Pada salah satu hutan di daerah kerajaan Armenia, seorang pemuda berambut pirang terbaring pada rerumputan di bawah pohon cemara besar berdaun rimbun. Pemuda itu tidak lain adalah Robert, seseorang jiwa yang telah direinkarnasikan ke dunia lain oleh Dewi penguasa kematian dan kehidupan, Violence.
Pria itu mengenakan kemeja putih polos yang terlihat sedikit kedodoran, dan bawahan celana hitam dengan ukuran pas. Robert sendiri tidak tahu dari mana dan kapan Ia memakai pakaian itu, tetapi karena menurut Violance reinkarnasi ini bukanlah bentuk terlahir kembali tetapi memulai ulang kehidupan di tempat lain, Robert memilih untuk tidak memikirkannya lagi. Saat berumur 20 tahunan memang dirinya sering mengenakan pakaian seperti itu, jadi dirinya tidak merasa aneh akan hal tersebut.
Suara dedaunan yang saling bergesekan tertiup angin, burung-burung berkicauan, dan udara yang sejuk membawa ketenangan baginya. Melalui sela dedaunan pepohonan, untuk sesaat pria itu merasa lega saat melihat langit tinggi dan cerah yang dihiasi awan putih. Ia berdiri, lalu dengan wajah suram dan terlihat malas sekali lagi menatap ke arah langit dengan rasa lega memenuhi dada. Entah mengapa dirinya terlihat rindu dengan pemandangan langit cerah tersebut.
"Nostalgia sekali .... Karena di tempat itu tidak ada langit, rasanya saat melihat ini sangat menenangkan hati. Sudah sangat lama aku tidak melihat langit yang seperti ini. Yah, di tempat penuh genangan air itu juga ada langit, tapi tidak seindah ini."
Robert tersenyum bahagia. Ia merasa menjadi orang paling beruntung di dunia karena telah diberikan kesempatan kedua untuk hidup kembali. Walaupun rasa sesal di kehidupan sebelumnya tidaklah hilang sepenuhnya, tetapi paling tidak sekarang Ia bisa memulai awal barunya.
"Selain Berkah utama yang diberikan oleh Dewi itu padaku, kalau tidak salah aku juga menerima Berkah pemahaman bahasa dunia ini dan kemampuan belajar cepat ya? Tapi ..., jujur saja aku tidak tahu bagaimana kegunaan semua berkah itu. Terlebih lagi, Berkah? Apa itu semacam keajaiban?"
Robert kembali duduk di atas rerumputan dan bersandar pada pohon. Ia menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya, tersenyum lega dan berpikir dengan sangat jernih. Semua emosi negatif pada dirinya benar-benar hampir tak ada, yang tersisa dalam diri pria itu hanya ketenangan saat ini.
"Semua Berkah itu, terutama tentang dua Berkah Utama yang rasanya mencurigakan seperti Karisma Penguasa Mutlak dan Perlindungan Dewi Violence .... Sebenarnya apa gunanya?"
Robert menarik napas dalam-dalam, lalu menghembuskannya dengan lepas. Ia kembali berdiri dan meregangkan tubuh, meloncat-loncat dan melakukan pemanasan.
"Hem, baiklah ... dari pada berdiam diri di tempat ini, sebaiknya cepat-cepat pergi ke kota atau desa terdekat untuk mencari informasi. Dewi itu, dia benar-benar gak kasih informasi. Hem, tapi dilihat dari pakaian Dewi itu, kayaknya berasal dari abad pertengahan. Pastinya dunia ini juga peradabannya masih seperti itu, 'kan?"
Robert melihat sekitar, tetapi tempat itu hanya dipenuhi oleh pepohonan dan tidak terlihat seorang pun di sekitar sana, bahkan mungkin tempat tersebut terlalu sunyi untuk disebut hutan. Di sekitarnya sama sekali tidak ada tanda-tanda hewan yang berkeliaran ataupun orang.
Seketika Robert memasang wajah datar karena bingung dengan arah yang Ia akan tuju. Sambil sekilas mengingat kembali perkataan Dewi Violence tentang [Utusan], Robert terdiam sesaat.
"Utusan, kata dewi itu aku tidak harus terlalu memikirkan hal itu. Asalkan aku terus hidup dengan tetap menjadi diriku sendiri itu sudah cukup, kalau tidak salah dia berkata seperti itu ... tapi apa maksudnya?"
Berusaha untuk mengalihkan pikiran dari kebingungan, Robert melihat ke arah matahari untuk memperkirakan arah dan letaknya sekarang, tetapi Ia langsung teringat kalau dirinya sedang berada di dunia yang berbada. Ia melihat letak matahari dan posisi bayangannya.
"Cara seperti ini juga bisa berguna di dunia lain? Dan juga bukannya cara ini berbeda Negara saja sudah sulit ..., apa lagi kalau beda dunia ... Ah, biarlah! Mending cepet gerak."
Pada akhirnya, Robert memilih arah yang dianggapnya sebagai arah utara melalui penentuan letak dan pergerakan matahari. Pada saat berjalan menyusuri hutan, dirinya masih terus terpikir dengan perkataan-perkataan dari sosok yang memberikan kesempatan kedua kepadanya. Rasa tidak percaya dan meragukan orang lain sudah menjadi sifatnya, oleh karena itu dirinya tidak pernah menerima kebaikan orang lain secara cuma-cuma.
"Sebenarnya apa tujuannya memberikan kehidupan kedua ini padaku? Terlebih lagi, apa dia benar-benar seorang Dewi? Bukan Iblis yang menyamar, 'kan? Yah, apa pun itu yang pasti ada tujuan tertentu dari reinkarnasi ini. Tidak, daripada Reinkarnasi ... kurasa ini lebih mirip dengan Penghidupan Kembali, sebuah Reanimation? Tapi, aku tetap jadi lebih muda dari sebelumnya ...."
Robert terus berjalan menyusuri hutan penuh semak-semak selama beberapa jam. Dengan tanpa lelah, kakinya melangkah, tanpa rasa letih, dirinya terus berjalan. Ia melewati daerah bebatuan, sungai, dan bahkan sebuah danau kecil dengan pepohonan dengan buah-buahan yang tumbuh subur.
Setelah terus melangkahkan kaki, dari kejauhan Robert melihat sebuah dinding raksasa yang terbentang lebar dan menghalangi cakrawala. Dinding itu berwarna putih kusam terkena matahari dan memiliki beberapa menara dan meriam di bagian atasnya.
"Tingginya. Habis berapa buat bangun kayak gini ...."
Robert terkagum melihat dinding raksasa yang tingginya sekitar 12 meter tersebut. Dinding itu terlihat kokoh dan rapi, serta sedikit memancarkan energi panas aneh yang berasal dari sisi lain dinding. Pada permukaannya, terdapat motif arsitektur aneh dan tulisan-tulisan yang diukir dari dasar sampai puncaknya. Sekilas dirinya mengamatinya, tetapi ternyata itu bukan huruf melainkan sekumpulan simbol aneh seperti heksagram bertanduk dan berbagai bentuk persegi yang memiliki ciri hewan seperti taring, cakar, atau sejenisnya.
"Ini bukan pembatas dunia kehidupan dan akhirat seperti film fantasi yang pernah tonton, 'kan? Semoga saja ada pintu masuknya. Masa harus tidur di luar di hari pertama di kehidupan baru ...."
Tanpa berpikir dua kali, Robert berjalan memutar untuk mencari jalan masuk ke dalam tembok. Tetapi saat ia sampai di gerbang masuk yang berupa pos penjagaan dengan beberapa prajurit, Ia langsung dihentikan oleh beberapa orang prajurit yang menjaga gerbang masuk. Para prajurit itu terlihat sangat was-was akan kehadiran Robert, dan mereka menodongkan tombak besi ke arahnya dengan rasa takut.
"Eh? Apa ini? Salah apa?" pikir Robert.
Ia mengangkat kedua tangannya sebagai tanda menyerah. Walaupun begitu, para prajurit sama sekali tidak menurunkan tombak dan pedang mereka. Jumlah mereka lebih dari belasan, mengenakan zirah besi yang dicat merah, dan menggunakan senjata tajam bervariasi yang didominasi tombak.
"Siapa kau?! Untuk apa datang ke tempat ini?! Apa kamu sisa-sisa Kerajaan Armenia yang ingin merebut kembali kota Erteri ini?!" teriak salah satu prajurit.
Mendapat berbagai pertanyaan seperti itu, Robert hanya bisa terdiam sambil memasang wajah bingung. Walaupun Robert bisa memahami bahasanya berkat Berkah yang ada, tetapi Ia benar-benar tidak tahu dan tidak paham dengan apa yang dimaksudnya.
"Jawab!!" bentak salah satu prajurit.
Robert mengambil satu langkah ke depan, kemudian menjawab pertanyaan prajurit itu dengan nada sedikit cemas, "Bukan ..., aku bukan orang dari Kerajaan Armenia ... aku datang ke tempat ini karena tersesat ...." Matanya lekas mengamati sekitar dan menganalisis. Sambil memejamkan sesaat, pria tersebut menyimpulkan kalau dirinya tidak bisa keluar dari tempat itu dengan damai setelah melihat puing-puing bangunan yang ada di sekitar tempat itu.
"Jangan berbohong!! Setelah peperangan besar tadi malam mana mungkin ada orang yang tersesat ke kota besar ini! Jawab! Sebenarnya siapa kamu!!?" tanya salah satu prajurit dengan nada tinggi.
"Peperangan besar ya. Entah itu di dunia itu atau ini, peperangan mungkin sudah menjadi budaya manusia. Tidak, sejarah umat manusia lebih tepatnya ya. Tapi .., benar juga, sebenarnya apa yang telah terjadi di tempat ini, dan juga kenapa aku dipindahkan ke dekat tempat berbahaya seperti ini? Apanya yang tinggal hidup saja ...."
Robert memasang wajah datar. Untuk orang seperti dirinya, berada di antara orang dengan senjata yang digunakan untuk membunuh bukanlah hal yang asing. Untuk orang yang lahir di tempat penuh konflik regional seperti dirinya, darah, abu, api, dan mayat tidaklah membuatnya gentar atau kehilangan pemikiran rasional.
"Jawab! Monster! Kenapa orang dengan aura mengerikan sepertimu datang ke tempat ini?"
Robert kebingungan mendengar perkataannya. Ia mengangkat wajah dan melihat ke arah orang berzirah yang berteriak ke arahnya. Dari sela helm besi, matanya bertatapan dengan Robert dan membuat orang tersebut melangkah ke belakang dengan takut.
"Aura mengerikan? Apa wajah murungku terlihat seburuk itu? Kalau memang seperti itu, apa lebih baik aku memasang senyum bisnis seperti biasanya saja ya?"
Sambil melihat ke arah para prajurit yang menodongkan tombak, Robert membuat senyum munafik yang selalu Ia pasang saat bernegosiasi. Senyuman itu begitu alami, bahkan terlalu alami sampai terlihat menakutkan. Pada saat yang sama, pria itu secara tidak sadar mengeluarkan aura hitam yang amat mengerikan. Bentuknya seperti kabut meruncing, menyelimuti tubuh, dan terlihat seperti seekor monster yang berdiri di belakangnya.
"Ah!!" Semua prajurit gemetar ketakutan dan langsung mengangkat senjata mereka. Tanpa membiarkan Robert berkata lagi, kapten mereka mengangkat pedang tinggi-tinggi dan memberi aba-aba.
"Semuanya, serang!!"
"Eh?! Tunggu!"
Serentak para prajurit menusukkan tombak ke tubuh Robert. Pria itu tidak sempat menghindar dan terkena seluruh tusukan dan tebasan dari penjuru arah dengan telak. Darah tidak mengalir membasahi mata tombak atau pedang, pria itu masih berdiri sambil menyilangkan kedua tangannya ke depan melindungi wajah.
Kratak!!
Ujung besi tombak-tombak yang digunakan untuk menyerangnya patah. Melihat itu, para prajurit merasa ketakutan dan melangkah mundur. Baik Robert ataupun para prajurit, mereka semua terlihat kebingungan.
"Begitu ya, jadi ini Berkah Tubuh Terbaik. Yah, walaupun masih tetap terasa sakit. Heh, Bukan berarti aku kebal terhadap rasa sakit⸻ eh?"
Rasa sakit yang tadi jelas terasa lenyap seketika. Hal tersebut merupakan salah satu efek Berkah Tubuh Terbaik dimana bisa menghilangkan segala kelainan pada tubuh, dan rasa sakit dianggap sebagai kelainan dan penyimpangan. Alasan Robert merasakan rasa sakit di awal adalah jeda yang ada saat proses penghilangan kelainan yang ada.
"Ba-Bagaimana mungkin! Itu tombak Suci yang ditempa oleh salah satu Komandan Agung, ke-kenapa bisa patah semudah itu!?" ucap salah satu prajurit.
Robert tidak mendengarkan perkataannya, Ia lebih memilih untuk mengamati tubuhnya yang tertusuk tombak. Selain pakaian yang berlubang, hanya muncul luka memar ringan dari serangan tadi. Tetapi, itu pun dalam hitungan detik luka tersebut mulai sembuh dan hilang tanpa bekas.
"Hem? Apa tadi Regenerasi?Bukannya hanya tubuh anti sakit-sakitan dan selalu dalam kondisi prima plus kekuatan fisik abnormal doang? Barusan itu ....?"
Pria itu sejenak memasang ekspresi datar dan berpikir. Setelah menemukan kesimpulan, pria itu tanpa sadar memasang senyum gelap mengerikan yang membuat para prajurit gemetar ketakutan.
"Ah ...? Benar juga, jangan-jangan karena itu ...?"
Robert teringat perkataannya sendiri saat ditawari memilih oleh Dewi penguasa Konsep Kematian dan Kehidupan untuk Berkah yang ingin didapat. Di antara berkah yang didapat, ada dua berkah yang terdengar mencurigakan. Mungkin berkah itu yang bisa memberikannya kemampuan pemulihan diri, itulah yang Robert pikirkan. Tetapi kenyataannya bukan itu, berkah yang melindungi Robert secara penuh dari serangan tombak tadi adalah Berkah Tubuh Terbaik adalah Berkah Perlindungan Dewi Violence saja.
"Hem, tubuh anti sakit-sakitan dan regenerasi? Gawat, bukannya itu mirip kayak abadi?"
"Apa yang kamu bicarakan sendiri!? Dasar monster!" bentak salah satu prajurit. Robert melirik dengan tajam, kemudian menghela napas dengan pasrah akan kondisinya saat ini. Ia melangkah maju kemudian angkat tangan sebagai tanda menyerah.
"Ti ⸻"
"Bawa rantai!!" perintah salah satu prajurit tanpa memedulikan Robert.
"Paling tidak dengerin kalau ada orang yang mau bicara,"pikir Robert.
Sebenarnya Ia juga ingin membentak mereka seperti dirinya membentak para bawahan yang terus mengobrol saat rapat, tetapi karena itu bisa memperburuk keadaan, pria itu lebih memilih menutup mulut rapat-rapat dan tetap diam.
Ia mengamati puing-puing bekas pertempuran. Dari komposisi bangunan yang terbuat dari batu bata merah dan didominasi dari kayu, serta jalanan yang masih terbuat dari bebatuan yang disusun dan direkatkan, Robert menyimpulkan kalau peradaban dunia ini masih benar-benar tingkat abad pertengahan.
Kurang dari tiga menit, beberapa prajurit membawa rantai untuk mengikatnya. Rantai itu sangat besar seperti rantai sambungan truk gandeng, dan panjangnya sekitar lebih dari delapan meter.
"Kalau tidak ingin mati, jangan melawan!! Aku akan menyerahkanmu kepada komandan!" ucap salah satu prajurit.
Salah satu prajurit melemparkan rantai pada tubuh Robert dan ujung lainnya ditangkap oleh prajurit lain. Mereka berjalan memutar untuk mengikat tubuhnya. Setelah berputar lima kali dan mengikat Robert, ekspresi wajah mereka terlihat lega. Di mata Robert, orang-orang tersebut hanyalah sekumpulan orang dungu dan tidak berakal, meskipun berbalut zirah kuat dan mungkin terlihat seperti kesatria.
"Permisi, ... kalian sudah mengikatku seperti, 'kan? Jadi tidak masalah kalau kalian mendengarkan perkataanku seka ⸻"
"Hah!? Mana mungkin aku mendengarkan perkataan seorang monster!"
"Hahaha! Bodoh sekali! Aku baru lihat ada monster yang sukarela diikat! Blo'on! Tolol banget!"
"Bego! Sangat teramat bego!"
Mereka tertawa, mencemooh dalam rasa kegilaan dan kesenangan merendahkan orang lain. Robert sangat tahu apa yang disebut prajurit dengan moral rendah pasti seperti itu. Memang dalam pelatihan kebanyakan orang akan sangat disiplin dan mematuhi peraturan yang berada, tetapi setelah mereka ikut perang dan sadar kalau militer bukanlah semulia apa yang mereka anggap, sifat mereka bisa berubah lebih rendah dari penjahat dan bahkan binatang.
"Akh, sudah kuduga. Memang selalu seperti ini ya. Ya, aku tidak menyalahkan mereka sih, mungkin saja lingkungan yang salah ..., seperti halnya aku dulu."
Robert memasang wajah datar, melihat mereka yang tertawa menggila. Aura hitam di sekitarnya kembali meluap keluar seperti kabut gelap, dan seketika menghentikan tawa mereka.
Ekspresi wajah Robert penuh ketenangan dan sama sekali tidak ada rasa takut, itu ekspresi yang hanya dimiliki orang yang mempunyai kekuatan besar saja. Para prajurit tak bermoral itu tahu akan hal tersebut, raut wajah yang ada pada pria itu adalah wajah seorang yang yakin bisa menang.
Crang!
Dengan mudahnya Robert memutuskan rantai yang mengikat tubuhnya seperti halnya memutuskan sebuah benang. Semua prajurit di tempat itu panik dan melangkah mundur. Karena penasaran akan perkataan mereka yang terus memanggilnya monster, Robert mengambil patahan besi tajam dari ujung tombak yang tadi hancur.
Saat melihat cerminan dirinya pada patahan besi tajam, Robert terkejut melihat sosoknya sendiri. Di sana memang terpantul sosoknya dengan penampilan remaja, dengan aura hitam pekat menyelimuti tubuhnya dan menggelora bagaikan api membara. Bercampur dengan aura hitam yang tercermin, Robert sekilas merasakan tatapan asing yang seakan mengawasinya.
"Apa tadi ....?" pikir Robert. Saat ia hendak mengamati lagi, sebuah tombak melesat ke arahnya. Refleksnya dengan cepat bereaksi. Dengan punggung tangan kiri, Robert memukul mata tombak yang melesat ke arahnya dan secara tidak sengaja terpental ke arah prajurit yang berdiri beberapa langkah di kanannya.
Cratk! Tombak tersebut menembus zirah sampai punggung.
"Ah ..., maaf," ucap Robert sambil menjatuhkan kepingan besi yang digunakan untuk berkaca tadi.
Prajurit tersebut berlutut dengan darah yang mengucur keluar dari perut yang tertusuk tombak. Ia berusaha menarik tombak, tetapi karena terjepit zirah yang rusak mata tombaknya, itu sukar dicabut. Ia kewalahan dan akhirnya terbaring lemas karena kehilangan banyak darah. Melihat itu, beberapa prajurit lekas berlari menolong dan beberapa lagi langsung menatap Robert dan bersiap menyerangnya.
Saat masih bingung dengan kejadian tadi, para prajurit yang mengepung Robert dan mulai menyerang secara serentak. Refleks Robert bereaksi secara ekstrem dan menghindari setiap tombak yang ditusukkan ke arahnya. Ia melangkah mundur untuk menghindari tusukan pertama dari depan, kemudian menunduk untuk menghindari dua tusukan dari belakang. Saat mereka menjaga jarak dan digantikan oleh prajurit lain yang menyerang dari empat arah, secara refleks Robert melompat untuk menghindari tusukan tombak-tombak tersebut meskipun Ia tahu kalau dirinya tidak akan luka. Saat itu kejadian aneh terjadi, awalnya ia berencana meloncat ringan untuk menghindari tusukan tombak dan mematahkannya dengan menginjaknya, tetapi tanpa sadar Robert meloncat setinggi 12 meter.
Dass!
"A!!" Robert menganga saat melayang di udara. "Aaaaa!!" Dengan cepat Ia jatuh dan membentur tanah dengan keras.
Bekh!!
Dengan wajah panik Robert langsung berdiri, dan memastikan tidak ada yang aneh pada tubuhnya. Tetapi, saat melihat tangan kanan, seketika raut wajah berubah panik karena tangannya itu patah. Ia berlutut menahan rasa sakit dan mulai bersujud seraya mengangkat tangannya yang patah ke atas. Ia menggigit bibir sampai berdarah dan berguling. Melihat itu, para prajurit menjauh dan menghentikan serangan.
Tetapi, beberapa detik kemudian tangannya yang patah mengeluarkan suara aneh seperti tulang yang dipaksa kembali ke posisi semula. Saat Robert berdiri dan kembali melihat tangannya yang patah, itu kembali seperti semula dan rasa sakit yang tadi dirasakan benar-benar menghilang.
"Ha ... haha, uwahah!! Ternyata begitu ya .... Sialan sakit banget tadi! Berkah ini ...."
Menyadari sesuatu, Robert tersenyum gelap. Ia merentangkan kedua tangan lebar-lebar dan melihat ke langit. "Ah, begitu ya!!" teriaknya dengan suara lantang. Ia tidak bermaksud apa-apa selain membuat gertakan untuk menakuti para prajurit. Pada dasarnya, Robert tidak menyerang mereka bukan karena dirinya tidak bisa menang, tetapi karena di kehidupan keduanya ini Ia tidak ingin berbuat kesalahan. Mungkin mereka biadab, tetapi para prajurit itu adalah orang-orang yang berjuang demi tanah air mereka. Mempertimbangkan hal tersebut, Robert memilih untuk tidak melakukan tindak kekerasan.
"Yah, dengan kekuatan fisik ini ..., tidak diragukan lagi kalau sekali hajar mereka bisa mati. Lebih baik cari cara damai," pikir Robert.
Setelah berpikir beberapa hal, ada satu cara untuk mengakhiri situasinya sekarang tanpa membunuh siapa pun. Hal tersebut sangat sederhana dan hanya bisa dilakukannya yang telah mendapat kekuatan fisik diluar nalar.
Ia berancang-ancang dengan tinjunya, menarik napas dalam-dalam dan mengumpulkan tenaga. Tanpa disadari, aura hitam mulai keluar kembali dan menyelimuti kepalan tangannya. Rambutnya yang dulunya berwarna pirang gelap mulai sedikit menghitam. Tanpa menahan sama sekali, Robert langsung memukul permukaan tangan dengan sekuat tenaga.
Buak! Krakrkak!!
Permukaan tanah mulai retak dan hancur, kemudian runtuh sampai saluran irigasi yang ada di bawah tanah. Para prajurit bergelimpangan dan terjun bebas ke bawah bersama puing-puing. Menggunakan bebatuan jalan yang ikut runtuh sebagai pijakan, Robert meloncat dengan tanpa bisa mengatur tenaga.
Brudak! Bruak! Bruakrak!! Tang!!
Tubuhnya menabrak atap gorong-gorong irigasi bawah tanah yang tidak runtuh sampai jebol ke atas, kemudian terus lurus melesat tak terhenti dan menjebol beberapa bangunan sebelum menabrak lonceng besar pada menara di tengah kota dan berhenti.
Tubuhnya menempel pada lonceng yang dengan posisi terbalik, lonceng tersebut berdentang ke penjuru kota dan membuat setiap prajurit Kekaisaran Vandal terkejut. Robert jatuh dari lonceng dan melesat turun sampai lantai dasar. Saat akan menyentuh tanah, aura hitam keluar dari tubuhnya dan melindunginya dari benturan. Ia mendarat dengan aman dan terlihat kebingungan.
Ia memeriksa tubuhnya dan terkejut karena tidak ada satu pun luka seperti sebelumnya. Robert tidak terlalu tahu alasannya dan dirinya sadar kalau sekarang bukan saatnya memikirkan hal semacam itu. Sambil berjalan ke luar dari menara lonceng, Ia juga menyadari kalau sesuatu yang bernama Berkah itu bisa berkembang seiring berjalannya waktu.
"Sepertinya aku harus berlatih untuk mengembalikan berkah ini .... Tadi itu, memang sangat berlebihan ya ...."
Pada tempatnya berdiri, melalui bangunan-bangunan yang mulai roboh karena ditabraknya, Robert melihat gerbang kota dari dinding raksasa tempatnya berada tadi runtuh dan membuat suara sangat keras. Dari hal tersebut, kesimpulannya sedikit berubah. Berkah bukanlah berkembang, tetapi hanya bagaimana caranya menggunakan itu bisa bertambah kuat dan efektif. Dengan kata lain, alasan Robert tangannya patah setelah meloncat tetapi malah tidak terluka sama sekali setelah menubruk beberapa tembok bangunan adalah karena dirinya belum beradaptasi dengan Berkah dan belum menguasainya.
Dialihkan pikirannya oleh suara para prajurit yang mulai ribut di sekitar tempatnya berdiri, Robert memasang ekspresi datar seraya menghela napas penuh rasa sesal.
"Hem ... kalau begitu, ... kabur ah," ucap Robert dengan wajah datar.