atau tidak? Tapi Axton suaminya, tidak menjalankan perintah suaminya sama saja berdosa pada suami. Dia membalikkan tubuhnya dan mendapati wajah Axton tinggal secenti lagi.

"Kenapa kau tak bisa tidur? Apa kau tak suka tidur di sini bersamaku?" Sensasi gelitik dirasakan oleh Wenda tapi bukan karena napas Axton. Ada hal lain di dalam perutnya. Aneh, tapi membuatnya nyaman.

"Ti-tidak hanya saja a-aku ..." kata-kata Wenda terhenti saat merasakan kecupan kening dari Axton.

"Aku ada di sini, jangan gelisah lagi. Tidurlah." Axton membawa Wenda ke dalam pelukan hangatnya. Sama seperti Wenda, Axton bisa merasakan detak jantung satu sama lain. Muncul satu pertanyaan dibenak Wenda, apa Axton juga mempunyai perasaan yang sama padanya seperti perasaannya pada Axton?