Kakakku mengamati lingkungan secara seksama, kemudian menanamkan nya baik-baik dalam ingatan. Dia merapikan rambutku dengan jemarinya. Ia sering mengizinkan aku memakai anting kurangnya yang aku sukai. Dia suka lari-lari mengejarku dengan aroma wangi yang menempel di tubuh. Kadang-kadang dia membelai tanganku atau sesekali mengusap rambutku sambil memanggil, "Humaira.... "
Humaira......
Panggilan ini sering diberikan kepada anak-anak perempuan berkulit putih dengan pipi semua merah. Sumber kata "Humaira" mengalir dari "ahmer" sampai ke "hamra".
putih, merah muda, merah, kemerah-merahan. Itu semua adalah warna-warna masa kecilku.
" Humaira ku, si kecil warna Merahku, " ucap kakakku sambil menarikku ke dalam pelukannya.
Sepuluh tahun jarak umurku dengan kakakku.
Meskipun telapak tangannya sama-sama beraroma wangi seperti yang dia belaikan kepadaku, aku tak bisa mengubah dunia dengan aroma wanginya.
"Bagaimana ini bisa menjadi seperti ini waktu dewasa. Aroma-aroma wangi ini pun tumbuh bersama kita. Dari dulu aroma wangi ini dibawa para gadis, dan kemudian akan dibawa para wanita, " jawabnya sambil memelukku erat-erat.
Hari kelahiranku merupakan masa-masa yang dekat dengan kemunculan Risalah. Setelah keluargaku memilih Islam, aku ingat kaum Mukminin membaca ayat-ayat dari Surah al-Qamar ketika aku sedang bermain dengan tema-tema ku.
Asma adalah kakak perempuanku, temanku, dan sekaligus sahabat rahasiaku. Kami juga bersama-sama jalan ke pasar kain yang kebanyakan dijalankan oleh orang-orang dari keluarga Tamim, toko-toko perhiasan, sampai ke jalan-jalan besar. Bahkan, jika bisa dan sedang tak ada keramaian, kami biasanya masuk ke Kakbah. Di tempat Haram inilah kaum Muslimin dilecehkan.
Kakbah merupakan tempat ibadah kuno yang dianggap sebagai pusat "agama leluhur" oleh para tokoh pemuka di Mekkah. Tempat ini sering dikunjungi pedagang-pedagang Yahudi dari Madinah dan para tokoh Katolik dari Damaskus.
Di tempat ini pula para pengembara dari Yaman suka menceritakan sebuah kisah perjalanan panjang diiringi nyanyian. Mereka kerap mengenakan pakaian yang terlihat aneh. Dengan imbalan uang sekadarnya para wanita tua Yaman akan menceritakan dongeng selama berjam-jam. Aku suka dengan cerita-cerita kehidupan manusia yang menggetarkan hati. Mereka berangkat dengan kapal-kapal yang mereka tumpangi dari Afrika ke Mekkah.
Saat berkeliling pasar, kakakku selalu memegang erat tanganku dan tak pernah melepaskan nya. Ayah selalu menasehati dan memperingatkan mengenai hal ini. Ayah memang sangat perhatian dan melindungi anak-anaknya, terutama keselamatan anak-anak perempuannya. Harga diri dan keamanan selalu menjadi hal utama. Beliau takut kehilangan diriku. Karena itu khususnya di hari-hari pasar yang ramai, aku dilarang pergi sendirian dari rumah. Kakakku yang saat itu berumur kurang-lebih enam belas tahun pun hanya bisa berjalan di sekitar daerah yang berada di bawah kontrol suku Tamim. Kami, para wanita dari keluarga Tamim, diperingatkan menjauh dari pasar-pasar yang sibuk dengan perdagangan minuman keras dan budak.
Itulah hari saat aku melihat mereka.