Chapter 64 - Aku anak yatim

Suatu pagi di hari raya....

Rasulullah berada di antara keramaian masyarakat yang bergembira setelah shalat hari raya. Sementara itu, beberapa orang membagikan jamuan kecil di jalan. "Silakan, silakan," ucap mereka sambil mempersilakan orang-orang yang ke luar dari Masjid untuk mengambil kurma, susu, dan roti. Sementara itu, anak-anak bermain diantara mereka sambil berlari-lari bahagia kesana-kemari seperti perahu kecil. Semua orang yang berada di sana menyaksikan anak-anak berlari-lari bahagia dengan tatapan penuh suka cita. Anak-anak adalah kebahagiaan di hari raya.

Tapi tidak bagi satu anak ini...

Dia berdiri di pojok dengan raut muka sedih menyaksikan teman-temannya yang bermain. Anak ini tak memiliki ibu maupun ayah. Dia menyaksikan teman-temannya. Padahal, pagi itu adalah pagi hari raya. Meskipun pagi itu yang datang adalah hari raya, kedua tangannya tak merasakannya.

Rasulullah yang berjalan-jalan di antara keramaian mengakhiri langkahnya di antara anak-anak. Rasulullah menanyakan keadaan dan kabar anak-anak yang berada di sekelilingnya. Dia membelai kepala anak-anak yang menurut Rasulullah adalah "aroma surga". Tepat saat itu Rasulullah menyadari seorang anak yang menatap teman-temannya penuh kesedihan. Hatinya bergetar ketika melihat anak itu duduk menangis sendirian.

"Anakku," ucap Rasulullah kepada anak itu. "Mengapa kau tak bermain?"

Anak itu seketika berdiri dan berusaha merapikan pakaiannya yang lusuh dan ada banyak sobek di sana-sini.

"Rasulullah," ucapnya sambil menunduk. "aku anak yatim... aku tak memiliki ayah maupun ibu..."

Lantas dia diam. Anak itu sedih. Kemudian butir air mata mengalir dari kedua matanya... Seakan-akan saat itu kota terbang. Madinah terbang tinggi, sampai di langit kemudian turun dengan cepat.

Kata-kata itu Seakan-akan menumpang di bahu Rasulullah.

"Aku anak yatim..."

Kota menjadi berat. Kota menjadi sangat berat hanya dengan kata "yatim". Rasulullah menatap anak itu dengan mata berkaca-kaca. Ada anak yang hari rayanya tak pernah kunjung tiba. Langit dan bumi menjadi saksi bahawa saat itu mereka adalah dua anak yatim.

"Aku juga seorang anak yatim," ucap Rasulullah.

Sambil mengulurkan tangannya ke arah anak itu beliau berkata, "Aku adalah ayahmu Aisyah adalah ibumu, maukah Hasan dan Husaein jadi saudaramu?"

Kedua mata anak itu langsung berbinar cara dan berkata, "Iya aku mau.... Mau... Mau..."

Rasulullah membawa anak itu ke rumah kami. Dia memberi baju kepadanya dan kami bersama-sama mencuci wajah dan rambutnya. Setelah rapi dan bersih, dia segera berlari menuju hari raya lagi,bergabung dengan teman-temannya. Teman-teman yang melihat kegembiraannya bertanya kepadanya, "Apa yang terjadi padamu?"

Anak itu menjawab, "tak terjadi apa-apa." ia mengangkat kedua bahunya. "Rasulullah adalah ayahku, Aisyah adalah ibuku, Hasan dan Husaein menjadi saudaraki. Hari ini hari raya yang telah datang kepadaku..."