Chereads / Aisyah Wanita yang hadir dalam mimpi Rasulullah / Chapter 58 - Tiga Keadaan Yang Seseorang Tak Bisa Mengingat Satu Sama Lain

Chapter 58 - Tiga Keadaan Yang Seseorang Tak Bisa Mengingat Satu Sama Lain

Dan miswak... Miswak-miswak di tangan indah Rasulullah itu Seakan-akan seperti menjadi pohon Tuba di muka bumi. Sementara itu, aku berlari dan mengeluarkan pohon kecil berbau wangi ini dari te yang aku sembunyikan. Aku basahi, lantas mengelupas ujung-ujungnya, dan tanpa kehilangan bau wanginya aku berikan kepada Rasulullah. Miswak, kesegaran, merupakan uap kesejukan yang mengembuskan nafas, menimbulkan kelembaban di tengah-tengah padang pasir, bergerak seperti keteduhan bayangan di atas lidah. Miswak bermakna muda dan baru. Miswak itu mirip dengan diriku. Rasulullah rindu dan mencari miswak. Rasulullah mencintai kebersihan.

Rasulullah tak pernah marah dengan pertanyaan-pertanyaanku maupun rasa ingin tahuku yang tak ada akhirnya.

"Ada satu hal yang aku ingin tahu ya Rasulullah...?"

"Apa itu Aisyah...?"

"Apa arti ayat 'yaitu pada hari ketika bumi diganti dengan bumi lain dan demi pula langit, dan mereka semuanya berkumpul menghadap kehadirat Allah yang maha Esa lagi maha perkasa.' Begitu firman Allah dalam sebuah ayat Al-Quran. Jika muka bumi dan langit tak akan sama dengan yang sekarang... pada hari itu di manakah manusia akan berkumpul? "

Rasulullah mengungkapkan kegembiraannya karena tak seorang pun yang bertanya seperti pertanyaan ini kepadanya sampai saat ini.

" Ya Aisyah... di hari itu manusia akan berada di Shirat... "

Aku mulai menangis. Rasulullah langsung bertanya apa yang terjadi pada diriku.

"Aku memikirkan akhirat. Apakah di hari-hari itu engkau masih akan ingat kepada Ahli Bait dan keluargamu?"

Seketika itu wajahnya berubah serius. Rasulullah memberikan jawaban Seakan-akan dia berada di momen itu.

"Aku bersumpah kepada Rab-ku ada tiga keadaan yang seseorang tak bisa mengingat satu sama lain. Pertama, ketika amal-amal ibadah ditimbang, tanpa mengetahui apakah pahala atau dosa yang lebih berat. Kedua, ketika catatan amal dibagikan. Ketiga, di jembatan Shirat sampai ia melewatinya. Di tiga tempat itu manusia takkan kenal satu sama lain.... "

Tangisku pun semakin bertambah keras mendengar jawaban itu. Rasulullah membelai rambutku lembut penuh kasih sayang.

Ketika Rasulullah terus membahas mengenai betapa sulit hari perhitungan, aku bertanya penasaran, " Ya Rasulullah, apakah Allah juga berfirman mengenai orang-orang yang dimudahkan di hari perhitungan?"

"Itu berhubungan dengan yang ditawarkan, bukan soal perhitungan. Yang hitungan amalnya sedikit, ia akan musnah..."

Rasulullah adalah seorang Muslim yang benar. Ia selalu melakukan ibadah shalat dengan benar dan berpuasa dengan benar. Dia menunjukkan diri untuk menjadi seorang Muslim yang benar dengan memberi zakat.

Aku Kadang-kadang berkata seperti ini, " Ya Rasulullah, engkau adalah orang yang diberikan kabar gembira dengan surga..." Dia berkata bahwa dirinya pun takkan selamat dengan seluruh amal ibadahnya, kecuali mendapatkan Rahmat Allah. Sebelum tidur, Rasulullah paling sedikit tujuh puluh kali mengucapkan istighfar, bersyukur kepada Rab di dalam shalat - shalat malamnya sampai pagi hari tiba, memohon ampunan dan Rahmat Allah.

Sementara itu, di saat Rasulullah menginginkan perhatianku, ia suka berkali-kali memanggilku dengan berbagai sebutan. "Wahai putri Abu Bakar.... Wahai putri Ash-Shidiq.... Wahai Aisyah," katanya.

Saat itu, seluruh tubuh dan ruhku ibarat telinga dan mata. Seluruh perkataannya aku hafalkan, seluruh perkataannya menggetarkan ruhku, mengukir, menggali.

Aku bertanya kepada Rasulullah apa arti pernyataan di dalam surat Al-Mukminun dan siapa "orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan dengan hati yang takut sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka". Siapakah orang-orang yang takut ini? Apa mereka adalah orang yang memberi dan takut kepada Allah setelah melakukan zina, meminum minuman keras, melakukan banyak hal-hal buruk?

"Bukan, wahai putri Abu Bakar, Bukan itu, putri Ash-Shidiq. Orang-orang yang takut disini adalah mereka yang takut bahwa ibadah shalat, puasa, dan sedekah yang mereka keluarkan tak diterima oleh Allah," ucap Rasulullah.

Gaya bicara Rasulullah sangat lembut. Tak hanya aku, tapi juga menarik seluruh orang yang berada di sekitar ke arahnya. Ia seperti sebuah penghangat besar. Seperti ada sinar terang matahari di setiap perkataan Rasulullah.

Para pemuda suka bertanya kepadaku mengenai diri Rasulullah. Aku malah balik berkata begini kepada mereka, "Apa kalian tak pernah membaca Al-Quran? Rasulullah itu adalah Al-Quran yang berjalan."

Perkataan Rasulullah itu seperti penerang yang terang benderang. Ia membuka cakrawala.