Perempuan itu mengeryitkan kening, berpikir keras atas apa yang baru terajukan pada dirinya oleh perempuan satunya.
"Kak Mela.. Dean enggak bisa ikut ke sana, Dean enggak biasa sama begituan." Tutur perempuan tersebut, berusaha menolak ajakan kakak angkatnya -Mela- dengan sopan.
Dean hanyalah perempuan berumuran 18 tahun, tahun lalu ia baru saja menamatkan pendidikan SMA-nya dan kini masih berpikir untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi ke jurusan apa.
"Come on, Dean. Kamu tidak bisa terus menerus menjadi orang yang kuno, lihat saja dirimu sekarang." Dengus Mela dengan kesal.
Dean menunduk memperhatikan penampilan dirinya sekarang. Kaos polos berwarna putih dan hotpants berwarna senada dengan kaosnya. Dean memperhatikan kulitnya yang berwarna kecoklatan -berbeda dengan warna kulit keluarganya yang putih- karena kurang dirawat oleh Dean sendiri. Rambutnya bahkan sedikit kusut. Keadaan Dean tak menunjukkan sama sekali bahwa ia berasal dari keluarga kalangan atas, apalagi dengan rupanya yang kusam.
"Apa yang salah dengan Dean memangnya, kak?" Dean menatap Mela dengan ketidakpahaman dirinya.
"Kamu jelek, kakak diejek karena memiliki adik jelek dan kuno sepertimu. Apa Dean mau kakak diejek selalu oleh teman-teman kakak?" Mela mulai mengeluarkan tatapan memohonnya dan matanya yang berkaca-kaca, berharap Dean luluh.
Benar saja, Dean seketika menggeleng pelan "Aku tidak mau kakak diejek, tapi kak..." Dean tampak kembali ragu untuk menyanggupi permintaan Mela.
"Mama dan papa sekarang sedang di luar negeri, kamu enggak perlu takut, mereka enggak bakal tahu kok. Kalau nanti mama dan papa tahu, kakak bakal jelasin deh kalau yang ngajak kamu itu kakak, oke?" Mela kembali membujuk Dean dengan serangkaian kata manisnya yang berdampak pada Dean, karena Dean akhirnya mengangguk.
Mela memekik girang dalam hati, senyuman manis berarti itu terukir di bibirnya. Ia pun menarik lengan Dean menuju kamarnya yang berada di lantai dua, akan ia lakukan secepatnya sebelum Dean berubah pikiran.
= = = = = >< = = = = =
"Kakak.. aku takut..juga..dress ini.." Dean melakukan hal yang sama terus menerus, menarik bawahan dress-nya ke bawah dengan segala rasa risih dalam dirinya.
Mela melirik Dean yang mengenakan dress berwarna merah maroon tanpa lengan dan sesampai batas setengah pahanya saja. Kulitnya yang semula coklat kehitaman menjadi sedikit lebih putih dan mulus dibanding sebelumnya, begitu juga dengan wajah polosnya yang kini berpoleskan make-up, tatanan itu mewujudkan postur Dean seperti orang dewasa.
"Diam saja, sekarang ikuti kakak masuk." aksen datar serta kedinginan baik dari cuaca sendiri juga mulai menguak ke segala penjuru. Dean mengangguk pelan walau hatinya menolak penuh tindakan ini, tapi ia rela melakukan ini demi kakak angkatnya itu, bagi Dean sendiri Mela bagai kakak kandungnya dan itu cukup sebagai alasan 'tuk mengikuti semua kegilaan ini.
Langkah kakinya disertai dengan dentuman musik yang menggema memekakkan telinga, asap rokok dan aroma alkohol menguar di udara memasuki indra penciuman lalu menusuknya serta, cukup membuat Dean mengeryit tak suka dan berdehem pelan.
Dean tersadar, Mela menghilang dari pandangannya. Dean mengedarkan pandangannya dengan liar, berusaha mencari keberadaan Mela, perlahan rasa takut menyergap dirinya.
Dean tak kunjung menemui Mela, dengan segenap rasa terpaksa Dean melangkahkan kakinya menuju tangga yang membawanya ke lantai dua, mungkin ia dapat menemukan kakaknya jika melihat dari atas. Dean menelusuri tiap orang dengan tatapannya, berharap menemukan sosok yang dicari.
"Kak Mela.. di mana sih.." Dean bergumam, gusar menyeliputi dirinya semakin pekat. Sekian lama ia tak kunjung menemukan Mela, Dean berniat untuk kembali ke mobil dan menunggu Mela di sana, setidaknya untuk saat ini ia dapat keluar dari night club itu.
Sejujurnya, Dean tak menyangka jika Mela yang selama ini ia anggap sebagai kakaknya itu adalah orang yang baik-baik, namun nyatanya Mela ke tempat seperti ini membuat segumpal kekecewaan timbul dari hati. Dean berharap semoga setelah ini Mela sadar dan tidak lagi mengunjungi tempat laknat ini.
Dean melangkahkan kakinya menuju tangga yang akan membawanya turun ke lantai dasar kembali, sedangkan di sudut sana sepasang mata menatap nyalang penuh gairah terpendam pada Dean yang hendak menuju tangga.
Atas pengaruh alkohol yang ia konsumsi, kaki tersebut mengikuti perintah akal yang mulai menggila untuk mencekal tangan Dean dan menahan langkahnya.
Dean tersentak kaget, dan semua terjadi begitu saja dengan cepat. Laki-laki yang dipengaruhi alkohol tersebut menyeret Dean ke dalam sebuah kamar yang tersedia di night club itu.
"TOLOONG! KAK MELAA!! LEPASKAN AKU!" Dean berteriak bak orang kerasukan dengan tangan yang terus ia usahakan untuk lepas dari cekalan erat laki-laki asing tersebut. Semua orang tampak tak acuh, termasuk laki-laki itu sendiri. Laki-laki tersebut terus menarik lengan Dean hingga sempurnalah Dean berada dalam kamar yang ia pastikan akan menjadi mimpi buruknya.
Berselang waktu sesaat kaki Dean hendak melangkah, pintu telah terkunci oleh sepasang tangan kokoh itu.
"Lepaskan aku, buka pintu itu. Aku ingin pergi, lepaskan aku." Dean bergetar hebat, ia sangat takut.
Laki-laki itu memicingkan mata, menatap Dean dari atas sampai ke bawah seakan menilai sesuatu dari Dean.
"Kau menolakku? Padahal di luar sana banyak wanita yang menyodorkan tubuh secara suka rela padaku."
Dean menatapnya nyalang dengan air mata yang telah merembes keluar dari pelupuk mata, "Aku tidak peduli, buka pintunya, aku ingin pergi! Kau tidak tahu sedang berhubungan dengan siapa sekarang, buka pintu itu!" Dean berseru dengan rasa takut yang mati-matian ia usahakan untuk padam.
Laki-laki tersebut tampak geram, langkah kakinya yang tegap namun terpengaruh alkohol tersebut mendekati Dean dengan jemari yang perlahan bergerak melepas kaitan kancingan kemeja putih kusut yang ia gunakan.
"Memangnya kau pikir kau berhubungan dengan siapa sekarang?" aksen datar menguar memenuhi ruangan menjadi semakin mencekam, membuat Dean mengambil langkah mundur menjauhi Laki-laki asing yang justru semakin mendekatinya.
"Aku tidak peduli kau siapa." suaranya yang bergetar membuat laki-laki itu tersenyum miring memperhatikan Dean.
"Masih ada yang tidak mengenalku rupanya– lebih baik kau ingat namaku ini." Laki-laki tersebut berbisik, membisikkan namanya. "Ingat itu baik-baik."Dean mengulang nama tersebut di benaknya–berharap dapat mengingatnya sebaik mungkin.
"Kau mabuk." Dean berusaha menyadarkan laki-laki tersebut. Namun, tampaknya sia-sia saja. Ia malah menyunggingkan senyum miringnya kembali.
"Lalu kenapa?" Laki-laki itu kini tepat berada di hadapan Dean dengan kancing baju yang telah sepenuhnya tak terkait lagi, perlahan jemari laki-laki tersebut bergerak menyusuri pipi Dean lembut dan tepat pada detik itu Dean menepis tangan laki-laki itu dengan kuat. Dean tak lagi dapat melangkah mundur karena kasur kini berada tepat di belakangnya, seakan menahan dengan pasti. Melangkah ke arah lain pun sulit bagi Dean karena jarak yang terlampau dekat dengan lelaki tersebut hingga tak menyisakan ruang gerak sedikitpun.
Laki-laki tersebut kembali dengan wajah datarnya, menatap Dean dengan kilatan marah. "Dasar ja*ang sialan." geram laki-laki itu dan saat selanjutnya bahkan tak dapat Dean perkirakan sama sekali. Tubuh laki-laki tersebut berada tepat di atas tubuh Dean yang kini terbaring di kasur akibat dorongan dari tangan laki-laki sialan itu.
Dan mimpi buruknya benar-benar terjadi.
= = = = = >< = = = = =