Setelah perjalanan selama 1 jam setengah, akhirnya aku dan Madoka telah sampai di desa Shirakawa. Karena sekarang memasuki musim dingin, sudah ada salju turun di desa ini.
Suasana yang asri dan penuh dengan rumah-rumah tradisional Jepang, aku bisa betah tinggal disini.
"Ayo Kaname, didepan sana penginapan saya."
"Oke."
Aku lupa beli beberapa baju ganti. Apakah disini ada toko baju? Semoga saja ada, kalau tidak aku akan memakai baju ini selamanya.
"I-I-Ini penginapan mu?!," Ucapku kaget melihat penginapan yang lumayan besar.
"Iya, selamat datang di penginapan Mizutani!".
Setelah itu Madoka menarik tanganku untuk masuk kedalam penginapan. Di depan pintu masuk ada seorang bapak-bapak berpostur tubuh besar dan berotot yang terus melihatku dengan tatapan yang mengerikan.
"Ayah! Aku pulang!".
"Selamat datang Madoka! Gimana, sudah tidak stress lagi?".
"Iya! Ayah aku membawa orang yang ingin bekerja sebagai pelayan!".
Aku membungkukkan badanku sebagai salam sopan kepada orang yang lebih tua dariku "Nama saya Hashida Kaname. Umur saya 20 tahun dan saya berasal dari Tokyo."
Huwahh tatapan sangat berbeda saat dia berbicara dengan Madoka dan saat melihatku. Apa dia tidak menyukai ku? Kayaknya iya! Coba dipikir baik-baik lagi. Seorang anak gadis membawa seorang laki-laki kerumahnya dan dikenalkan kepada ayahnya. Bukankah itu sama saja dengan aku melamar anaknya?!.
"Terus, kenapa kau ingin bekerja disini?".
"Ka-Karena saya pengangguran di Tokyo! Terus karena saya malu jadi saya kabur ke Takayama dan bertemu dengan putri anda. Lalu putri anda menawarkan pekerjakan kepada saya. Terus saya berpikir jika ini adalah kesempatan bagus untuk mengubah kehidupan yang yang menyedihkan ini!".
Wah aku tidak pernah membuat kebohongan yang sangat besar seperti ini. Semoga ayah Madoka tidak mengetahui kebohongan besar ku ini.
"Jadi Madoka ya yang menawarkan pekerjaan kepadamu?".
"I-Iya!".
Lalu ayah Madoka mengangkat ku dan memelukku dengan sangat kuat "Kalau begitu selamat datang di penginapan Mizutani! Kau diterima!".
Heh? Serius nih?.
"Selamat ya Kaname!," Ucap Madoka sambil tersenyum kepadaku.
"I-Iya—woah! Give up! Give up!".
Mulai hari ini aku tidak ingin dipeluk sama orang yang berotot.
———
Setelah perbincangan yang panjang di depan pintu masuk, akhirnya aku diberikan kamar khusus untuk pelayan. Kamarnya lumayan luas dan lumayan hangat juga di kamar ini.
"Jadi kamu ya pelayan baru pilihan Madoka?".
Seorang perempuan cantik yang mirip dengan Madoka masuk ke kamarku. Dia memakai celemek dan ada bros bunga sakura di rambutnya.
"Iya. Salam kenal, nama saya Hashida Kaname. Mulai sekarang mohon bantuannya."
"Iya, mohon bantuannya juga Kaname. Nama saya Yumikara Honoka, saya ibu Madoka. Panggil aja ibu gak masalah."
Iya, aku yang masalah kalau gitu. Gak enak banget manggil bibi Honoka dengan panggilan ibu.
"Kalau gitu Kaname, ibu taruh baju kimono nya disini ya. Besok kamu baru mulai kerja nya ya."
"Baiklah, terima kasih bibi."
Setelah itu bibi meninggalkan kamarku. Sedangkan aku bingung mau ngapain karena aku tidak membawa barang bawaan satupun kecuali dompet yang masih ada 3 lembar isinya.
"Kaname aku masuk ya."
Madoka? "Ya, masuk aja."
Madoka masuk ke kamarku sambil membawa makanan. Aku tidak menyangka sampai disediakan makanan makan malam.
"Tidak usah repot-repot Madoka."
"Hehe, tidak merepotkan saya. Ayo dimakan Kaname."
Aku semakin curiga. Apakah setelah makan ini aku akan dimutilasi dan semua organku dijual di pasar gelap?.
"Aku akan baik-baik saja kan?," Tanyaku kepada Madoka.
"Hmm?," Madoka kebingungan dengan apa yang aku ucapkan.
"Tidak apa-apa" Aku mengambil sumpit dan mulai memakan makan malam yang dibawakan Madoka. "Selamat makan."
———
Setelah selesai makan, aku dan Madoka kembali berbincang-bincang berbagai macam hal yang ada di Tokyo. Dia sangat bersemangat setiap aku memberitahukan kepadamu hal-hal positif tentang Tokyo, namun setiap aku mengatakan hal-hal negatif tentang Tokyo dia malah tidak mendengarkannya.
"Kaname apa kamu punya baju ganti?".
"Gak punya sih. Namanya juga kabur, jadi gak sempat berkemas-kemas."
Kebohongan lagi.
"Kalau gitu ayo ke toko baju didekat sini! Walaupun bajunya tidak sekeren di Tokyo, tapi saya yakin kamu suka!".
Lama-lama aku jadi betah dengan sifat yang terlalu bersemangat Madoka.
"Baiklah, ayo kesana."
Lalu kami berdua pun beranjak pergi ke toko baju.
Di toko baju, Madoka asik memilihkan aku berbagai macam baju dan celana. Walaupun aku lebih suka yang simpel, Madoka menolaknya karena menurutnya orang dewasa seperti ku harus memiliki aura dewasa yang sebenarnya.
Wajar saja aku tidak memiliki aura dewasa, kan aku sebenarnya masih berumur 17 tahun.
[Penerus keluarga Kigahara, Kigahara Kazuto menghilang secara misterius. Menghilang nya Kigahara Kazuto bertepatan dengan skandal hubungan nya dengan seorang guru di SMA Tojidai]
Suara TV yang ada di toko baju ini.
Sampai di liput berita. Aku jadi terkenal di seluruh Jepang sekarang ini. Mungkin minggu depan ayahku akan mengadakan sayembara bagi siapapun yang berhasil menemukan ku.
"Kaname!".
"Oh, maaf Madoka."
"Jangan melamun! Melamun itu tidak baik!".
"Baik, baik."
Madoka memilih-milih baju yang dia pilihkan untukku. Sepertinya dia memilih baju paling bagus diantara semua baju yang dia pilih. Perempuan memang ribet masalah beginian ya.
"Kigahara Kazuto kah… saya jadi pengen ketemu sama dia."
Aku kaget mendengar Madoka yang ingin bertemu dengan Kigahara—maksudnya denganku.
"Kenapa memangnya?".
"Sata ingin memberitahukan kepadanya 'Jika ada masalah jangan kabur. Kamu sudah cukup berjuang, tidak usah kabur. Itu hanya akan memperburuk keadaan' gitu."
Aku tersenyum "Kamu memang baik ya Madoka."
"Hehe, jadi senang kalau dipuji."
Lalu Madoka membawa baju dan celana pilihan nya yang menurutnya paling bagus untukku ke kasir. Namun saat di kasir aku melihat dia mengeluarkan dompet, seketika aku langsung mendatangi nya dan langsung membayar baju dan celana yang dipilihkan Madoka. Untung sempat, kalau tidak harga diriku sebagai laki-laki akan hilang seketika.
"Kaname… kamu kabur tapi punya banyak uang ya."
"Ini tabunganku. Rencananya sih pengen kuhabiskan buat main game, tapi karena aku kabur dari rumah jadi uang gabungan kubawa buat uang kabur."
Kebohongan lainnya lagi.
"Mulai besok kamu harus bekerja keras ya Kaname! Saya mendukungmu!".
"Tenang saja aku akan bekerja keras besok!".
"Jadi ragu saya."
"Kenapa?".
"Kamu kan pengangguran. Terus apa kamu bisa bekerja keras?".
Aku merasa diremehkan. "Aku pengangguran karena tidak ada perusahaan yang ingin menerimaku!".
"Masa sih?".
Sekali lagi aku merasa diremehkan "Kalau gitu coba kasih aku soal matematika yang susah."
"Hmm. 12x600:230 = ?".
Mudah banget.
"Jawabannya 31,3043478! Ada yang lain?".
Madoka mengambil handphone nya lalu membuka kalkulator untuk memastikan jawabanku.
"Benar…."
Aku membusungkan dada ku "Lihatkan? Aku ini pintar dalam bidang akademik, tapi ya tidak ada satupun perusahaan yang melirik kemampuan ku."
"Kalau gitu kenapa kamu tidak jadi guru saja?".
"Guru?… Aku kurang bisa mengajari seseorang."
"Heh gitu ya. Tapi kalau begini aku percaya jika Kaname dapat membantu ayah dan ibu mengurus penginapan."
Aku tersenyum lalu memegang kepala Madoka dan mengelus-elus kepalanya secara perlahan "Terima kasih telah percaya kepadaku."
"Hehe, terima kasih juga elusan kepalanya."
"Kau menyukainya?".
"Iya!".
Aku tersenyum kepada Madoka dan Madoka tersenyum kepadaku.
Aku merasa kalau Madoka ini seperti adik kandung ku. Aku ingin terus berbicara dengannya.