Chereads / Dark Fantasia / Chapter 2 - [Skyrius 01] End of Country of Tyranny Armenia (part 01)

Chapter 2 - [Skyrius 01] End of Country of Tyranny Armenia (part 01)

Benua Primaria, sebuah daratan luas tempat tinggal beragam ras. Tanah itu kaya akan kekuatan kehidupan dan mistis bernama Mana, sebuah energi dari vitalitas dan alam yang melimpah di penjuru tempat. Dalam beberapa kasus, orang-orang juga menyebutnya dengan kekuatan sihir. Dari kekuatan tersebut, muncullah cara manipulasinya yang dibagi menjadi beberapa bidang seperti Penyihir, Ahli Bela Diri, Pendeta, Petapa, Kesatria, dan banyak lagi. Mereka menggunakan Kekuatan Sihir atau Mana untuk menunjang kegiatan sehari-hari. Tetapi, layaknya sebuah pisau, itu juga merupakan komponen berbahaya tergantung pada penggunaannya. Energi mistis yang tersebar di seluruh daratan tersebut seiring berjalannya waktu digunakan untuk peperangan dan sifat destruksi lebih melekat padanya.

1400 Tahun Ikrar, Benua Primaria. Sudah lebih dari 14 abad setelah pasukan Iblis dikalahkan dan Raja Iblis disegel oleh Sang Pahlawan, tetapi kata perdamaian masih sangat jauh. Pada satu abad pertama setelah dibuatnya Ikrar oleh semua ras di benua memang kedamaian benar-benar ada, kemakmuran tersebar merata, dan semua rakyat tidak menderita. Tetapi, itu hanya sebuah perdamaian semu. Beberapa abad kemudian, janji para leluhur luntur dan peperangan kembali pecah dan tidak kunjung selesai. Bahkan sampai runtuhnya puluhan kerajaan dan kelahiran ratusan negeri, peperangan tidak kunjung usai.

Bukan hanya itu saja, dalam masa peperangan yang terus berlangsung beberapa abad dan para monster mulai aktif kembali dalam beberapa ratus tahun terakhir, peperangan malah bertambah parah dan sekarang hanya menyisakan lima negeri besar yang menguasai daratan Primaria. Kelima negeri itu antara lain adalah Kekaisaran Vandal, Kerajaan Armenia, Kerajaan Urue, Kerajaan Dhaka, dan Republik Sriana.

Sebuah negeri yang mengatasnamakan keadilan dan kesucian, Kekaisaran Vandal. Negeri monarki dengan bentuk kekaisaran yang dipimpin oleh individu tunggal yang dipuja dan selalu dianggap benar perkataannya. Merupakan negeri militer dan perdagangan jalur air yang terletak di daerah sekitar timur sampai timur laut benua. Memiliki empat musim, dikelilingi pegunungan dan laut yang subur dengan kekayaan alam. Negeri ini juga disebut dengan Kekaisaran Suci karena memang mendapat perlindungan dari salah satu Dewa Tertinggi.

Pada bagian tenggara benua, berdiri sebuah negeri di daerah antara pegunungan dan gurun pasir yang sangat luas bernama Kerajaan Urue. Bagian utara negeri ini berbetasan langsung dengan Kekaisaran dan sering terjadi konflik di perbatasan. Negeri ini meskipun memiliki daerah guru yang luas, tetapi dalam sumber daya minyak sangat tinggi dan menunjang dalam berbagai aspek terutama untuk kegiatan militer.

Pada barat daya benua, terdapat sebuah Negeri bernama Republik Sriana. Sebuah negeri yang menggunakan sisterna pemerintahan rakyat di mana masa jabatan sistem pemerintahannya diberlakukan dalam beberapa tahun sekali sebelum diganti. Meruapkan negeri paling toleran dan cenderung bersifat pasif serta mempertahankan wilayahnya secara diplomatik. Terletak di antara Kerajaan Armenia, Kerajaan Urue, dan Kerajaan Dhaka.

Kerajaan Armenia, sebuah negeri yang terletak di bagian utara benua. Menggunakan sistem monarki seperti kerajaan pada umumnya dan merupakan salah satu kerajaan tertua setelah Dhaka dan Kekaisaran Vandal yang merupakan kerajaan yang sudah ada sejak abad pertama Tahun Ikrar.

Pada perbatasan barat Armenia, atau lebih tepatnya di bagian barat laut Benua Priamaria terdapat sebuah negeri yang disebut juga sumber dari teknologi sihir, Kerajaan Dhaka. Negeri dengan luas paling kecil dari semua negeri tetapi paling maju dalam hal teknologi. Sistem pemerintahannya menggunakan monarki seperti kerajaan pada umurnya, tetapi raja mengalami pergantian secara tidak wajar dan tidak teratur menggunakan sistem unik yang hanya dimiliki oleh negeri tersebut.

Meskipun dari sekian banyak negeri yang ada sejak tahun Ikrar dimulai sekarang hanya tersisa lima negeri, tetapi itu tidak cukup untuk menyadarkan penghuni benua Priamaria kalau peperangan itu membawa kehancuran. Mereka memang mulai sadar akan keadilan dan moral yang harus dijunjung, tetapi orang-orang mengangkat pedang atas dasar kebenaran yang keliru, mengatasnamakan melindungi negeri sendiri untuk menjajah negeri lain.

Para bangsawan menggemuk, rakyat bertambah kurus, pemandangan itu bukanlah hal yang aneh di negara monarki atau republik. Lautan api menyala-nyala di dalam kota, desa-desa kecil dijarah bandit, bencana terjadi di mana-mana, semua itu juga bukanlah hal yang asing di dunia ini. Itulah dunia ini, sebuah daratan luas bernama Benua Primaria, sebuah negeri Pedang dan Sihir.

««»»

1401 Tahun Ikrar, pertengahan musim semi.

Kerajaan Armenia, sebuah negeri tirani besar yang terletak di bagian utara benua Primania. Di dunia dengan pedang dan sihir ini, kerajaan Armenia dulunya adalah sebuah negeri yang makmur dan disegani di penjuru benua. Tetapi, sekarang itu hanya tinggal menjadi sejarah semata dan menjadi catatan dalam kertas yang lapuk.

Negeri yang dulunya memiliki luas hampir sepertiga benua, sekarang telah mengalami banyak kemunduran dalam berbagai bidang. Sistem pemerintahan yang sudah bobrok, moral masyarakat yang mulai rusak, dan perekonomian yang merosot, semua itu adalah sebagian dari berbagai macam penyebab kemunduran kerajaan Armenia.

Rakyat yang menderita karena perang berkepanjangan dan kekalahan terus menerus. Penarikan uang upeti yang tidak diiringi pembangunan membuat ekonomi kerajaan runtuh, dan hasil dari semua itu adalah kemiskinan yang menjamur di mana-mana sampai mencekik kencang leher rakyat kecil. Semua itu menjadi biasa dan lambat laun menjadi kebiasaan para kaum kelas atas untuk mengacuhkan rakyat kecil.

Perbudakan dan pelacuran terekspos jelas, tetapi pemerintah daerah dan Tuan Tanah tidak melakukan apa-apa dan malah mendukung dengan alasan meningkatkan keuangan kerajaan untuk berperang. Keluarga Bangsawan Kerajaan seakan tutup mata dengan kekacauan yang ada, sedangkan para Bangsawan dan Tuan Tanah di bawahnya semakin membuat kekacauan dan memperkaya diri sendiri dengan mengatasnamakan kerajaan.

Berbagai kekejaman dan ketidakadilan sudah menjadi biasa di negeri ini. Yang kuat berkuasa dan menginjak-injak hak yang lemah. Hukum rimba berlaku dan dilandasi sesuatu yang disebut moral dan hukum busuk. Para bangsawan yang serakah, serta rakyat yang dibuat menderita oleh mereka. Pemandangan seperti itu merupakan hal yang biasa di kerajaan Armenia dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir. Tetapi, sekarang hal tersebut akan segera berakhir.

Di negeri yang menjual rakyatnya sendiri untuk kekayaan para bangsawan serakah, sekarang telah di ujung kehancuran. Sejak berperang melawan Negeri tetangga, Kekaisaran Vandal, yang puncaknya telah berlangsung selama tiga tahun terakhir, kerajaan Armenia terus menerus kalah dan sekarang luasnya hanya tersisa beberapa wilayah saja karena diambil alih.

Alasan kekaisaran Vandal, sebuah negeri Suci dan tertua yang mandiri itu menyerang kerajaan Armenia tidak lain karena serangan awal yang dimulai oleh kerajaan Armenia sendiri, yang dilakukan oleh kekaisaran hanyalah menyerang balik dan menghancurkan Negeri sombong dan kejam tersebut.

Sekarang, di bawah langit malam berbintang yang tertutup kepulan asap di Ibu Kota Kerajaan Armenia, Erteri, sebuah kota dengan dominasi bangunan-bangunan klasik yang terbuat dari batu bata tersebut telah diubah menjadi lautan api oleh kekaisaran. Laki-laki, perempuan, anak-anak ataupun orang dewasa, semuanya dibunuh tanpa pandang bulu. Kekaisaran dengan paham militer tegas benar-benar tidak memberi ampun kepada kerajaan Armenia.

Ibu Kota bersejarah yang berumur lebih dari 600 tahun itu sekarang menjadi seperti neraka yang datang dari kegelapan untuk menghukum penghuninya. Abu melayang ke udara bersama kobaran api, darah ditumpahkan di jalanan dan menguap terlahap kobaran dan arang.

Di tengah kota yang terbakar lautan api, berdiri tegak dan kokoh istana tempat tinggal Raja Kerajaan Armenia dan keluarganya. Di dalam istana itu terlihat puluhan prajurit Kekaisaran dan beberapa kelompok prajurit bayaran yang telah menyusup ke dalam istana untuk membunuh para bangsawan kerajaan dalam tahap akhir invasi.

Satu persatu bangsawan kerajaan Armenia dibunuh dengan kejam. Bukan hanya bangsawan, para pelayan dan orang-orang yang bekerja di istana itu juga tidak luput dari pembantaian.

"Bunuh semua bangsawan bajingan kerajaan Armenia!!"

"Cari!! Cari mereka!! Mereka pasti ada di dalam istana ini!!"

Teriak para prajurit kekaisaran Vandal dengan sangar. Mereka semua mengenakan zirah besi dengan penutup kepala, serta membawa senjata perang jarak dekat seperti pedang, kapak, dan tombak.

"Gadis kecil itu pasti belum lari terlalu jauh. Bunuh semua keturunan kerajaan biadab ini ... semuanya demi keadilan Yang Mulia Kekaisaran!"

Saat para prajurit Kekaisaran mencari Tuan Putri Kerajaan Armenia yang berhasil melarikan diri, di dalam ruang singgasana berdiri seorang gadis dengan sorot mata kosong. Rambutnya berwarna perak dan mengkilat saat terkena cahaya bulan yang masuk melalui jendela besar di ruangan tersebut.

Ia berdiri tegak, memegang pedang besar di tangan kanannya dan mengenakan gaun putih berlapis zirah pelindung. Gadis itu adalah petinggi militer Kekaisaran, salah satu Komandan Empat Arah yang memimpin pasukan pemusnahan kerajaan Armenia. Gadis komandan itu melihat ke arah kaca hias bergambar matahari dan bulan yang terletak di atas singgasana, kemudian menunjuknya. Seakan ada kekuatan mistis, kaca tersebut pecah dengan sendirinya dan kepingannya yang melayang jatuh berkelap-kelip terkena cahaya bulan purnama.

"Aku tidak akan membiarkan kamu lolos, Putri penuh dosa, Fiola Resterus. Atas nama keagungan Yang Mulia Kaisar, akan kupastikan kau mendapat hukuman yang setimpal. Oh, wahai tuanku ... tolonglah tunggulah persembahan akhir negeri laknat ini untukmu. Di ujung pertempuran tak bermoral ini ada keadilanmu, Yang Mulia Kaisar ...."

Ia berbalik, dan berjalan sambil menyeret pedang besar berlapis perak di lantai. Di bawah langit malam, di antara kobaran api yang membakar kota, jeritan-jeritan dari dalam istana terus terdengar bagaikan alunan melodi kehancuran yang membawa semuanya ke alam kematian.

««»»

Pada salah satu sudut bangunan istana yang dibangun dengan arsitektur klasik abad pertengahan, seorang gadis remaja berlari tergesa-gesa sambil membawa lentera kecil sebagai alat penerangan. Ia terlihat kesulitan berlari dengan gaun panjang yang ia kenakan, dan kakinya yang tidak mengenakan alas kaki penuh luka lecet.

Gadis itu adalah Tuan Putri Kerajaan Armenia, Fiola Resterus. Seorang Tuan Putri keturunan keluarga raja Resterus, dan merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Setelah kematian kakak laki-lakinya selama perang, Fiola secara tidak langsung menjadi calon penerus takhta. Tetapi karena memiliki berbagai kondisi khusus, Tuan Putri Fiola tidak diberikan hak sebagai calon penerus takhta, dan hak tersebut diberikan kepada adik perempuannya. Tetapi sekarang semua perselisihan politik dan kekuasaan itu tidak ada artinya, hampir seluruh keturunan Resterus telah tiada.

Dengan telanjang kaki, Putri Fiola terus berlari sambil meneteskan air mata. Masih dengan jelas teringat di benaknya saat-saat yang terjadi beberapa menit lalu, ketika seluruh keluarganya dibunuh dengan kejam oleh pasukan kekaisaran di depan matanya sendiri. Ayahnya dipenggal dengan pedang berlapis perak mengkilat dan kepalanya mengelilingi di karpet, mewarnai jalan menuju singgasana menjadi merah. Ibunya di tusuk dari belakang dan tubuhnya dipotong menjadi dua bagian, setelah itu bagian atasnya dipasak dengan tombak di dinding ruang takhta. Sedangkan adik kecilnya yang hendak kabur bersamanya, terpukul palu raksasa sampai tulang-tulangnya remuk dan tubuhnya dilempar keluar jendela ruang takhta yang terletak di lantai tiga istana. Semua hal tersebut terjadi sangat cepat di mata Fiola, bahkan sekarang dirinya tidak bisa menerima kenyataan kalau seluruh keluarganya telah tiada.

Mungkin lebih baik kalau dirinya ikut mati saat itu juga, itulah yang dirasakan Fiola saat berlari menyusuri lorong istana. Tetapi, raut wajah pelayan yang mengorbankan nyawanya untuk melindunginya dari tusukan tombak yang melayang ke arahnya saat itu tidak membiarkan Fiola menyerah. Rasa bersalah dan keharusan untuk hidup merantainya untuk tetap berlari, meronta dalam takdir kejam yang menyelimutinya.

"Ayahanda ... Ibunda ... Adinda .... Maaf Kakanda, saya ... tidak bisa menyelamatkan mereka semua, aku tidak sekuat Kakanda .... Dia .... gadis berambut perak itu terlalu mengerikan ...! Siapa pun ... tolong ....!"

Putri Fiola terus berlari menuju pintu keluar bagian belakang, menyusuri lorong istana yang gelap tanpa pencahayaan kecuali dari kobaran api yang melahap kota di luar sana. Kakinya sudah tidak kuat berlari, lecet parah mulai muncul dan mengeluarkan suara aneh dari sendi kakinya.

Dengan segenap harapan yang tersisa, Putri Fiola terus berlari sekuat tenaga. Berharap untuk hidup dan pergi dari istana seperti apa yang diharapkan keluarganya dan para pelayan istana kepadanya. Ia tidak tahu mau pergi ke mana setelah keluar, tetapi paling tidak sekarang dirinya harus pergi dari istana, itulah satu-satunya alasan yang membuatnya terus berlari.

Saat berada di persimpangan lorong, tanpa sengaja Putri Fiola berpapasan dengan tiga prajurit yang menyerang Kota Erteri dan menyelinap ke dalam istana. Mereka bukanlah prajurit kekaisaran, tetapi prajurit bayaran yang disewa dan ikut serta dalam serangan penghabisan Kerajaan Armenia ini.

"A ...!?"

Tuan Putri sentak terkejut dan berbalik arah untuk langsung berlari menjauh. Tetapi, langkah kakinya sangatlah lambat jika dibandingkan dengan ketiga prajurit yang ia temui itu. Rambut Putri Fiola ditarik dan tubuhnya dijatuhkan ke lantai oleh salah satu prajurit. Lentera terjatuh dan padam. Mulut gadis berusia sekitar 16 tahun itu dibungkam dengan kasar oleh prajurit tersebut, dan kedua tangan Fiola dicengkeram oleh prajurit lainnya yang ikut serta menindihi Tuan Putri tersebut. Dengan posisi terkapar tak berdaya, ia meronta-ronta dan berusaha melepaskan diri.

"Pak, mau kita apakan gadis ini?" tanya orang yang membungkam mulut Fiola kepada orang yang berjalan mendekati mereka.

"Hem, apa akan kita gunakan dia untuk pemuas di markas atau ... kita jual, pak?" ucap rekannya.

"Hwm ...!! Hwmm!!" Fiola meronta, tetapi tenaganya tidak cukup kuat untuk melawan pria yang menangkapnya.

"Kamu nafsu sekali, Nak Corner! Tentu saja kita akan menjualnya! Lagi pula di markas sudah ada banyak, 'kan?" ucap ketua dari kedua prajurit bayaran yang menjatuhkan dan membungkam Putri Fiola. Ketua mereka adalah Pria tua dengan jenggot pendek berwarna keputihan, terlihat seperti orang licik dan tanpa loyalitas sedikit pun.

"Ya, maaf pak!" jawab salah satu prajurit.

Ketiga orang itu bukanlah prajurit resmi dari Kekaisaran Vandal, melainkan sekelompok prajurit bayaran dari suatu serikat yang disewa untuk penyerangan kali ini, oleh karena itulah mereka terlihat tidak bermartabat dan rendah jika dibandingkan prajurit Kekaisaran lain.

"Huh ...? Kalau tidak salah, bukannya dia putri kedua kerajaan Armenia? Namanya siapa ya? Fi ... Fia ... Fiola Resterus, 'kan? Hem, ... kenapa gadis ini malah berada di sini? Bukannya si penggila keadilan itu sudah membantai seluruh anggota keluarga kerajaan? Hem, ... apa dia membiarkan kamu lolos? Ah, siapa peduli ...," ucap pria tua dengan sedikit tatapan merendahkan.

Ia melihat ke kanan dan ke kiri dengan angkuh sambil memegang jenggotnya. Setelah berpikir dan mempertimbangkan hal-hal berbau uang dan keuntungan, pria itu memutuskan nasib Fiola.

"Hem ... aku rasa, dari pada diberikan kepada gadis penggila keadilan itu, memang lebih baik aku jual ke pasar budak saja. Untuk seukuran gadis bangsawan, mungkin kita akan dapat seribu atau dua ribu keping platinium ...."

Pria tua berjenggot itu berjongkok di depan Putri Fiola yang terbaring di lantai. Perlahan tangan pria tua itu meraba-raba wajah dan tubuh Putri Fiola. Gadis itu hanya bisa pasrah dan mengalirkan air mata. Wajahnya dijilat, dadanya diraba dan bagian pahanya dipegang-pegang.

"Hah, masih anak-anak, ya. Untuk gadis bangsawan dadamu terlalu kecil dan pahamu terlalu keras ... tapi, orang bejat yang punya selera seperti itu juga banyak juga, haha! Aku rasa hargamu di pasaran mungkin bisa sampai seribu lima ratus koin platinium? Yah, terserahlah! Yang penting dapat bonus untuk misi kali ini, lumayan ...," ucap pria tua.

Syuu!

Tiba-tiba hawa dingin terasa oleh semua orang yang berada di persimpangan lorong istana itu. Angin bertiup aneh dan sumbernya datang dari seseorang yang berdiri di belakang pria tua.

"Hee ... semurah itukah harga Putri penuh dosa itu?" Suara serak dan mengerikan bergema di dalam lorong.

Pria tua itu menengok ke belakang, tetapi tanpa bisa melihat sosok yang berdiri di belakangnya, kepala pria tua langsung dipenggal oleh sosok dalam siluet tersebut.

Cret! Cruat!

Darah muncrat keluar dari tubuh tanpa kepala pria tua, dan sedikit membasahi wajah Putri Fiola yang terbaring di depannya dan zirah dua prajurit bayaran.

"Kyaa!!" jerit Putri Fiola.

Kedua pria yang memegangi Putri Fiola langsung melepaskannya dan meloncat ke belakang. Mereka berdua langsung menarik pedang dari sarungnya dan muai waspada. Tetapi sebelum mereka melawan balik, sebuah palu sebesar tong besar datang dari atas dan memukul tubuh salah satu prajurit.

Bruak!!

Tubuh prajurit itu remuk seketika, menjadi gumpalan daging yang hancur bersama lantai keramik. Melihat rekannya mati, prajurit satunya terlihat sangat marah dan menyerang sosok dalam kegelapan tersebut.

"Sialan!! Mati kau!!"

Prajurit itu melesat ke arah sosok yang berada di balik kegelapan. Tatapi, saat sekilas cahaya dari api yang menjilat-jilat di luar istana masuk melalui jendela dan menyinari sosok dalam bayangan, Prajurit terhenti, Ia tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.

"Kau ... kenapa?"

Sesaat prajurit itu terlihat sangat terkejut dan terhenti melihat orang itu, tetapi mengingat apa yang telah orang itu lakukan pada ketua dan rekannya, prajurit tersebut meneruskan serangannya.

"Sialan kau!!"

Sebelum mata pedang mengenai sosok yang masuk kembali dalam sisi gelap ruangan itu, beberapa lingkaran sihir di lantai dan dinding muncul, kemudian mengeluarkan belasan rantai dengan ujung pasak runcing yang melesat dan menusuk prajurit tersebut. Rantai yang masuk dan menebus melalui dagingnya langsung melilit tubuhnya seakan rantai tersebut hidup.

Sreing! Crekt!

Ikatan rantai-rantai itu memulai mengencang dan meremas tubuhnya. Satu persatu tulangnya patah, dagingnya terkoyak, dan kedua tangannya belok ke arah yang salah.

"Si-Sialan kau!!"

Cratks!

Tulang-tulang prajurit tersebut remuk dan tengkorak kepalanya pecah. Saat rantai itu kembali masuk ke dalam lingkaran sihir dan menghilang, prajurit itu jatuh ke lantai dengan kondisi tak bernyawa.

Putri Fiola yang terbaring di atas lantai melihat ke arah orang yang telah membunuh ketiga prajurit bayaran tadi. Sosok yang tadinya tertutup siluet hitam perlahan mulai terlihat, dia adalah seorang gadis berambut perak pajang sepinggang yang terlihat anggun, mengenakan gaun berwarna perak berlapis zirah yang membuat sosok itu bertambah menawan tetapi terlihat kejam dengan sorot matanya yang gelap dan terasa hampa. Gadis itu adalah komandan kekaisaran Vandal, Alice Schneewittchen.

Perlahan Alice melihat ke arah Putri Fiola dengan mata merah menyala di dalam kegelapan. Tatapan itu membuat Fiola gemetar dan merangkak mundur. Dirinya masih ingat dengan jelas apa yang telah dilakukan gadis bermata merah itu saat di ruang tahta. Ia adalah orang membunuh seluruh anggota keluarganya tepat di depan matanya.

Putri Fiola langsung berdiri dan hendak kabur dari tempat itu. Tentu saja gadis komandan itu tidak membiarkannya pergi. Ia membuat lingkaran sihir di telapak tangan kanannya dan mengambil sebuah pedang satu tangan dengan ujung bercabang dua yang tumpul. Ia bergerak dengan cepat dan menghadang Putri Fiola. Tanpa berkata apa-apa, gadis komandan langsung mencekik Putri Fiola dan membenturkannya ke dinding menggunakan pedang dengan ujung bercabang.

"Jangan pikir kamu bisa lari, Putri penuh dosa," ucapnya seraya menatap Putri Fiola dengan tatapan kosong. Fiola langsung merinding, badanya bergetar tidak karuan dan napasnya terasa berat.

"Kenapa ...? Kenapa kalian membunuh semuanya? Apa salah kami?"

Di tengah keputusasaan dan rasa ketidakberdayaan, air matanya mulai berlinang. Alice terkejut, meski begitu rasa belas kasihan tetap tidak tercermin dari sorot matanya.

"Salah? Apa kamu bergurau? Karena ketidakbecusan kalian para keluarga kerajaan Armenia, para bangsawan dan tuan tanah negeri ini mulai bertingkah sesuka hati mereka, lalu tanpa tahu diri ... mereka menancapkan taring mereka pada kekaisaran. Ini adalah hukuman dari kekaisaran suci!"

Gadis komandan memasukan pedang dengan ujung bercabang ke dalam lingkaran sihir dan mencekik leher Putri Fiola dengan tangan kanan, lalu membenturkan tubuhnya ke tembok kembali sampai kepalanya berdarah.

"Tapi tenang saja. Aku tidak akan membunuhmu sekarang. Kau akan menjadi pameran di balai kota untuk dijadikan contoh bagi mereka yang menentang kekaisaran. Ya ..., kurasa ini akan sangat cocok untuk orang penuh dosa seperti dirimu ini ....."

Gadis komandan tersenyum gelap dan ekspresi wajahnya terlihat sangat mengerikan. Sambil menangis tersedu, Putri Fiola dalam benak memohon.

"Siapa saja ... tolong aku ...."