Hari ini pekerjaan ku sebagai pelayan penginapan pun dimulai.
Aku bangun jam 5 pagi dan mulai di ajari bagaimana membersihkan pemandian air panas, cara menjamu tamu dengan baik, menghidangkan makanan dengan baik, membersihkan kamar dan lantai yang efektif sekaligus cepat, dan cara membantu pengunjung lansia yang kesusahan saat mandi di pemandian air panas.
Semua itu ku pelajari dalam waktu satu jam. Untung saja aku memiliki daya ingat dan kemampuan memahami sesuatu dengan cepat.
"Pagi Kaname," Ucap Madoka yang baru keluar dari pemandian air panas.
"Oh, pagi Madoka. Kamu bersih-bersih pemandian air panas perempuan ya."
"Iya. Lumayan melelahkan tapi aku senang mengerjakannya" Madoka menggulung lengan kimono nya. "Kaname masa SMA mu bagaimana?".
Huwahh pertanyaan yang sangat menohok "Biasa-biasa saja sih, gak ada yang spesial."
Padahal sekarang ini aku dikenal sebagai pembuat skandal dan pencoreng nama Kigahara.
"Punya banyak teman?".
"Tidak juga sih. Tapi aku punya satu teman yang paling baik yang pernah aku punya."
Mamoru, ini pertama kalinya aku memujimu.
"Enak ya punya teman kayak gitu."
"Memangnya Madoka gak punya teman baik?".
Wajah Madoka langsung murung dan dia mengalihkan pandangannya dariku.
"Ada… tapi hubungan kami lagi tidak bagus. Sebenarnya aku tidak ingin bertengkar dengannya karena dia satu-satunya teman saya yang saya miliki."
Mengejutkan. Padahal aku yakin perempuan semanis dan sebaik Madoka adalah murid paling terkenal di sekolahnya. Semua orang punya masalahnya masing-masing ya…
"Kalau kamu bertengkar dengan temanmu, tinggal bilang minta maaf."
"Tapi… rasanya sangat berat ketika saya ingin minta maaf."
Benar juga. Aku saja pernah bertengkar dengan kakakku dan susah banget buat minta maaf.
"Madoka, dalam pertemanan itu pasti ada perkelahian. Perkelahian tidak selamanya buruk. Dengan perkelahian antar teman itu menandakan kalau kalian adalah teman baik."
Aku memegang kepala Madoka lalu mengelus-elus nya lagi seperti tadi malam "Karena itu, minta maaf dan bilang kalau kamu ingin berteman dengannya selama nya."
Huwahh sok keren banget aku! Padahal aku adalah orang paling busuk di Jepang saat ini.
"Baiklah! Kalau Kaname bilang seperti itu saya akan meminta maaf kepada dia."
Setelah itu Madoka berlari menuju lantai atas. Sepertinya dia ingin berangkat sekolah.
"Baiklah, sekarang saatnya membersihkan lantai."
Aku mengambil ember dan kain putih lalu mulai membersihkan lantai bawah, lantai dua, dan lantai tiga. Bagiku ini pekerjaan yang terbilang ringan dibandingkan dengan latihan neraka kakek Hirata.
Ngomong-ngomong kakek Hirata, aku jadi khawatir dengan kakek Hirata. Semoga dia baik-baik saja saat dia mendengar kabarku menghilang.
Sejauh ini tidak ada orang yang mencurigaku. Pilihanku untuk mengubah gaya rambutku dan warna rambutku seperti tepat. Sepertinya aku butuh lensa kontak juga bisa seperti kelihatan orang barat. Sekalian buat bergaya keren, hehe.
"Pekerja keras banget kamu ya Kaname. Kukira kamu cuman pemalas."
Ayah Madoka menghampiri aku yang sedang istirahat setelah membersihkan lantai.
"Kalau saya malas-malasan saya tidak akan mendapatkan makan dan upah."
"Benar. Tidak ada makanan untuk pemalas."
"Aku lupa memberitahukan namaku ya Kaname?".
"Iya…."
"Namamu Yumikara Arata. Panggil aja ayah tidak masalah kok."
Deja vu. Barusan aku mengalami deja vu yang sangat parah.
"Terus, bagaimana dengan Madoka? Anakku cantik kan?".
"Kalau dibilang cantik, ya memang Madoka cantik. Dia manis dan baik hati. Laki-laki mana yang tidak jatuh hati kepadanya." Kecuali aku.
"Kalau begitu kau menyukainya ya?".
"Tidak. Aku tidak menyukai Madoka dalam hal percintaan. Aku menganggap dia sebagai adik kecilku yang terlalu bersemangat setiap aku menceritakan bagaimana kehidupan di Tokyo."
Paman menepuk punggung ku berkali-kali hingga aku kesakitan.
"Yasudah, berarti belum saatnya ya."
Belum saatnya?.
"Ayo lanjut kerja! Bentar lagi ada tamu dari Hokkaido."
"Baik!".
Aku merapikan penampilan ku lalu menyiapkan kamar yang dipesan oleh tamu dari Hokkaido. Setelah itu aku dan bibi menyambut tamu dari Hokkaido.
Setelah menyambut, aku pergi ke dapur membawa kan makanan untuk para tamu, lalu menyiapkan pemandian air panas, dan yang terakhir memastikan batas pemandian air panas laki-laki dan perempuan tidak ada yang bolong.
Setelah para tamu selesai makan-makan, para tamu mulai menyebar kesana-kemari di penginapan. Ada yang bermain tenis, menikmati kursi refleksi, dan ada yang langsung terjun di pemandian air panas.
Selagi mereka asik dengan kegiatan mereka, aku berinisiatif menyiapkan mereka futon agar mereka tinggal tidur nyenyak.
"HUWAH! CAPEK BANGET!".
Aku melihat kearah jam dinding dan aku tidak menyangka sudah jam 7 malam. Madoka belum balik dari sekolah juga. Lebih baik aku rebahan sebentar sambil merilekskan semua anggota tubuhku yang sudah sangat lelah hari ini.
"Kaname~ibu masuk ya."
Bibi masuk ke kamarku dengan membawa segelas teh hijau dan semangkuk manju.
"Kamu belum ada makan seharian. Karena itu makan saja ini buat mengisi tenagamu sedikit."
"Baik, terima kasih bibi."
Aku pun langsung menyantap manju dan teh hijau yang dibawakan bibi. Baru kali ini aku merasakan nikmatnya memakan manju dan meminum teh hijau setelah melakukan pekerjaan yang berat.
"Madoka sudah pulang bibi?".
"Barusan dia pulang. Katanya habis ganti baju dia akan ke kamar—".
"KANAME!," Teriak Madoka sambil membuka pintu kamarku dengan sangat keras.
"Tuh kan," ucap bibi.
Madoka melompat dan menerjang ku "Kaname! Berkat kamu saya dapat baikkan dengan temanku!".
"Baguslah kalau begitu."
Madoka tersenyum lalu dia memelukku seperti anak kucing yang ingin dibelai. Madoka memang seperti adik kecil yang selalu ingin di manja oleh kakaknya.
"Kalian akrab ya."
"Iya!," Jawab Madoka.
Semoga bibi tidak berpikiran yang tidak-tidak dengan kearabkan ku dan Madoka.
"Oh ya Madoka, bantu ayah sana di dapur."
"Baiklah!".
Setelah itu Madoka keluar dari kamarku dan meninggalkan aku bersama bibi.
"Ini pertama kalinya Madoka bersifat manja itu kepada orang yang baru dia kenal."
"Benarkah?".
"Iya. Madoka bisa dibilang anak yang spesial. Dia bisa tahun keburukan dan kebaikan orang dari melihatnya saja. Karena itu waktu Madoka bilang Kaname adalah orang yang baik, ibu percaya saja karena Madoka baru kali ini dia bertemu dengan orang yang baik dimata nya."
Maaf bibi, Madoka. Aku bukanlah orang yang sebaik itu. Aku saja lari dari masalahku. Patah hati dan telah mencoreng nama baik Kigahara, apakah itu yang dikatakan baik?.
"Kaname… apa kamu punya pacar?".
Pertanyaan yang menohok lainnya.
"Dulu ada… tapi sekarang sudah tidak ada."
"Kalau gitu mau gak sama Madoka?".
Aku langsung memasang muka datar "Madoka memang cantik dan manis, tapi Madoka seperti adikku. Lagian bibi, untuk sekarang aku takut menjalin hubungan dengan seseorang."
Ibunya langsung menawarkan anaknya sebagai pacarku. Jujur, aku takut patah hati karena itu untuk sekarang aku ingin sendirian.
Madoka memang anak yang baik dan aku yakin dia bisa menjadi pacar yang baik untukku, tapi aku takut jika terjadi kejadian yang sama sepertiku. Aku takut dibohongi dan ditinggalkan.
"Kalau begitu masih ada kesempatan bukan?".
"Heh?".
"Ibu akan selalu memperhatikan kalian, kalau Kaname sudah bisa membuka hatinya maka pacari Madoka ya."
Woah, aku tidak tahu harus berkata apa "Baiklah, walaupun sepertinya saya akan menganggapnya adikku."