Suatu hari kami terbangun karena gelegar suara petir dari kejauhan. Lantas kami keluar dari rumah dipenuhi kecemasan. Tak lama kemudian kami melihat Rasulullah dengan sigap menunggangi kudanya dan bergerak cepat pergi menuju arah suara petir datang. Setelah kembali, Rasulullah mengatakan kepada kami bahwa tak ada hal yang perlu dikhawatirkan. Tapi, disisi lain kami merasakan bahwa Selangkah demi Selangkah "Hari Furqan" semakin mendekat. Sadara-saudara Mekah kami ingin menarik lagi kami dari Madinah. Mereka memberi tekanan kepada orang-orang yang melakukan perjanjian. Sungguh, Mekah tak pernah membiarkan kami hidup nyaman.
Tapi, di antara hari-hari itu bukan berarti hal-hal baik tak terjadi. Fatimah, bunga mawar rumah kami, akan menikah dengan Ali sang pemberani dari yang pemberani. Saking sayangnya, Fatimah juga kerap dipanggil "buah hatiku" oleh Rasulullah. Aku selalu memberi tahu dengan jawaban serupa atas pertanyaan yang kerap diajukan berulang-ulang mengenai siapa yang paling dicintai Rasulullah di antara para pemuda.
"Rasulullah sangat mencintai Fatimah, kemudian Ali, calon suami Fatimah..."
Sungguh begitu berharga Fatimah bagi Rasulullah, ayahnya. Rasulullah pasti segera berdiri dan mempersilakan tempatnya begitu Fatimah masuk ke rumah. Fatimah juga seseorang yang sangat menghormati orang lain. Dia segera berdiri menyambut Rasulullah begitu masuk rumah.
Tak hanya aku, istri-istri Rasulullah juga sangat mencintai Fatimah. Suatu hari, ketika sedang mengobrol dengan istri-istri Rasulullah lainnya, seseorang masuk ke rumah. Awalnya kami kira Rasulullah yang masuk, tapi ternyata ia adalah Fatimah Az-Zahra. Kami tak menyangka ia Fatimah, karena cara masuk rumah, wajah, jalan, kelakuan, dan akhlaknya sangat mirip Rasulullah.
Begitu terang dan cerah wajah Fatimah, sampai bila di tengah gelap gulita malam aku masih bisa melihat rona sinarnya. Ibu Fatimah adalah Khadijah Al-Kubra. Dan tak ada satu orang pun di antara istri-istri Rasulullah yang dapat mengungguli dirinya. Semasa muda, sering aku merasa cemburu kepada Khadijah. Meskipun telah wafat, Rasulullah selalu mengenang kesetiaan Khadijah.
Ketika memotong kurban, Khadijah membagikan bagian pertama kurban untuk teman-temannya. Bahkan, Rasulullah sangat senang ketika Halah, saudara perempuan Khadijah, datang besanggah dengan tongkat. Suara Rasulullah pun langsung berubah. Rasulullah langsung mempersilakan Halah duduk di sudut depan, lantas meletakkan baju yang dia kenakan di lantai tempat Halah duduk.
Dari sikapnya, aku sangat paham kapan Rasulullah mengingat Khadijah. Suara dan intonasi bicaranya berubah seketika nama Khadijah tebersit dalam pembicaraan. Tapi, setiap kali aku merasa sedih dan cemburu mengenai hal ini, Rasulullah selalu berusaha menenangkan hatiku. Dia menjelaskan satu per satu keunggulan dan keutamaan istri pertamanya itu.
Suatu hari datang seorang perempuan tua ke rumah kami. Rasulullah menyambutnya dengan hormat dan menanyakan keadaannya. Terlihat jelas bahwa Rasulullah tampak kenal perempuan itu. Anehnya, Rasulullah malah bertanya, "Namamu siapa?" Sambil menyembunyikan rasa malunya, perempuan itu menjawab, "Jatsamah." Jatsamah itu berarti buruk. Maka kemudian Rasulullah berkata, "Bukan, namamu bukan Jatsamah, tetapi Hasanah."
Setelah beberapa saat, kemudian perempuan itu pergi. Ia Seakan-akan dianugerahi rahasia kecantikan berkat mendapat nama Hasanah. Baru setelah perempuan itu pergi aku bertanya kepada Rasulullah apa yang menyebabkan dia memuji perempuan itu dengan nama tersebut.
"Dia itu salah satu sahabat Khadijah. Ketika Khadijah masih hidup, dia sering datang bertemu," jawab Rasulullah. Kenangan-kenangan terhadap teman-teman Khadijah juga sudah bisa membuat Rasulullah bahagia. Aku mempelajari arti kesetiaan darinya.
Kejadian... ah Khadijah. Semoga Allah memberkahinya. Kami hidup di tempat tinggal mutiara di surga ketika kami berada di Mekah.
Kami para perempuan Ahli Bait selalu membahas keunggulan Khadijah setiap kali ingin mendapatkan jawaban yang kami harapkan atas sebuah persoalan. Kami tahu, begitu nama Khadijah terucap, semua orang berhenti penuh dengan perhatian.