Duduk sendiri di balkon rumah, Derell sibuk menata maketnya. Sebagai mahasiswa jurusan arsitek, tentu ia dihujam dengan setumpuk tugas yang berbau desain. Derell membuat maket apartemen dan lingkungannya. Sudah menjadi mimpinya sejak kecil untuk menjadi arsitek.
Derell berkuliah di Yonsei University dengan jalur mahasisawa berprestasi dan menjadikannya mendapat beasiswa penuh.
Derell yang berparas rupawan memiliki tinggi 181 cm dengan berat badan proposional ini, terkenal pintar, namun selalu memberi kesan misterius. Rupawan, pintar, misterius. Setidaknya itulah tiga kata yang dapat menggambarkannya. Orangtuanya berasal dari kalangan menengah , namun ia tak pernah canggung bergaul dengan kalangan elite dari old money. Dia juga aktif di berbagai organisasi seperti menjadi volunteer di PBB. Bahkan dia menjadi duta mahasiswa anti bullying dari United Nation.
Derell tidak memiliki banyak kisah percintaan. Hidupnya lebih banyak dicurahkan untuk bekerja, belajar dan tentu menggapai mimpinya. Namun bukan berarti Derell tidak punya seorang terkasih di hatinya. Derell memiliki cinta pertama yaitu Eclaire. Berkali-kali ia menembak Eclaire namun sayang Eclaire hanya bisa menjadikan Derell sebagai temannya. Derell adala
Derell berjanji akan menunggu Eclaire sampai Eclaire sukses dan berusaha meluluhkan hati Eclaire di waktu yang tepat.
***
Eclaire's POV
Baru saja aku melangkah masuk rumah, Ibu tiriku, Nyonya Shin Aera menegurku yang tidak mengucapkan salam.
"Hei, di mana sopan santunmu?!"
"Apa perlu aku bersopan santun terhadap orang yang bahkan tak menganggapku?!" Aku melengos masuk ke kamarku.
"Kau itu anak tidak tahu diuntung?! Keluyuran malam-malam, mana ada anak gadis yang kelakuannya sepertimu!"
"Nyonya Shin, kumohon kau diam jika kau tidak tahu apa-apa. Aku tidak pernah mengadu macam-macam terhadap Ayah atas segala perbuatanmu padaku, aku bahkan tidak pernah membantah Anda di hadapan Ayah. Tapi mengapa kau tidak mengerti juga?! Aku bahkan rela Ayah lebih sayang dengan Carmell daripada denganku. Kumohon jangan bersikap lebih buruk lagi padaku?!"
Aku lelah dengan keegoisan Ibu tiriku. Aku hanya memanggilnya Ibu di depan Ayahku hanya untuk menyenangkan Ayahku.
"Dengar ya Cleire, aku bukan tidak sayang padamu tapi kau memang susah diatur. Coba kalau kau menjadi anak penurut seperti Carmell, pasti aku bisa sayang padamu."
"Sudahlah Nyonya, diam saja bisa? Aku bahkan tidak protes kau tidak menjengukku di rumah sakit."
"Kau masuk rumah sakit juga kesalahanmu sendiri, sudah bagus Ayahmu tidak tahu dengan kelakuan nakalmu!"
"Tuan Hwang Jungmin bicara apa memang?"
"Katanya kau pergi malam-malam dan bertemu geng motor, kau hampir diculik mereka dan katanya kau bersama Azran. Benar?"
Batinku dalam hati. Tuan Hwang , aku ingin berkata apa tapi aku tidak bisa.
Seseorang membunyikan bel rumah.
"Ting nong ting nong!"
Aku keluar bergegas membukakan pintu.
Di hadapanku siapa coba tebak yang datang.
"Kau kemana saja dua hari ini? Aku cemas dan khawatir. Telepon tidak diangkat, pesan tidak dibalas." Pria di hadapanku ini tidak ada angin, tidak ada hujan tanpa basa basi langsung to the point berkata-kata.
"Der.. Sa… Saya… Sedang ada urusan, maaf jika tidak mengabarimu."
"Aku bertanya ke teman-teman sekelasmu, tidak ada yang tahu keberadaanmu."
"Derell ayo masuk. Akan kubuatkan minuman," ajakku.
Nyonya Shin tersenyum menyambut kedatangan Derell. "Nak Derell…"
Derell tersenyum menatap Nyonya Shin. "Nyonya, permisi. Maaf Saya mengganggu."
"Tidak sama sekali," sanggah Nyonya Shin.
Aku mengajak Nyonya Shin ke dapur.
"Kenapa kau?"
"Nyonya, kumohon jangan beritahu Derell kejadian yang menimpaku dan Azran ya?"
Nyonya Shin mendadak tersenyum. "Kau tenang saja, aku tetap ingin Derell menjadi menantuku kelak. Tenang aku akan membantu menjaga nama baikmu di depan Derell."
Batinku. Terserah anda saja.
***
Derell mengeluarkan laptopnya. Ia mulai mengetik.
"Der," panggilku yang ada di sebelahnya.
"Iya Cleire."
"Kau sedang mengerjakan apa?"
"Tugas gambar."
"Itu software apa Der?"
"Autocad."
"Oh, baru denger."
"Ini software buat gambar."
"Gambar garis sama titik doang padahal. Gambar apanya gambar?!" Apa bedanya sih gambar-gambar itu, sebagai orang awam aku tak mengerti kecerdasan orang-orang seperti Derell.
Derell dan Azran sama saja, yang satu suka gambar garis sama titik-titik rumit, yang satu senang mengetik kombinasi huruf dan angka yang memusingkan. Yang satu calon arsitek, yang satu calon programmer. Apalah saya yang tahunya hanya teori dan kemampuan merangkai kata.
***
Cafe yang didekorasi berwarna pink pastel dan hijau pastel ini sangat unik. Tempatnya benar-benar cantik dijadikan latar foto. Di sudut manapun akan terlihat cantik di foto. Mulai dari hiasan foto-foto dengan quote-quote cinta sampai meja-meja yang didesain seperti kelas Taman Kanak- kanak.
Aku menunggu di cafe berniat menemui Trixie. Trixie adalah seorang trainee idol yang baru sebulan aku kenal. Aku berusaha mengeluarkannya dari lubang hitam mafia industri entertaiment.
"Eonni..." Raut wajah Trixie tampak tak senang bertemu denganku.
"Trixieya... oraen manida (sudah lama tak berjumpa)," sapaku. "Apa..."
"Buat apa kau menemuiku? Apa tujuanmu menemuiku?" potongnya mendadak kasar padaku.
"Kau apa-apan sih? Aku hanya..."
"Legenda tentangmu sudah tersebar di kalangan trainee-trainee idol, sok-sok-an ingin menjadi pahlawan agar tak terjerumus ke kehidupan kelam entertainment?"
"Trixie, dengarkan aku..."
"Dengarkan aku ya Eonni, aku sama sekali tidak minta diselamatkan. Yang aku mau adalah cepat debut, tidak peduli bagaimana caranya. Tapi, sekarang impianku kandas!"
"Trixie..." Aku berusaha tak terpancing emosi. "Dengarkan aku, kau masih muda, ada banyak kesempatan terbentang di hadapanmu. Jalan yang lurus untuk bisa debut juga masih banyak." Aku meyakinkannya.
"Eonni, kau maunya supaya kami para trainee gagal debut kan sepertimu? Aku tahu kau itu hanya ex-trainee yang akhirnya frustasi keluar menjadi trainee karena tak kunjung debut."
Kata-katanya tentu sangat lancang namun aku tak bisa membalas perkataan gadis ini.
"Trixie... aku minta maaf sebelumnya."
"Sudahlah aku sibuk, aku ingin segera pergi."
"Kau ingin pulang? Mau aku panggilkan taksi?" tawarku.
"Tidak usah, pacarku akan segera datang menjemputku."
"Kau punya pacar?"
"Iya."
"Pacarmu tidak keberatan jika kau debut dengan cara..."
"Tidak, tidak masalah. Eonni aja yang rempong mengurus hidup orang lain!"
Seseorang datang menghampiriku dan Trixie. Seseorang yang ternyata kukenal. "Bryan?"
"Halo Eclaire!"
"Kau..."
"Iya aku pacarnya Trixie."
Bryan Han adalah trainee dari ARK yang merupakan gitaris dari band indie 'Golden Boy'. Sampai sekarang, bandnya belum resmi debut dan masih menjadi pengisi acara-acara offline saja. Ia juga temanku semasa menjadi trainee di ARK.
"Kau tahu tidak Azran sekarang ini di rumah sakit?"
Aku tertegun.
"Seharusnya sih kau tahu, Jerry Hyung tidak mungkin tidak memberitahumu."
Trixie ingin tahu. "Azran Sunbaenim sakit apa memang?"
"Kudengar dia dipukuli oleh brandalan geng motor tapi aku juga tidak mengerti kenapa Azran bisa keluyuran tengah malam. Setahuku Azran clubbing aja ogah apalagi keluyuran nggak jelas!"
"Mengerikan sekali," ringis Trixie. "Lalu bagaimana keadaannya?"
"Kabarnya dia sudah lumayan membaik dan besok sudah boleh pulang."
Bryan dan Trixie bergegas pergi. Aku tinggal sendiri di dalam cafe.
Aku masih memikirkan Azran, si bodoh itu.
Apa aku harus menjenguknya? Apa aku besok ke rumahnya saja? Mencegat depan rumahnya sebelum mereka datang jadi Ibunya tidak mungkin mengusirku. Aku ingin tahu keadaannya. Eclaire kau gila? Pasti Ibu Azran akan memanggil ajudannya untuk membuangmu ke rawa-rawa agar kau dimakan buaya. Aku bergidik sendiri membayangkannya.
Sudah, Eclaire ini yang terbaik. Biar Azran berpikir aku wanita kejam yang tega padanya, mungkin dengan begitu dia akan ilfil padaku, biar dia tidak peduli lagi padaku. Lagipula kau terlalu geer Cleire, nggak mungkin Azran benar-benar suka sama kamu. Inget Cleire, dia itu gaulnya sama Jerry Oppa, Liam, Sanders Oppa, nggak ada anak band yang bener-bener setia sama satu cewek. Ayolah Cleire, bangun... kamu jagan bermimpi jika Azran memang serius suka sama kamu. Kalau dia suka sama kamu, setidaknya dia pernah mengatakannya walau hanya sekali.
***