Setengah hari lebih Robert dan Fiola berjalan ke arah selatan menyusuri padang rumput. Tetapi, sepanjang mata mereka memandang hanya diisi pemandangan hamparan padang rumput sangat luas yang pada cakrawala terlihat hutan yang seakan tak terjangkau jaraknya. Mereka sama sekali tidak menjumpai satu pun tanda peradaban di sekitar tempat itu, hanya ada capung yang bertentangan dan serangan di atas rumput ilalang.
"Hah ... hah... tidak salah lagi, tempat ini berbatasan langsung dengan Republik Sriana ... hah ... hah .... Padang rumput ini, saya pernah membacanya dalam buku geografi dan peta wilayah kerajaan," ucap Fiola dengan nada lemas. Gadis itu berjalan sempoyongan tidak karuan dan terlihat bisa rubuh kapan saja.
Untuk gadis kecil yang tidak terbiasa keluar dari ruangan seperti dirinya, perjalanan di bawah terik matahari di tempat tanpa peneduh memang cukup berat baginya. Ditambah lagi, gadis itu hanya memakai sehelai kain saja untuk melindungi kulitnya dari mentari terik, itu membuat perjalanannya semakin berat.
Merasa langkah Tuan Putri kecil itu semakin melambat, Robert yang berjalan di depannya berhenti dan menoleh ke belakang. "Fiola, apa mau aku gendong?" tawarnya saat melihat Fiola kelelahan.
Tawaran itu membuat Fiola langsung panik mengingat kembali saat Robert meloncat sampai ke daerah perbatasan ini yang jaraknya ratusan kilometer dari Kota Erteri, Ibukota kerajaan Armenia. Dari jarak dan kecepatan loncatan Robert sebelumnya yang sangat tidak wajar, hal tersebut membuatnya sedikit trauma akan ketinggian.
"Tidak, tidak! Terima kasih banyak. Kalo Anda loncat lagi, tidak tahu kita akan sampai di mana. Lebih baik kita jalan kaki saja, Tuan Robert ...."
Fiola melangkah ke belakang dan sedikit panik mengingat risiko dari kemungkinan yang ada. Melihat ekspresi tersebut, Robert bisa memakluminya. Kalau bukan karena Berkah yang ada, mungkin Phobia ketinggian yang ada pada dirinya juga akan membuat Robert ketakutan setengah mati jika melakukan loncatan seperti sebelumnya untuk mempercepat perjalanan.
"Hem ..., aku tidak akan meloncat .... Jujur cara tadi sangat cacat. Bukan hanya aku tidak bisa mengukur jarak loncatan, aku juga tidak bisa mengatur ketinggiannya dan tempat mendarat. Kalau bisa, Aku tidak ingin menggunakan cara itu lagi."
Robert berjalan mendekati Fiola, lalu mengangkat tubuhnya dan membopongnya sebagaimana seorang tuan putri diangkat. Wajah gadis itu memerah, menutupi tubuhnya dengan kain dan menatap Robert.
"Bukannya saya berat? Nanti Anda cepat lelah ...."
"Berat? Enggak, kok. Malahan kamu sangat ringan. Kamu tidak perlu khawatir .... Lagi pula, mungkin secara fisik aku juga tidak akan pernah merasa lelah atau semacamnya."
Mendengar itu, Fiola merasa heran. Ia bertanya-tanya kenapa pria tersebut ingin sekali membantunya, padahal baru ditemui beberapa saat yang lalu. Fiola sama sekali tidak tahu motif pria tersebut menyelamatkan dirinya.
"Ngomong-omong, setelah kita sampai di Republik Sriana, apa kamu punya rencana?" tanya Robert sambil mulai berjalan.
"Belum ... ada. Tapi, berbeda dengan tempat lainnya ... Menurut buku yang saya baca, Republik Sriana adalah tempat yang ramah dengan pendatang asing. Asalkan identitas kita tidak ketahuan ..., mungkin kita akan aman di sana."
Setelah mengatakan itu, gadis itu memasang wajah murung kembali. Dalam beberapa jam Robert melakukan perjalanan dengannya, sudah hampir sepuluh kali gadis itu memasang ekspresi seperti itu. Sebenarnya Robert kesal melihat ekspresi yang dianggapnya lemah dan tidak berguna itu. Berusaha untuk sadar diri, pria tersebut tidak mengusiknya dalam segi perasaan.
"Hem, begitu ya. Petualangan pertamaku di dunia lain dimulai dari menjadi buronan Kekaisaran ditemani Tuan Putri murung? Aku rasa tidak ada awal yang lebih menyusahkan dari ini. Sungguh, kejadian yang aneh."
.
.
.
Beberapa jam berlalu dan hari sudah mulai gelap, tetapi sayangnya hutan di ujung cakrawala masih terlihat sangat jauh dan seakan mereka sama sekali tidak mendekatinya. Bintang-bintang mulai bermunculan, tirai hitam telah diturunkan, dan hawa dingin mulai terasa.
Dinginnya angin malam yang menusuk tulang mulai mengusik Fiola. Gadis kecil yang hanya mengenakan kain untuk menutupi tubuhnya itu mulai menggigil kedinginan di atas kedua tangan Robert.
"Oh, benar juga ... suhu di padang rumput juga seperti itu, yah. Hampir sama seperti padang pasir... karena tidak ada tumbuhan tinggi berdaun lebat, kalau siang panas sekali sedangkan malam dingin. Ya, aku kurang paham sih."
Robert berhenti berjalan. Ia melihat ke sekitar tempat itu untuk mencari pohon untuk beristirahat. Tetapi, sayang sekali di daerah padang rumput itu sama sekali tidak ada tempat untuk beristirahat karena di sekitar mereka hanya ada rerumputan pendek dan ilalang yang menjulang setinggi kurang dari dua meter. Satu-satunya pohon yang ada adalah hutan yang terlihat di ujung cakrawala sana.
"Ada ... apa, Tuan Robert?" tanya Fiola dengan lemas.
"Hem, kamu kedinginan, bukan?"
Gadis itu menganggukkan kepalanya. Bibirnya membiru dan raut wajahnya memucat. Melihat hal itu, Robert sedikit menghela napas ringan.
"Gawat juga, ya. Kalau dia kehilangan kesadaran di saat suhu rendah seperti ini bisa-bisa ...."
Robert melihat ke arah hutan di ujung cakrawala. Dari jarak mereka dengan tempat itu, mungkin itu sejauh 13 kilometer lebih. Pada jarak pandang manusia yang kurang lebih hanya bisa melihat lima kilometer, pepohonan jauh di depan sana dengan sangat jelas di lihat Robert saat keadaan mulai gelap.
"Fiola, pegangan yang erat. Aku akan lari," ucap Robert. Ia sedikit membungkuk untuk membuat posisi melindungi tubuh Fiola dari tekanan angin saat berlari.
"Eh....?"
Tanpa menunggu Fiola siap, Robert berlari dengan sangat kencang ke arah Hutan di ujung cakrawala. Kecepatan larinya sangat luar biasa, bahkan itu lebih cepat dari mobil balap sekalipun. Rerumputan yang dilewatinya terbuka, dan terbang berserakan karena hempasan angin saat mereka lewat.
Kurang dari tujuh menit, mereka sampai di depan pepohonan pada bagian mulut hutan. Tetapi karena kecepatan larinya yang sangat luar biasa dan tidak terkontrol, Robert sempat menabrak beberapa pohon sebelum berhenti. Saat menabrak pohon, Robert sempat berputar dan mengorbankan punggungnya sendiri untuk melindungi tubuh kecil Fiola. Beberapa pohon tumbang karena hal tersebut.
"A-Apa sih yang Anda lakukan?! Itu berbahaya tahu!" ucap Fiola dengan sangat panik.
"Ya, ya ... yang penting kita sampai lebih cepat .... Kalau tahu dampaknya hanya seperti ini, lebih baik kita lakukan dari tadi.
"Tidak! Jangan lakukan hal itu lagi! Memangnya tubuh Anda ini terbuat dari baja atau apa dibenturkan seperti itu!" Fiola terlihat marah. Ia mengembungkan pipinya sambil menatap mata Robert.
"Ya...." Robert menurunkan Fiola, lalu menatap balik ke arahnya dengan senyuman meledek. "Apa kamu khawatir?" tanya Robert.
"Tentu saja saya khawatir! Kalau Anda kenapa-napa ... Saya ...." Raut wajah gadis itu mulai memerah dan matanya berkaca-kaca seperti ingin menangis.
"Ah, benar juga. Kalau aku tidak ada, bisa-bisa dia ditangkap dan dieksekusi," pikir Robert. Ia menepuk kepala Fiola, lalu memasang senyum ringan di wajahnya.
"Tenang saja. Asal kau tahu aku ini cukup kuat, jadi jangan cemas. Aku tidak akan mati hanya karena menabrak satu atau dua pohon saja," ucap Robert dengan santai.
"Hem, kata Anda hanya menabrak?" tanya Fiola dengan tatapan datar. Ia berbalik dan melihat beberapa pohon yang tumbang karena ulah Robert tadi. Itu terlihat bukan hanya sekedar tertabrak saja, hampir belasan pohon ambruk dan ada sebagian yang batangnya benar-benar hancur.
"Itu seperti menggunduli hutan," lanjut Fiola.
"Hem, banyak yah. Sayang sekali kalau dibiarkan begitu saja," ucap Robert dengan santainya. Mendengar perkataan tersebut, sesuatu ide terpikirkan oleh Fiola. Gadis berambut putih keperakan itu berjalan ke arah salah satu pohon yang tumbang dan berusaha untuk mengangkatnya, tetapi karena tenaganya sangatlah lemah, Ia sama sekali tidak bisa menggerakkan batang pohon yang memiliki diameter 30 sentimeter tersebut.
"Be-Berat sekali!"
"Biar aku saja...."
Saat Robert dengan mudah mengangkat batang pohon besar tersebut. Robert mengangkat batang kayu itu di atas pundak kanan, kemudian melirik ke arah Fiola.
"Jadi, untuk memangnya mau digunakan untuk apa?" tanya Robert .
"O-Oh, tolong taruh di sana!" ucap Fiola sambil menunjuk ke hamparan rumput yang berada beberapa meter dari daerah hutan. Gadis berambut putih keperakan itu sempat terkejut melihat kekuatan fisik Robert yang diluar nalar.
Tetapi, bukannya membawa batang pohon sepanjang enam meter tersebut, Robert malah langsung melemparkannya ke arah tempat yang ditunjuk Fiola. Saat batang pohon itu mendarat, suara dan getaran membuat Fiola tersentak dan heran dengan tindakan Robert.
"A-Apa Anda marah?" tanya Fiola sambil gemetar.
"Hem, marah? Kenapa?"
"Ta-Tadi, kenapa batang pohonnya dilempar?"
"Yah, biar efisien. Menyusahkan sih. Jadi, untuk batang pohon itu?" tanya Robert dengan rasa sedikit penasaran.
"Se-Sebelum itu, bisa Anda memotongnya terlebih dahulu ...?"
Robert berjalan ke arah batang pohon tersebut, kemudian menginjak dan mematahkan batang pohon setebal 30 sentimeter tersebut. Setiap kali diinjak, batang pohon itu langsung patah. Robert mematahkan menjadi beberapa bagian yang lebih kecil dan menyusunnya membentuk seperti api unggun.
"Yah, kurang lebih aku tahu apa yang ingin dilakukannya, sih. Tapi ya ..., apa di dunia ini benar-benar ada yang seperti itu?"
Fiola berjalan ke arah potongan kayu yang telah disusun tersebut, lalu mengulurkan kedua tangannya ke arah tempat itu dengan telapak tangan terbuka.
"Wahai api, zat yang membakar, dengarkanlah suaraku dan kabulkanlah, Matches!"
Kilatan api menyebar dari kedua telapak tangan Fiola dan membakar kulit pohon tersebut. Api unggun sederhana untuk berlindung dari dinginnya malam tercipta. Fiola berbalik melihat ke arah Robert dengan wajah bangga, lalu bertanya dengan sedikit angkuh.
"Bagaimana? Lihat ... saya juga bisa berguna juga, bukan?"
"Berguna ...? Kenapa kamu ingin menunjukkan kamu berguna atau tidak? Kompetisi?" Robert berjalan mendekati Fiola, lalu menatap wajahnya dengan ekspresi datar.
"T-Tidak... saya pikir... ka-karena alasan Anda menolong saya ...." Gadis itu gemetar melihat wajah tanpa ekspresi pria tersebut. Sorot mata pria itu terasa sangat dalam dan dingin, seperti bukan tatapan seorang manusia.
"Oh, kurang lebih aku paham. Tenang saja, aku tidak akan meninggalkanmu begitu saja. Aku akan tanggung jawab dan menjagamu untuk beberapa waktu ke depan. Aku janji."
Robert menepuk ubun-ubun kepala Fiola, lalu melihat ke arah kobaran api kecil yang perlahan membentuk api unggun yang tidak sempurna. Saat itu, tiba-tiba angin malam bertiup lalu membuat api bergelombang terlihat seperti menari sekarat dan padam. Untuk sesaat suasana terasa canggung. Wajah Fiola memerah karena hasil usahanya dengan mudah hilang ditiup angin.
"Hah, tentu saja padam. Kita butuh kayu yang lebih kecil ...."
Robert berjalan ke depan batang pohon, lalu tanpa aba-aba sama sekali ia langsung menghancurkan kembali potongan kayu tersebut dengan pukulan sampai terbelah menjadi bagian-bagian yang lebih kecil. Suara dari pukulan itu sempat membuat Fiola tersentak kembali.
"A-Apa yang Anda lakukan?" tanya Fiola.
"Hem? Tentu saja membuatnya menjadi lebih kecil. Kalau dinyalakan dengan ukuran seperti tadi tentu saja akan langsung padam."
Robert terus memukul dan mematahkan potongan pohon tersebut sampai menjadi beberapa bagian kecil supaya bisa digunakan untuk bahan kayu bakar. Setelah dirasa cukup, Ia menyusun kembali kayu-kayu tersebut menjadi kerangka api unggun yang lebih sempurna, lalu kemudian meminta Fiola menggunakan sihir apinya untuk menyalakan api unggun sederhana tersebut.
Di bawah langit malam berbintang, mereka berdua duduk saling berhadapan di samping api unggun yang telah dinyalakan. Sesekali, Fiola melirik ke arah Robert yang duduk bersila.
"Fiola ... ngomong-omong ... tadi itu sihir, bukan?" tanya Robert.
"Eh..? Ah, itu benar ... tadi sihir api. Salah satu sihir elemen. Yah, meskipun itu hanya sihir sederhana."
Gadis itu melipat kakinya ke depan, dan duduk sambil menyembunyikan wajahnya dari hawa dingin di antara kedua pahanya. Untuk sekilas Robert melihat kulit mulus gadis itu yang terbuka karena kain putih miliknya tidak bisa menutupi seluruh tubuhnya dengan sempurna.
"Lengah banget, padahal aku cowok juga. Tuan Putri ini sebenarnya jenis orang seperti apa, sih? Kalau aku bukan pria sehat, pasti hal hebat terjadi sekarang," pikir Robert dengan ekspresi datar. Setelah sekilas memejamkan mata, Robert memberikan tatapan malas ke arah Fiola.
"Apa semua orang bisa menggunakan sihir?" tanya Robert dengan tiba-tiba.
"Heh ...?" Fiola terlihat terkejut. Sekilas gadis itu memalingkan wajahnya, lalu kembali melihat Robert dengan tatapan sedikit bingung dan terlihat takut akan sesuatu.
"Kenapa Anda bertanya seperti itu? Tentu saja sihir tidak bisa digunakan sembarang orang, hanya orang tertentu saja yang bisa menggunakannya. Seharusnya Anda tahu itu, ini pengetahuan umum," ucap Fiola.
"Ehmm, Begitu ya. Kalau kamu, sihir apa saja yang bisa kamu gunakan?"
"Eeh...? Kenapa Anda tanya-tanya hal seperti itu? Untuk apa memangnya?" Fiola memasang ekspresi curiga dan tatapan matanya yang hijau seperti mata keramik boneka terlihat semakin tajam.
"Hanya tanya. Kalau kamu tidak ingin menjawabnya, ya sudah."
"Tidak ... bukan saya tidak mau, tapi hanya saja ...." Sekilas Fiola sedikit memalingkan pandangnya, lalu menghela napas.
"Ada apa?" tanya Robert.
"Hem ... baiklah. Itu ..., eng .... Baiklah, sebaiknya memang harus saya katakan."
Melihat ekspresi tidak senang gadis itu, untuk sesaat Robert merasa heran. Dirinya tahu ekspresi yang diperlihatkan gadis tersebut, itu sedikit mengikatnya dengan salah satu klien perusahaannya di kehidupannya dulu di mana klien tersebut sedang menyembunyikan sesuatu.
"Apa memberitahu sihirmu kepada orang asing sepertiku membuatmu merasa cemas?" tanya Robert.
"Bu-Bukan begitu! Saya tidak keberatan memberitahu sihir-sihir milikku pada Anda, tapi... hanya saja ... sihir yang saya gunakan sebagian besar sihir tabu ...." Fiola sedikit menundukkan wajahnya, lalu melirik ke arah Robert dengan ekspresi sedikit cemas.
"Tabu ...? Apa semacam kutukan atau sihir kegelapan?" tanya Robert.
"Bukan, bukan itu .... Sihirku ... sebenarnya adalah Sihir Alkimia Mekanik," ucap Fiola dengan nada takut. Tetapi saat gadis itu melihat wajah Robert, pria itu sama sekali tidak merubah ekspresi wajahnya. Fiola merasa heran akan hal tersebut.
"Hem? Memangnya ada apa dengan sihir itu?" tanya Robert.
"Eh? Kenapa Anda bertanya seperti itu? Sihir Alkimia Mekanik, loh. Itu sihir salah satu jenis Alkimia, loh. Aku seorang Alkemis .... Itu salah satu sihir tabu yang digunakan para penyihir kegelapan! Apa Anda tidak takut?!" tanya Fiola dengan sedikit panik.
"Aku rasa aku sudah pernah bilang ini, bukan ... Aku sama sekali tidak tahu menahu tentang dunia ini. Jadi aku sama sekali tidak tahu sihir Alkimia itu seberbahaya apa sampai-sampai dianggap tabu ... Dalam pengetahuanku yang terbatas, Alkimia itu semacam melakukan Transmutasi dari besi menjadi emas, atau obat keabadian, bukan?"
[Catatan: Transmutasi; proses konvensi suatu objek menjadi objek lain, merubah sifat dan susunan molekul atom yang ada]
"Eng, itu memang benar sih ... tapi, apa Anda benar-benar tidak tahu tentang hal itu....?" tanya Fiola.
"Tahu apa memangnya?" Robert memasang wajah bingung.
"Asal Anda tahu, Sihir Alkimia ini ... adalah sihir yang pernah memusnahkan banyak kerajaan di masa lampau."
Walaupun telah mendengar hal tersebut, Robert sama sekali tidak terkejut dan hanya diam untuk sesaat. Ia sama sekali tidak bisa membahayakan betapa menakutkannya sihir Alkimia tersebut.
"Oh, begitu," ucap Robert dengan santai.
"Eh?! Hanya itu reaksinya....? Anda pertama kalinya mendengar ini, bukan?"
"Yah, mengetahui aspek dasar sihir untuk mencapai penciptaan kehidupan dan pencapaian keabadian yang mengadaptasi sebuah Kimia, tidak heran kalau sihir itu memiliki sejarah gelap. Yah, walaupun pengetahuan itu hanya kudapat dari beberapa dokumen saja, tapi jujur saja aku cukup terkejut kalau jenis sihir itu ternyata benar-benar memiliki sejarah seperti itu di sini."
Robert sedikit memalingkan wajahnya, lalu sesaat menutup matanya dan berpikir. Di dunianya dulu, hal semacam reaksi kimia juga membawa kehancuran, terutama dalam bidang pembuatan senjata seperti bom dan nuklir.
"Yah, di duniaku dulu banyak artikel semacam itu di website, sih... tentang Alkimia. Pada artikel yang sering ditulis pada media sosial, beberapa juga ada hal tidak masuk akal sejenis sihir alkemis atau hal fantasi lainnya. Ya, meski di dunia ini hal fiksi itu menjadi nyata sih," pikir Robert sambil melihat ke arah Fiola dengan tatapan mata datar.
"Hem? Dokumen....? Apa Anda seorang peneliti sihir terlarang juga?" tanya Fiola.
"Tidak, bukan...."
"Hem, bukan? Terus kenapa Anda punya dokumen tentang sihir Alkimia? Mencurigakan...."Gadis berambut perak itu menatap curiga Robert.
"Aha, kalau itu ... aku membacanya dari dokumen orang lain .... Itu catatan yang aku temukan pada reruntuhan," jawab Robert dengan mengada-ada.
"Heh... begitu ya...." Fiola tidak menghilangkan tatapan curiganya.
"Ya, begitulah." Robert melihat ke arah api unggun dan sedikit terpikir tentang sihir api yang tadi digunakan Fiola.
"Apa sihir api sebelumnya ... itu juga termasuk sihir Alkimia?" tanya Robert.
"Sihir tadi? Hem ... ya, itu benar ... Sihir Alkimia Mekanik pada dasarnya mencakup beberapa sihir seperti sihir api, sihir tanah, sihir air, sihir perubahan bentuk, sihir Rune, dan beberapa bidang sihir lainnya ... Yah, pada dasarnya ini adalah gabungan sihir yang bertujuan untuk membuat benda tidak bernyawa menjadi hidup. Salah satu bidang Sihir Alkimia untuk membuat kehidupan buatan."
"Hem...." Robert tidak memedulikan kalimat terakhir Fiola, Ia malah sekilas melihat ke arah kedua tangan mekanik gadis itu yang terbuat dari kayu dan keramik
"Apa tanganmu itu...."
"Ini?" Gadis itu mengangkat kedua tangannya mekaniknya dan menunjukkannya kepada Robert.
"Apa itu kamu yang buat? tanya Robert.
"Kalau ini ... bukan saya yang membuatnya. Kedua tangan ... bahkan kedua kaki ini ... kedua orang tuaku yang membuatnya ...."
Fiola menyentuh ujung kedua kaki mekaniknya dengan kedua tangan mekaniknya. Saat dilihat baik-baik, keduanya benar-benar dibuat dengan sangat sempurna, entah itu kaki atau tangan, entah itu bagian kiri atau bagian kanan.
"Sebenarnya, Tuan Robert ..., saya terlahir lumpuh. Kedua kaki dan tangan saya tidak bisa digerakkan. Tapi, saat umur lima tahun .... Ayahanda dan Ibunda membuatkan tangan dan kaki Mekanik ini untukku."
"Heh? Tunggu sebentar, ... itu dari kamu kecil? Kalau iya, seharusnya ...."
Robert merasa heran. Kalau tangan dan kaki buatan itu diberikan oleh kedua orang tuanya sejak ia kecil, seharusnya kedua tangan kecil itu tidak akan pas ukurannya dengan tubuh Fiola saat ini.
"Hem ... Kedua tangan dan kaki ini adalah Bio Mekanik ...."
"Bio ... maksudmu, itu hidup?"
"Ya, kedua tangan dan kaki ini mengikuti pertumbuhan saya. Ini akan tumbuh bersamaku menggunakan darah dan sel-sel saya sendiri .... Jujur, tanpa saya sadari .... rasanya saya memang seperti sudah terlahir dengan kedua tangan yang normal. Hebat, bukan? Oleh karena itulah saya kagum dengan sihir ini dan mempelajarinya dengan giat ...."
Fiola sedikit memasang wajah sedih. Ia sedikit mengingat kembali saat-saat Ia belajar sihir Alkimia bersama Ayahnya di Istana. Memang benar dia jarang bertemu dengan keluarganya karena berbagai kondisi politik dan hal lainnya, tetapi Fiola merasa bahagia bisa hidup bersama keluarganya walau harus diisolasi di dalam istana.
"Begitu rupanya., dia sangat menyayangi kedua orang tuanya, yah. Kalau begitu, kabar yang dikatakan para prajurit kekaisaran saat di kota itu hanya dibuat-buat ... orang tuanya tidak menjadikan dia untuk percobaan atau semacamnya," pikir Robert saat melihat ekspresi Fiola.
Menurut informasi yang didapat Robert dari Alice ketika dirinya menyamar sebelumnya, selain acuh dengan kekejaman para Bangsawan dan Tuan Tanah terhadap rakyat, Keluarga Kerajaan Armenia juga ada kabar tentang mereka yang menggunakan anak mereka sendiri sebagai percobaan sihir Alkimia yang tabu. Percobaan tersebut berhasil dan anak yang dianggap sebagai karya sihir disimpan dalam istana sihir dalam-dalam.
"Berarti kabar yang dikatakan para prajurit kekaisaran itu cuma korporasi belaka, yah?" Robert mengucapkan apa yang dipikirkannya.
Mendengar itu, Fiola terkejut. Itu baru pertama kalinya ada orang selain kedua orang tuanya yang mendukungnya saat berbicara tentang sihir Alkimia.
"He~heh~ ternyata dia benar-benar orang baik," pikir Fiola sambil tersenyum manis. Rasa senang layaknya anak berusia enam belas tahun terjelas dari raut wajahnya.
"Hem ... kalau begitu, ayo kita lanjut ke topik selanjutnya." Robert sedikit menajamkan tatapannya.
"Eh...?"
"Bukan malah 'eh'? Sudah aku bilang tadi, bukan? Aku tidak tahu menahu tentang dunia ini ... jadi beritahu aku tentang dunia ini."
"Eng ... dunia....? Memangnya Anda orang hilang ingatan atau terkena cuci otak?" tanya Fiola dengan nada sedikit bercanda.
Mendengar itu, Robert tersentak. Kedua tebakan gadis itu tidak ada satu pun yang tepat. Tetapi, dari hal itu Robert terpikir sebuah latar belakang palsu yang tepat untuk situasinya.
"Eh, apa ... betul ...? Anda ...." Fiola menatap curiga Robert.
"Hem, pakai saja latar itu? Tapi, aktingnya susah dan pasti aku harus drama segala. Kalau lanjut terus tanpa latar belakang, bisa-bisa nantinya dia curiga. Ya, kalau hanya curiga sih tidak malah, tapi kalau dia berbuat macam-macam .... Terlebih lagi kalau dia tahu aku dari dunia lain ...."
Robert panik dalam hati tetapi tetap memasang wajah tenang. Memang tidak ada salahnya memberitahukan kepada gadis itu bahwa dirinya berada dari dunia lain. Tetapi karena Robert benar-benar ingin membuka lembar baru di dunianya sekarang, dalam benaknya Ia ingin memendam rapat-rapat fakta tersebut.
"Orang ... yang ... hilang Ingatan?" lanjut Fiola. Mendengar perkataan itu, Robert sedikit terkejut sekaligus lega.
"Hah, untung saja gadis ini sepertinya dungu ...." Robert memalingkan wajahnya dan sedikit menghela napas.
"Hem, kenapa kamu berpikir seperti itu?" tanya Robert sambil memberi tatapan mengasihani pada Fiola.
"Yah, Anda tidak tahu tentang peperangan kerajaan Armenia dan kekaisaran Vandal yang sudah berlangsung sejak beberapa tahun lamanya, Anda juga tidak tahu tentang kelamnya sejarah sihir Alkimia, dan juga Anda bilang tidak tahu apa-apa tentang dunia ini. Yah, kalau disimpulkan, bukankah hilang ingatan itu paling tepat?"
"Hah, kalau kamu paham sampai seperti itu, kenapa pilihan orang dari dunia lain tidak masuk dalam kemungkinan yang ada?" ucap Robert. Pada akhirnya dirinya mengatakan fakta yang tidak ingin Ia buka itu.
"Eh ...?" Untuk sesaat Fiola terkejut mendengar perkataannya.
"Ah ... Ke-Keceplosan ...." Robert terkejut pada dirinya sendiri, kali ini ia benar-benar mengacaukannya.
"Ha~hah, mana mungkin itu terjadi. Sesuatu seperti pemanggilan seseorang dari dunia lain itu hanya bisa dilakukan oleh para Dewa-Dewi surgawi, dan sudah beratus-ratus tahun setelah Raja Iblis dibunuh hal itu tidak pernah terjadi lagi. Jadi mana mungkin Tuan Robert berasal dari dunia lain, terlebih lagi... yang dipanggil itu Pahlawan, loh ...."
Mendengar penjelasan seperti itu, Robert memalingkan wajahnya dan mulai sedikit kesal dengan kalimat terakhir yang diucapkan Fiola yang terasa seperti sindiran.
"Hem, aku sampingkan saja gadis ini .... Kalau ada hal seperti cerita fantasi klasik seperti itu, bisa-bisa aku disuruh mencegah kebangkitan Raja Iblis atau semacamnya! Ogah itu mah! Males banget!"
"Hem, ada apa, Tuan Robert?" tanya Fiola.
"Tidak ada. Benar juga ... aku bukan pahlawan ya... jadi, aku tidak ada kewajiban untuk bunuh iblis atau semacamnya. Aku hanya orang hilang ingatan yang bernasib naas," ucap Robert dengan ekspresi wajah sedikit depresi.
"Tuan Robert ... apa Anda benar-benar baik-baik saja? Wajah Anda tidak terlihat sehat ...." Fiola hendak berdiri dan berniat mendekati Robert, tetapi karena seharian tadi Ia belum makan, kedua kakinya tidak bisa menyangga tubuhnya dengan baik dan ia pun rubuh ke samping.
"Oi, kamu tak apa?" Robert yang sedikit panik dan menghampirinya. Saat Ia memeriksa gadis itu, suhu tubuhnya cukup tinggi.
"Gawat ... dia demam ...! Ini sebabnya orang rumahan harus sering olahraga, kalau jalan jauh pasti begini ....!" Robert segera melepas bajunya yang sedikit rusak dan memakaikannya pada Fiola untuk menghangatkan tubuhnya.
"Tu-Tuan ... nanti kedinginan," ucap Fiola dengan lemas.
"Tidak, apa ... jangan khawatir ...."
"Gawat... di tempat ini ... satu-satunya hal yang bisa aku lakukan hanya mencari air ... dan juga tanaman herbal ... semoga saja tanaman di dunia ini sama dengan tanaman di duniaku dulu .... Hah, semoga saja tidak ada monster seperti dalam komik bekas yang sering aku baca dulu," pikir Robert. Pria itu terlihat panik. Ia melihat sekeliling seperti mencari sesuatu yang bisa digunakan.
"Kamu tunggu di sini, aku akan mencari beberapa tanaman obat di hutan untukmu. Ingat, tetap sadar! Jangan sampai kamu tertidur! Kalau ada bahaya, tembakan saja sihir api seperti sebelumnya ke udara dan aku langsung akan datang. Oke?" Robert membaringkan Fiola ke atas rerumputan, lalu menyelimuti tubuhnya dengan kain putih miliknya. Ia menambah kayu pada api unggun untuk meningkatkan suhu.
"Tu-Tunggu ... bukannya Tuan tadi ingin bertanya tentang dunia ini ... Anda orang yang hilang ingatan, bukan? Jangan pergi ke mana-mana," ucap Fiola dengan lemas.
Fiola memegang tangan kanan Robert dan menatapnya dengan wajah memelas. Tidak bisa dipungkiri kalau dia khawatir, kemungkinan Robert mengabaikannya dan pergi karena dianggap menjadi beban sangatlah besar. Hal tersebut membuat Fiola sangat cemas.
"Jangan khawatir ... itu nanti saja. Aku akan segera kembali setelah mendapat beberapa tanaman obat. Jadi, jangan khawatir ...." Setelah gadis itu melepaskan tangannya, Robert segera berdiri dan menatap ke arah hutan.
"Heh, kalau ada monster, biar aku tonjok saja! Emang gue pikirin! He, hah, salah sendiri ketemu gue ...."
Saking paniknya, entah mengapa pola pikir Robert semakin aneh. Dia tidak bisa berpikir tenang dan rasional seperti biasanya. Setelah Robert meregangkan jari-jari kedua tangannya, Ia langsung berlari masuk ke dalam hutan.
Saat melihat punggung Robert yang sedang berlari, perlahan kesadaran Fiola mulai hilang dan pandangnya mulai buram. Tubuhnya sangat lemas, napasnya terasa berat, dan suhu tubuhnya tidak karuan. "Tolong... jangan.... tinggalkan aku...." Fiola menutup matanya dan kehilangan kesadaran.
Setelah itu, beberapa menit setelah Robert masuk ke dalam hutan, suasana hutan yang tadinya sunyi, seketika dipenuhi suara benturan, jeritan, rintihan, dan suara penderitaan dari para penghuninya. Pada malam berdarah itu, seorang monster, membantai ratusan ekor monster lainnya hanya karena mencari beberapa tanaman herbal untuk mengobati seorang gadis.