Author's POV
Azran tiba di sebuah rumah dengan pagar tinggi berwarna coklat. Rumah yang dibangun cukup megah di dalamnya itu merupakan rumah Jo Hajung. Jo Hajung adalah seorang produser dan artis yang cukup tenar di era 80-an, tidak heran jika ia memiliki kekayaan yang cukup melimpah.
Azran membunyikan bel berkali-kali, menunggu ada orang yang membukakannya pintu. Seorang pria penjaga membuka pintu rumah tersebut.
"Kau siapa? Ingin mencari siapa?" tanya penjaga rumah.
"Ini benar rumah Tuan Jo? Saya ingin menemuinya?"
"Iya benar, tapi Tuan Jo sekarang tidak ada di rumah."
"Kalau begitu, dimana dia sekarang?"
"Kau ada perlu apa mencari Tuan Jo?"
"Aku ada perlu dengannya sangat penting."
"Kalau kau merasa ada kepentingannya, kau hubungi langsung saja Tuan Jo atau asisten pribadinya."
"Aku tidak punya, berikan aku nomor teleponnya."
"Kau siapa? Tidak semudah itu hei anak muda!" hardik si penjaga rumah.
"Kau tidak tahu siapa aku? Tidak pernah nonton TV?" geram Azran dengan congkak.
"Jangan sombong kau anak muda, di TV terlalu banyak berseliweran artis muda, apa peduliku harus menghafal wajah mereka!" acuh si penjaga rumah. "Kalau kau merasa artis terkenal, kau pasti bisa minta nomor Tuan Jo dengan temanmu."
"Baiklah, maaf. Aku tak akan memaksamu lagi." Azran tampak sudah menyerah berdebat dengan penjaga rumah.
Ia memutuskan untuk pergi, namun baru saja ia berbalik badan, penjaga rumah Tuan Jo kembali memanggilnya.
"Tunggu anak muda yang merasa artis terkenal!"
Azran menoleh. "Ada apa lagi Ahjussi?"
Si penjaga rumah langsung memfoto wajah Azran dengan Hpnya menggunakan flash sehingga Azran langsung merasa silau dan ia menghadang cahaya flash dengan tangan kanannya.
Si penjaga rumah mengirim foto Azran ke Jo Hajung. Si penjaga rumah tersebut sedang berkomunikasi dengan Tuan Jo.
"Ahjussi! Apa yang kau lakukan? Berani-beraninya mengambil fotoku tanpa ijin!"
Penjaga rumah mengisyaratkan tangannya agar Azran tetap tinggal, sementara ia sedang menelpon Jo Hajung.
Si penjaga rumah menyudahi percakapannya, "Baiklah, Tuan Jo ingin bertemu denganmu. Kau itu personel Black-T Azarano Choi?"
"Iya... benar."
Penjaga rumah memberikan alamat keberadaan Jo Hajung saat ini.
Azran bergegas menuju alamat yang diberikan oleh penjaga rumah Jo Hajung tersebut.
Author's POV End
***
Eclaire's POV
Azarano si pria bodoh itu mengapa sih tak sadar-sadar? Memangnya apa sih yang menarik dariku? Mengapa dia tak pernah kapok mencampuri urusanku? Dia pikir dia siapa datang kesini sok-sok-an ingin menyelematkanku. Sudah berkali-kali kutegaskan jika aku tidak ingin dia mengganggu urusanku. Kalau dia ikut mati denganku, pasti fans-fans fanatiknya akan menyalahkanku, belum lagi gadis-gadis yang sering mengirimnya surat cinta, pasti mereka akan histeris sedih jika pangeran mereka mati untuk menyelamatkan gadis kepala batu seperti aku. Apa jangan-jangan ada sarang laba-laba yang meyumbat otaknya? Atau mungkin dia pernah tersedak tulang ayam sampai-sampai menyumbat peredaran darahnya ke otak?
"Dasar kau bodoh, buat apa kau cari mati kesini?!" Aku berteriak sekencang-kencangnya karena khawatir selain otaknya yang sudah cacat, pendengarannya juga sudah mulai tuli.
"Kleir, Sa... Saya kesini tentu untuk menyelamatkanmu. Buat apa kau bertanya lagi!"
"Dasar Azran bodoh!"
Tuan Jo memotong, " Hei, hei, hei! Kalian ini bukan Romeo-Juliet bukan juga Julius Caesar dan Cleopatra, apalagi Dewa Zeus dan Dewi Athena!"
"MEMANG BUKAN!!!" teriak kami berdua memotong ucapan Tuan Hajung.
"Tunggu dulu Tuan Jo Hajung, bukannya Zeus itu ayahnya Athena? Istrinya Zeus itu namanya Dewi Hera," interupsi si bodoh Azran.
Tuan Hajung kesal, "Ya.. entahlah Zeus itu menikah dan punya anak dengan siapa..."
"Tadi kau yang duluan membahas," timpal Azran.
"Iya benar setahu saya, Zeus dan Hera menikah lantas memiliki anak yaitu Athena," timbrungku.
"Lupakan-lupakan, saya tahu kalian ini anak-anak cerdas..."
"EMANG!" teriakku dan Azran bersamaan.
"Eclaire, kapan kau sadar jika perbuatanmu itu terlalu berbahaya untuk keselamatan jiwamu?" tegur Tuan Jo.
"Sampai Tuan Jo sadar jika perbuatan Tuan juga berbahaya untuk orang sekitar Anda!" jawabku.
Azran memberikan isyarat mengedip-kedipkan mata dan menurunkan alisnya agar aku diam.
Namun aku tak peduli. Siapa dia berani mengaurku? Batinku.
"Baiklah, akan kutunjukan kekejaman diriku kepada kepiting kecil sepertimu. Jangan mentang-mentang kau perempuan aku akan berbelas kasiahn ya?!" ancam Tuan Jo.
"Oh, silahkan. Saya tidak takut," tantangku.
"Tunggu Tuan Jo, jangan hanya beraninya dengan anak perempuan saja!" Azran tiba-tiba ikut bersuara.
"Hai Azarano, jadi kau mau menjadi pahlawan kan? Tujuanmu datang kesini kan memang mau menjadi pahlawanya si gerhana ini. Betulkan?" Tuan Jo teriam sejenak. "Baiklah akan kukabulkan keinginanmu menjadi pahlawannya gerhana!" Dia memincingkan matanya, menyunggingkan bibirnya.
"Saya tidak takut kok," ujar Azran.
Aku langsung memotong ucapan Azran. "Ya... Azrana... Kau diam saja!"
"Tidak, aku tak bisa tinggal diam!"
"Azran, kau pikir aku akan takut seperti 5 tahun lalu?" Tuan Jo tersenyum picik. "Memang aku tidak tahu jika Hwang Jungmin sudah tidak menprioritaskan Black-T lagi di ARK?"
"Ini tidak ada hubungannya dengan ARK ataupun Black-T. Aku kesini bukan disponsori oleh siapa-siapa. Aku kesini sebagai Azarano Choi!"
"Tuan Jo, Azran tidak ada salah apa-apa jadi sebaiknya kau tidak melakukan apa-apa dengannya."
***
"Kumohon hentikan Tuan Jo, Azran akan mati jika anda tak menghentikan anak buah anda. Kumohon!"
Aku tak sanggup melihat ana-anak buah Tuan Jo memukuli Azran. Ku hanya bisa berteriak memohon sebisaku.
"Cleire, ini kemauannya sendiri untuk berkorban demimu jadi sebaiknya kau berterimakasih padanya," ledek Tuan Jo.
Azran jatuh pingsan dengan memar-memar di tubuhnya, aku berteriak histeris.
Tuan Jo mengubungi seseorang. "Halo! Tolong kau cepat kesini, bereskan tempat ini sekarang juga, aku tak ingin anak ini berbah menjadi mayat di tempatku."
Anak buah Tuan Jo melepaskan ikatanku, dan aku segera mendekati Azran yang pingsan. "Kalian, aku akan lapor polisi, kalian pasti mendapat ganjaran hukuman yang sepantasnya"
"Silahkan saja kalau Hwang Jungmin mengizinkannya."
Tuan Jo tersenyum puas.
Tak lama sebuah mobil ambulans tiba, sedangkan Tuan Jo sudah pergi begitu saja dengan anak-anak buahnya.
Seorang petugas turun dari mobil mendekatiku dan Azran. Beberapa tugas turun membawa tandu ingin mengangkat tubuh Azran.
Aku mencoba mengelak ketika mereka ingin membawaku.
"Nona tenang, kami akan menyelamatkanmu dan pacarmu. Kami akan membawamu dan pacarmu ke rumah sakit sekarang juga, Ayolah Nona, kami benar petugas rumah sakit!" Seorang petugas berbaju putih membujukku.
Aku pun percaya dan mengikuti mereka.
***