Setelah kejadian tadi siang, aku langsung pulang sekolah dan pergi menemui ayah di rumah. Aku tidak akan menemui Kotone dan yang lain karena hatiku sudah dibakar oleh api amarah.
Apapun yang terjadi aku akan melindungi Reina walaupun dunia sekalipun yang melawanku. Aku tidak takut dengan kepala sekolah pengecut itu, jika sekali lagi dia menyentuh Reina maka dia tidak akan melihat matahari esok hari lagi.
"Ayah!".
"Ada apa Kazu—".
Aku meninju lantai hingga lantai yang terbuat dari kayu rotan itu patah. "KENAPA AYAH MEMALSUKAN BIODATA REINA?!".
Ayah terdiam. "Kazuto... Ayah tidak pernah mengajarkanmu bertindak kurang ajar seperti ini" ayah melihatku dengan tatapan yang yang menakutkan.
Aku langsung minder dan bersujud minta maaf kepada ayah karena telah bertindak seperti tadi.
"Kazuto, kau tidak boleh terbawa amarah seperti itu."
"Maaf ayah" kemudian aku duduk di samping ayah. "Kenapa ayah memalsukan biodata Reina?".
"Karena terpaksa. Kau tau sendiri kan jika di Jepang hubungan seperti kalian berdua itu sangatlah terlarang."
"Aku tau tapi—".
"Ayah juga melakukan ini demi dirimu Kazuto. Jika saat itu Kizuna atau Chloe mencalonkan dirinya sebagai tunanganmu maka ayah tidak akan memilih Reina."
Aku terdiam. Aku tidak tau harus berkata apa. Betul kata ayah, jika Kizuna dan Chloe hadir terlebih dahulu maka Reina tidak akan menjadi tunangan ku sekarang ini.
Jika hubungan kami ketahuan maka matilah kami berdua. Tidak hanya itu, jika hubungan kami berdua diketahui dunia maka keluarga Kigahara akan hancur.
"Ayah... Tadi kepala sekolah Tojidai telah berbuat hal buruk kepada Reina."
"Kenapa kau tidak bilang dari—".
"Aku sudah mengatasinya. Dan semoga saja dia mengerti dan tidak menyentuh Reina lagi."
Ayah memegang kepalaku dan mengusapnya secara perlahan. "Ini adalah rintangan Kazuto. Kau harus kuat menghadapi ini."
"Tentu. Aku tidak akan kalah melawan kepala sekolah busuk itu."
Setelah itu ibu datang ke ruang tamu dan memarahiku dan ayah karena telah merusak lantai. Parahnya aku disuruh memperbaiki lantai itu sampai terlihat seperti semula.
———
Karena kejadian tadi siang, aku tidak pergi ke kafe Le Auliet dan aku belum bicara dengan Reina dari tadi siang karena aku selalu menghindari dia.
Aku menghindar darinya karena aku tidak ingin dia tahu kalau aku tadi siang mengancam kepala sekolah dengan pistol dan katana. Walaupun Ren sudah bilang kalau kami membersihkan halaman belakang sekolah karena dihukum oleh Honda-Sensei tapi tetap saja Reina seperti curiga kepadaku.
Jika ada masalah seperti ini aku senang pergi ke genteng rumah dan melihat bulan sambil termenung. Bagiku dengan termenung sambil melihat bulan adalah obat yang paling manjur untuk melupakan masalah walau hanya sebentar.
"Sudah kuduga kau disini Kazuto."
Reina naik ke atas genteng menggunakan tangga, lalu dia duduk disebelah ku.
"Ada apa? Kok kamu menghindari aku dari tadi?".
Aku tersenyum "Kau indah seperti bulan."
Wajahnya langsung memerah "Apaan sih?".
Aku tertawa kecil "Sekarang seperti anak kucing."
Reina cemberut dan memukul bahuku "Gombal receh."
"Biarin. Selama Reina menyukaiku aku akan selalu melakukan gombalan receh ku."
Reina menyenderkan kepalanya ke bahuku lalu dia melihat wajahku "Ayo katakan yang sebenarnya, apa yang kau lakukan kepada Kepala sekolah?".
Karena itu aku menghindarinya "Sepertinya sudah tidak bisa ku tutupi lagi ya…."
"Hehe. Satu poin buatku."
Lalu aku menceritakan kejadian setelah aku mengantar Reina ke UKS.
Setelah mendengarkan penjelasan panjang dariku, Reina mencium pipiku lalu mengelus kepalaku.
"Dasar… kamu jangan terlalu berlebihan Kazuto."
"Tapi dia kan sudah—".
"Walaupun begitu tetap saja tidak boleh."
Reina berdiri lalu memelukku "Kamu boleh marah kalau orang yang kau sayangi disakiti, tapi kamu tidak boleh menyakiti orang lain demi orang yang kamu sayangi."
Pelukan yang hangat membuatku ingin terus memeluknya. Aroma harum darinya membuatku ingin selalu didekatnya.
Aku ingin selalu bersamanya, sekalipun musuhku adalah dunia maka akan ku lawan demi Reina.
"Reina... apa kau ingin selalu bersamaku?".
"Iya. Aku ingin selalu bersama mu Kazuto."
Kalau begitu aku tidak akan ragu. Aku akan menyelesaikan urusanku dengan kepala sekolah besok. Aku masih tidak terima dengan perlakuan kepala sekolah kepada Reina.
Aku yakin dia tidak kapok setelah ku todong pistol dan katana. Dia pasti merencanakan sesuatu untuk menjatuhkan aku dan Reina.
"Oh ya Kazuto, apa kau ingat taman bunga Kochia yang pernah kita kunjungi waktu kecil bersama keluarga mu?".
"Ah iya aku ingat. Kenapa memangnya?".
"Bagaimana kita mengunjungi taman itu lagi Minggu depan?".
"Ah boleh kok. Lagian kita belum ada kencan nya di musim gugur."
"Memangnya Kazuto ingin kencan denganku setiap musim?".
"Tentu saja."
Reina melihat ku dengan tatapan yang jijik.
"Aku belum mau menyerahkan tubuhku kepada Kazuto loh."
"AKU TIDAK BERPIKIRAN SAMPAI SITU!".
Reina tertawa lumayan kencang dan tawa nya itu membuat ku sedikit malu.
"Dasar Kazuto, bercanda kok" Reina mendekati telinga kananku. "Tapi kalau Kazuto mau aku siap kok menyerahkan tubuhku."
Lalu dia tersenyum nakal kepadaku. Aku tidak tahu harus bereaksi bagaimana jika dia sudah seperti ini.
"Dasar, jaga tubuhmu baik-baik."
"Ih padahal kalau Kazuto mau aku mau juga kok."
"Jangan diucapkan keras-keras juga! Kan sudah kubilang jaga tubuhmu baik-baik!".
"Hehehe, baik~~".
Tenang saja. Aku yang akan melindungi nya. Apapun rintangan yang menghadang kami, aku akan melindungi nya.
———
Keesokan harinya, foto ku berciuman dengan Reina ada di papan buletin sekolah.
*To be continued