Di suatu siang, matahari sedang memekikan bumi dengan sinarnya. Bumi pun protes kepada matahari.
"Hai matahari, sinarmu amat mengganggu penghuniku. Tolong kau redupkan sinarnya."
Matahari menjawab, "Tidak mau."
"Matahari, jangan kau menjadi egois. Kami tidak bisa hidup tanpamu tapi tolong jangan semena-mena."
"Apa? Semena-mena?" Matahari tertegun dan menaikan alisnya. "Bukannya pendudukmu yang selama ini semena-mena terhadap alam semesta?"
"Tidak, tidak semuanya. Masih banyak pendudukku yang melakukan hal baik. Tidak sepantasnya kau menggeneralisasi pendudukku."
Matahari menggeleng. "Apapun itu, saya tidak peduli. Tetap saja yang merusak itu adalah bagian dari pendudukmu."
"Kau tahu jika kau terus memasang tenaga berlebih akibatnya semua pendudukku bisa terkena musibah. Kau sudah mendapat bagian untuk bersinar terik di gurun pasir, mengapa kau masih serakah memekikan sinarmu di bagianku yang sejuk? Apa bedanya kau dengan pendudukku yang kau cap sebagai peusak alam?"
"Saya adalah penguasa siang, Saya lah yang berhak atas segala kendali cuaca di siangmu! Jangan coba mengaturku!"
"Wahai matahari, apa yang kau dapat dari segala kecongkakanmu itu?"
"Saya puas melihat pendudukmu menderita. Mereka mengalami kekeringan, kehabisan air. Saya menikmati penderitaan mereka."
Bumi tidak kuasa akan segala kekuasaan matahari. Dalam hatinya dia berdoa. "Tuhan, tolong tunjukan matahari kuasaMu. Hanya Engkau yang bisa merundukan ketinggi hatian matahari. Berikanlah matahari pelajaran."
Keajaiban terjadi. Sebuah titik hitam membangunkan bulan dari tidur siangnya. Tidur sang bulan pun terusik. Sang dewi berbentuk hitam itu mengajak bulan bermain.
Matahari marah karena melihat bulan yang tidak pada posisinya. "Bulan, kau seharusnya belum bangun. Ini masih wilayah kekuasaanku. Seharusnya kau berjaga nanti."
"Benarkah itu matahari? Namun sang dewi hitam ini membisikkan sesuatu padaku."
"Dewi hitam yang mana?"
Matahari tidak dapat melihat keberadaan dewi titik hitam. Sang dewi dengan cepat mendorong bulan menutup sinarnya.
"Apa-apaan kau bulan? Pergi kau!"
Bulan mengambil alih pencahayaan ke bumi. Sebagian besar badan matari ditutupi oleh bulan. Maka terjadilah gerhana matahari cincin di bumi.
***
"Hyung."
"Ape Jran?"
"Nggakpapa Cuma manggil."
Jerry dan Azran sedang duduk bersantai di sofa. Sofa berwarna hijau yang terletak di ruang latihan mereka.
Jerry sibuk dengan gadgetnya, Azran sedang galau akibat sesuatu.
"Ah elah, muka nggak bisa boong Jran, lagi galau kan?"
"Siapa yang galau Hyung?!" bantah Azran.
"Eh, nggak bisa boong sama sesepuh! Air muka udah ngucur deres gitu, make mau ditutupin lagi!"
"Sebenernya, saya mau minta advice."
"Kalau sama saya pasti minta advice soal cewek!" Jerry memejamkan mata sambil mengangguk-angguk.
Azran tersenyum tipis.
"Nggak usah begitu deh, matamu hilang tuh!"
Azran yang bermata sipit dan seperti anak anjing ini tampak imut saat tersenyum di mata abangnya.
"Iya Hyung nggakpapa. Nanti juga numbuh sendiri!"
"Numbuh?! Dikate tu mata disiram! Disiram air mata ya?!"
"No nangis-nangis club Hyung. Saya lelaki, tidak tahu apa itu menangis!"
"Gaya bener dah adek yang satu ini!" Jerry bersiapa membuka jasa konsultasi cinta. "Jadi, pasien Azran sakit di bagian mana yang sedang dirasakan? Hati bagian utara? Selatan? Barat?"
"Sekalian aja tenggara, barat daya Hyung?!"
"Ok-ok serius nih sekarang. Apa yang lagi digalauin?"
"Eclaire."
"Eclaire lagi? Dek, move on aja sih!"
"Move on? Gimana mau move on? Memulai aja belum?!"
"Move on itu nggak harus ada permulaan."
"Tapi Saya juga udah mencoba namun ada saja halangannya. Masih membuka hati ini untuk Eclaire."
"Lebay banget sih kamu! Kaya nggak ada cewek lain lagi! Udahlah, kamu bisa kk kalau mau move on! Nggak usah dramatisir dan inget- inget lagi kejadian indah sama Eclaire biar cepet move on!"
"Aku mau menikah mudah Hyung sebenarnya dari dulu!
"Terus, Kamu laporan ke saya?"
"Hyung, saya serius nih."
"Iya, saya juga!"
"Saya membayangkan kalau saya dan Eclaire bisa menikah dan..."
"Halu aja nih bocah di siang bolong! Nikah nikah... jaman dsekarang kawin dulu baru nikah!"
"Hyung, Saya nggak mau ngikutin arus biar aja dikata saya ketinggalan jaman!"
Jerry bertepuk tangan. "Cowok virgin jaman now! Azran, nggak ada yang salah kok mau mempertahankan keperawanan sampai menikah atau mau melepasnya sebelum menikah, yang penting itu keputusan yang harus dipertanggungjawabkan."
"Saya menjaga cewek yang saya cintai dengan cinta dalam diam bukan dengan mengajaknya berhubungan fisik."
"Eclaire harusnya ga boleh nolak cowok ebaik kamu Jran!"
"Eclaire dan Saya masih bisa bersama menurut Hyung?"
"Samperin sana kalau kamu masih merasa dia perlu diperjuangkan!"
"Serius Hyung Saya samperin Dia?"
"Ya kalo kamu berani!"
"Pasti berani lah!"
"Yaudah sana gih!"
"Sekarang?"
"TAHUN MONYET!"
Azran pun mengikuti saran Jerry, iya mencari jadwal kerja part time Eclaire.
***
Azran bergegas masuk ke restoran pizza cepat saji. Ia mengenakan masker dan sweater berhoodie. Ia mengarah ke seorang pelayan restoran tersebut. "Cheogiyo!"
"Ne, anda mau pesan apa Tuan?"
"Pelayan yang bernama Eclaire dimana?"
"Ecleire kebetulan kebetulan shift 2 hari ini, seharusnya satu jam lagi ia sudah datang."
"Baik, terimakasih."
Azran memesan kopi sambil menunggu Eclaire.
Akhirnya setelah satu jam, benar saja Eclaire masuk ke restoran pizza tersebut. Ia mengenakan kaos merah, sweater hitam tidak diresleting, serta jeans biru belel. Rambut sebahunya dibiarkan terurai. Ia mengenakan tas kecil berwarna hitam dengan polkadot putih.
Azran langsung berdiri menghampiri Eclaire. Azran menurunkan maskernya sampai dagu. Eclaire terkejut melihat siapa yang ada di hadapannya.
"a..." Eclaire membuka mulutnya.
Azran memberi isyarat. "Shuutttt...."
Ecleire buru-buru menarik Azran keluar dari restoran.
Ecleire membawa Azran ke samping restoran, dimana tidak banyak orang berlalu lalang.
"Azrana... Kau gila ya?!" bentak Eclaire. "Bagaimana jika ada yang mengenalimu?"
"Lantas kenapa jika ada yang mengenaliku?"
"Kau..." Eclaire jengkel mendengar balasan Azran.
"Cleire... Saya butuh penjelasanmu."
"Penjelasan apa?"
"Mengapa kau tak menjengukku? Bagaimana jika aku mati pada saat itu? Kau pikir aku kesana untuk siapa?"
"Salah sendiri, memang aku minta kau selamatkan?" jawab Ecleire ketus.
"Kau memang tak peduli padaku?"
"Ya enggaklah..." jawab Eclaire namun dengan nada ragu.
"BOHONG!"
Eclaire tak ingin menggubris Azran. "Sudahlah terserah, saya harus bekerja." Ia pun berbalik badan hendak kembali ke dalam cafe.
Azran memegang kepalanya dan berteriak. "A... apa (sakit)!"
Ecleire panik dan mendekati Azran. "O..odi apa? Uri pyongwon kaja! (Ma... mana yang sakit? Ayao kita ke rumah sakit!)"
Ekspresi wajah Azran berubah. "Tuh... tuhkan khawatir?"
"No... nan Kotjimrieyo (bohong pada ku)?"
Ecleire kesal.
"Ani (tidak)! Saya memang masih sakit, ini kamu tidak lihat masih ada hansaplas di kepala saya?!"
"Keurae (benarkah)?" Wajah Eclaire antara kesal dan panik.
"Beneran lah ini sakit!"
"Manja!"
"Siapa? Saya manja?"
"Bukan anak anjing."
"Anak anjing yang bernama Azarano?"
Eclaire mulai menyentuh kepala Azran. "Mana yang masih sakit?"
"Cleire kamu mau ngapain?" Mendadak ekspresi wajah Azran hilang kendali saat Ecleire menyentuh kepalanya. Wajah Azran memerah.
Ecleire mengelus pelan dan mencari-cari luka di kepala Azran.
Azran diam saja. Iya tak mampu berkata apa-apa.
Ecleire menemukan bekas jahitan itu. Iapun mengelus-elus luka Azran yang letaknya di tulang tengkorak belakang Azran.
Wajah Azran hanya berjarak 5 cm dari wajah Ecleire. Azran menelan ludah.
Cup!
Bibir Eclaire menyentuh ujung bibir Azran. Bibir merah hati Azran yang berbentuk hati itu diam saja. Azran diam terpaku.
"Cleire! Kamu ngapain?" Azran masih shock dengan apa yang dilakukan Eclaire.
"Masih sakit nggak?"
Azran menggeleng.
Ecleire memegang kepala Azran dan menundukan kepala Azran, masih mengelus luka Azran yang letaknya di belakang. Tinggi mereka yang hanya berjarak 7 cm tak menjadi penghalang Ecleire untuk menggapai kepala Azran. Kini Ecleire mengecup pelipis Azran.
CUP!
***