Kata-kata orang tua itu telah terukir ke dalam hati ayah.
Memang, pada waktu itu semua orang berada pada masa penantian. Bahkan, hanya untuk mencari tahu hal ini banyak orang datang dari jauh menuju Mekkah. Orang-orang telah mendapatkan kabar ini dari Injil dan Taurat. Bahkan ada yang mulia menanti kemunculannya dari suku Quraish. Amr bin Hisyam, yang kemudian dikenal dengan nama Abu Jahal, pun menjadi salah satu nama yang muncul. Jika kenabian itu muncul dari salah satu masyarakat Haram, penantian pun bisa tertuju pada seseorang yang berasal dari garis keturunan unggul meski tak ada seseorang pun berkata mengenai hal itu.
Masih terkesan dengan cerita di hari kepulangan ayah dari Yaman, dia mendapatkan kabar lebih mengejutkan lagi. Sahabatnya, Hakim bin Hizam, berkunjung kepadanya. Ketika para pelayan memberikan jamuan kepada para tamu, dia berkata, "Suami bibi kalian Khadijah, al-Amin, berkata bahwa dia adalah seorang nabi yang diutus Allah, utusan Allah seperti Nabi Musa. "
Setelah kembali dari perjalanan jauh, adat Mekkah mengharuskan seseorang saling berkunjung kepada sesama tokoh untuk mengucapkan selamat datang. Pada malam hari itu juga, seorang tokoh Mekkah dari Quraish pun berkata hal serupa. "Tahukah apa yang dikatakan temanmu? Ternyata, kenabian turun kepada keponakan Abu Thalib yang aneh dan yatim itu. Jika bukan karena persahabatanmu, aku bersumpah kita akan langsung memberikan perhitungan dengannya. Tapi, kau sudah pulang. Kau cukup baginya. Berikan nasihat kepadanya atau apapun. Lakukanlah apa yang kau mau dengannya, tapi kegilaan ini harus segera diakhiri, " ucapnya.
Dengan perasaan heran ayah bertanya kepada para tamu yang duduk di halaman dekat pintu masuk, "Apa yang terjadi dengan Al-Amin? Apa yang dia ucapkan kepada orang-orang? "
"Dia duduk di Ka'bah dan berkata bahwa tak ada Tuhan selain Allah. Dia mengajak orang-orang untuk keluar dari agama leluhur dan masuk ke agama yang dia dakwahkan. Dia adalah nabi utusan Allah, ucapnya, " kata mereka sambil menggerutu.
Beberapa orang mencoba tersenyum meski ingin menampakkan ketidakpedulian atas hal itu. Meski masih kecil, aku bisa melihat betapa mereka sebenarnya sangat peduli dengan hal yang dibicarakan. Jika ini merupakan suatu hal yang bisa dipecahkan dengan tawa dan senyuman, mengapa mereka datang kepada ayah? Di samping itu, mereka ingin ayah menjadi perantara.
Setelah ayah menjamu dan mempersilahkan para tamu pulang, dengan segera dia pergi keluar.
Muhammad di mana? ucapnya bertanya. Begitu mendapat jawaban "Di rumah Khadijah, " dia segera tiba di rumah itu.
Mereka berdua berbicara mengenai apa yang terjadi sambil berlutut. Setelah mendengarkan al-Amin dengan seksama, ayah menceritakan apa yang dia dengar dari seorang bijaksana tua di Yaman. Kemudian, ayah bertanya sesuatu.
"Wahai sahabat baikku, siapa yang mengajari apa yang kau katakan ini? "
"Malaikat agung yang juga memberi kabar kepada para nabi sebelum ku, wahai Abu Bakar. "
Ayah kemudian berseru, "Atas nama ayahku, ibuku, dan sahabat-sahabatku, aku percaya dengan apa yang kau jelaskan kepadaku. Ulurkan tanganmu! Aku bersyahadat bahwa tak ada Tuhan selain Allah, kau adalah Rasulullah! "
Ketika ayah kembali ke rumah dari pertemuan singkat tapi penting itu, dia mengumpulkan seluruh anggota keluarga dan menjelaskannya satu per satu. "Orang yang tak pernah bohong kepada orang lain, orang yang dipercaya akhlak dan perkataannya, apakah dia bisa berbohong mengenai Allah? Tak perlu diragukan lagi, dia berkata benar, " ucapnya.
Pernyataan ayah atas ucapan syahadat menjadi Muslim tanpa keraguan dan kekhawatiran sungguh menyenangkan hati Rasulullah. Mekkah telah berubah menjadi dua gunung dengan puncak tajam berbatu-batu terjal. Di antara dua gunung ini, tak ada hal lain yang menyenangkan hati nabi terakhir seperti ucapan syahadat yang diucapkan Abu Bakar.
Ayah adalah orang dewasa kedua setelah Khadijah yang mendukung Rasulullah. Dia ada di urutan kedua. "Urutan kedua" ini juga menjadi tanda kesetiaan, merupakan kebanggaan dan kehormatan bagi ayah di sepanjang hidupnya. Seluruh keluargaku mengikuti jejak ayah, kecuali kakekku Abu Khuafa.
Rasulullah memberikan julukan kepada ayah "Ash-Shiddiq", atas keimanannya yang bersih, tanpa keraguan, kesetiaan, dan perkataannya yang jujur. Sementara itu, julukan" Atiq" juga diberikan Rasulullah, bermakna, "seseorang yang terbebas dari azab neraka. " Sepengetahuanku, ayah adalah orang yang setia kepada Rasulullah. Karena belas kasihnya, Rasulullah sering berucap "orang yang berbelas kasih" kepada ayahku. Pun karena seluruh kekayaan dan dirinya dihibahkan untuk Islam dan kaum muslimin, Rasulullah juga memanggil ayah dengan panggilan "Zu'l-Hilal".
Aku, Aisyah.....
Putri Ash-Shiddiq....
Aku, Aisyah...
Putri Zu'l-Hilal...
Aku adalah putri Abu Bakar " yang berbelas kasih " dan Atiq.....