Chereads / Aisyah Wanita yang hadir dalam mimpi Rasulullah / Chapter 55 - Makanan "Tirit" (1)

Chapter 55 - Makanan "Tirit" (1)

Aku tak pernah melihat keburukan para istri Rasulullah melainkan kebaikan dan ketulusan hati mereka. Meski sering diantara kami terjadi persaingan, pastinya itu bukan perselisihan, sebab hal ini selalu berakhir manis. Kadang-kadang kami terkejut dengan perbuatan yang kami lakukan, kemudian menyesal dan segera berusaha saling menghibur satu sama lain. Kadang-kadang kami juga berkumpul dan menertawai keadaan kami. Rumah kami berderet bersampingan satu sama lain. Setiap takdir rumah berjalan bersama-sama dengan takdir Madinah.

Dulu ketika masih tinggal bersama di rumah ibu, pekerjaan rumah tak banyak aku lakukan. Ummu Ruman ibuku dan Asma kakak perempuanku membesarkan aku dengan seribu satu kemanjaan karena mereka adalah ibu rumah tangga yang mengagumkan. Tapi, ketika aku menjadi istri Rasulullah... Rasulullah seperti menjadi pusat harapan.

Aku harus melakukan sendiri semua pekerjaanku di rumah. Aku menggiling tepung dengan penggiling. Kadang-kadang, ketika sedang mengaduk adonan masakan, aku tertidur karena kelelahan, kemudian keledai tetangga malah masuk kerumah dan memakan adonan itu. Ah keledai nakal! Begitu terbangun, aku langsung mengusir keledai itu dari rumah. Aku bahkan berusaha menghukum keledai itu, tapi Rasulullah menghalangiku, memegang lenganku, dan memperingatkanku untuk tak berkata buruk sambil tersenyum.

Memasak makanan merupakan hal besar. Benar, makanan bisa menjadi sesuatu hal besar. Bisa menaruh minyak untuk memasak daging dan mengolahnya saja sudah merupakan masalah bagiku, apa lagi bisa menjadikan masakan itu terasa lezat. Jelas itu membutuhkan keahlian besar, dan juga bukan sembarang keahlian! Sebagian makanan itu dimasak untuk para Suffah, sebagian lagi untuk para tamu Rasulullah yang datang dan pergi dari rumah kami. Karena itu, memasak makanan menjadi amanah pekerjaan yang besar. Apalagi ditambah ada persaingan di antara para perempuan Ahli bait seperti Saudah, Ummu Salamah, dan Safiyah yang jelas merupakan juru masak handal. Benar... Kadang-kadang mengolah makanan menjadi masakan bisa berubah menjadi ujian duniawi yang menguras tenaga dan pikiran.

Tapi Rasulullah selalu menatap kecemasanku ini sambil tersenyum. "Tak ada yang mencapai kedudukan sejajar di antara para perempuan, selain Maryam putri Imran dan Asiyah istri fir'aun, yang tumbuh dewasa di antara para lelaki. Tapi, ketika bicara soal keunggulan Asiyah di antara para perempuan,.... Keahlian memasaknya seperti makanan Tirit, " ucap Rasulullah.

Makanan dan rasanya bagi perempuan merupakan mahkota paling tinggi. Aku berpikir begitu mungkin karena aku berlomba di antara para juru masak yang sangat ahli di bidang ini.... atau mungkin karena Rasulullah membandingkan keahlianku dengan Tirit. Aku meminggul kehormatan ini.

Tirit....

Makanan yang membangkitkan wajah tersenyum di masa-masa kelaparan dan kemiskinan kami.

Tirit....

Sumber kehidupan yang membawa keberadaan dari kekosongan, seperti kekuatan pergelangan tangan yang memegang tombak, kuda yang berlari bagai embusan badai, bebatuan tangguh yang menantang badi padang pasir.

Tirit....

Layaknya apapun yang turun ke meja makan Nabi 'Isa dari langit, keberkahan juga turun ke meja makan Nabi terakhir.

Dan cinta. Seperti hadiah dari bibir Rasulullah yang tak dapat disembunyikan dari sakunya.

"Aisyah.... Aisyah.... Aisyahku, apa kabarmu?"